LPS: Bank Kecil Rentan Alami Risiko Likuiditas

(Foto: MI)
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



JAKARTA, hajinews.id – Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) menyebut industri perbankan di Indonesia memiliki bantalan yang cukup dalam menghadapi gejolak akibat COVID-19 namun secara individual khususnya bank kecil, rentan mengalami risiko terkait daya tahan likuiditas jangka panjang.

“Kita harus mewaspadai adanya risiko segmentasi likuiditas yang mulai menunjukkan tendensi peningkatan,” kata Anggota Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Didik Madiyono di Jakarta, Selasa (23/6/2020).

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Menurut dia, segmentasi likuiditas ini berpotensi timbul antara lain bersumber dari risiko penurunan dana pihak ketiga (DPK) dan penurunan arus kas atau cash inflow di tingkat individual bank.

Didik menjelaskan peningkatan risiko itu dipicu pemburukan kualitas kredit dan likuiditas yang dapat meluas dan mempengaruhi sisi pendanaan, pendapatan dan biaya.

Di satu sisi, lanjut dia, rendahnya pertumbuhan kredit akan mempengaruhi pendapatan bunga dan di sisi lain, meningkatnya risiko kredit, akan meningkatkan kewajiban pencadangan bank. “Secara individual, dampak kondisi pemburukan ekonomi bervariasi dan berbeda tergantung daya tahan masing-masing bank,” katanya.

Didik mencermati aspek kualitas kredit perlu menjadi perhatian ke depan sebagai kerentanan lain yang dapat memburuk dengan cepat jika pandemi virus corona ini berkepanjangan atau proses pemulihan berjalan lambat. “Indikasi tersebut terlihat dari adanya kecenderungan kenaikan rasio credit at risk,” katanya.

Sementara itu, Direktur Grup Riset LPS Iman Gunadi menjelaskan rasio credit at risk perbankan pada April 2020 mencapai 14,8 persen atau naik dibandingkan posisi Maret 2020 mencapai 11,4 persen.

Rasio credit at risk ini merupakan gabungan kredit bermasalah (NPL), kredit dengan kolektabilitas 2 dan restrukturisasi kredit sehingga dianggap kredit lancar atau kolektabilitas 1 “Ini didorong oleh peningkatan credit at risk di bank-bank besar dibandingkan Maret, pada April 2020 meningkat cukup tajam 16,36 persen” katanya.

Sedangkan dalam jangka pendek, kondisi likuiditas perbankan masih relatif stabil dan sehat meski ada tendensi penurunan kinerja.

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) per April 2020 mencatat rasio modal perbankan mencapai 22,03 persen, rasio kinerja keuangan 2,31 persen, rasio beban operasional terhadap pendapatan (BOPO) mencapai 84,84 persen dan NPL 2,89 persen. “Bank kecil ini rentan dalam kondisi seperti ini di mana dari sisi permodalan tidak cukup besar, risiko DPK terpusat di beberapa deposan saja, risiko kreditnya juga meningkat,” katanya.

Kinerja bank kecil akan semakin tertekan setelah mengalami penurunan laba pada kuartal I/2020. Statistik Perbankan Indonesia (SPI) Otoritas Jasa Keuangan menunjukkan perlambatan pertumbuhan laba hanya terjadi pada bank kecil.

Penurunan laba  pada kelompok bank umum kegiatan usaha (BUKU) I dan II masing-masing sebesar minus 61,24% dan minus 12,06%. Sementara itu, perolehan laba Bank BUKU III dan IV masing-masing tumbuh 6,63% dan 7,61%.

Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Piter Abdullah mengatakan penurunan laba pada bank kecil tersebut berkaitan dengan sulitnya melakukan ekspansi kredit. Padahal, di satu sisi biaya dana justru meningkat sehingga laba cenderung terpangkas.

Menurut Piter, tekanan yang dialami perbankan BUKU I dan II pada kuartal I/2020 belum terlalu besar karena pembatasan sosial skala besar (PSBB) belum dilakukan pada dua bulan pertama. Namun, tekanan pada kuartal II/2020 akan jauh lebih besar. Artinya, Bank BUKU I dan II akan lebih terpuruk pada periode tersebut. “Dalam kondisi tekanan likuiditas akibat Covid-19, Bank BUKU I dan II menjadi yang paling menderita,” katanya seperti dikutip dari Bisnis, Senin (22/6/2020). (rah/berbagai sumber)

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *