ICIS: Pancasila Selaras dengan Islam

Ilustrasi Pancasila. (Foto: Republika)
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



JAKARTA, hajinews.id – Wakil Direktur Eksekutif International Conference of Islamic Scholars (ICIS) KH Khariri Makmun Lc, MA mengatakan bahwa sesungguhnya di dalam dasar negara Pancasila tercermin nilai-nilai agama, khususnya agama Islam, sehingga tidak seharusnya terjadi benturan antar-keduanya.

KH. Khariri Makmun Lc dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Jumat malam (26/6/2020), menjelaskan di dalam sila pertama Pancasila, Ketuhanan Yang Maha Esa merupakan cermin dari tauhid (Tuhan yang Esa). Kemudian sila kemanusiaan yang adil dan beradab di dalam Islam berarti al-insaniyah.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Kemudian sila persatuan Indonesia yang di dalam Alquran disebut wa’tasimu bihablillahi jami’an wala tafarraqu yang artinya kita bersatu jangan tercerai berai.

Lalu sila keempat itu permusyawaratan perwakilan atau as-syura yang dalam Alquran itu artinya Musyawarah. Dan sila keadilan sosial adalah al-adalah yang artinya keadilan.

Dengan adanya penjelasan yang tercermin di dalam Alquran tersebut maka Khariri menuturkan bahwa rumusan-rumusan Pancasila itu sudah selaras dengan maqashidu asy-shyariah atau tujuan-tujuan agama.

“Yang tentunya kalau orang bisa memahami agama itu dengan benar, tentu tidak akan ada tuduhan antara Pancasila dengan agama atau dengan Alquran itu sendiri,” tutur Alumni Universitas Al-Azhar Kairo tersebut.

Selain itu menurut pria yang pernah menjadi Rais Syuriah NU di Jepang pada tahun 2004-2006 ini juga menyampaikan bahwa ketika seseorang bisa memahami agamanya dengan baik, maka secara otomatis orang tersebut akan bisa menerima Pancasila itu dengan benar.

“Yang terjadi sekarang kan dalam memahami ajaran agama saja mereka banyak memiliki permasalahan dalam memahaminya, sehingga ketika agama disandingkan dalam konteks bernegara dan berpolitik ada miss, ada sesuatu yang hilang dari pemahaman mereka. Inilah kemudian yang memunculkan bibit intoleransi, radikalisme seperti yang terjadi sekarang ini,” katanya menjelaskan.

Itulah kenapa menurut Khariri, agama dan Pancasila ini selalu dibenturkan. Hal ini dikarenakan kurangnya pemahaman keagamaan. Untuk itu perlu bagi para tokoh agama atau para ulama-ulama moderat untuk memberikan pemahaman yang benar.

Pria yang juga Pengasuh Pondok Pesantren Algebra International Boarding School, Bogor, ini pun menjelaskan bahwa cara untuk mengatasi ini adalah harus sering-sering mengajak mereka berdialog. Selain itu juga perlu adanya tokoh-tokoh yang bisa menjelaskan secara runut kepada kelompok-kelompok tersebut.

Sementara itu, penolakan terhadap Rancangan Undang-undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP) dari kelompok Islam terus muncul, walau mayoritas fraksi di DPR RI mengklaim sudah menarik diri dari pembahasannya.

Sejumlah ormas Islam yang menggelar unjuk rasa di depan Gedung DPR, Jakarta, menentang RUU HIP pada Rabu (24/6/2020) di antaranya adalah Front Pembela Islam. Protes ini dilakukan menyusul pendapat kontra ormas Islam besar seperti Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah, salah satunya tentang Indonesia yang berpotensi menjadi negara sekuler dengan adanya RUU HIP.

Salah satu kekhawatiran ormas Islam adalah hilangnya makna sila pertama Pancasila tentang ‘Ketuhanan Yang Maha Esa’. Kecemasan itu merujuk pasal 7 RUU HIP yang menyebut bahwa seluruh nilai dalam Pancasila dapat dikristalisasi menjadi nilai gotong royong.

Jika penyederhanaan itu disahkan, menurut Ketua Pengurus Pusat Muhammadiyah, Dadang Kahmad, Indonesia akan bertransformasi menjadi negara sekuler. “Pasal Ketuhanan Yang Maha Esa akan hilang. Kami khawatir ada celah negara ini tidak mengenal atau tidak mementingkan Tuhan,” kata Dadang seperti dilansir dari BBC News Indonesia, Jumat (26/6/2020).

“Padahal, semua negara yang baik, keyakinan pada Tuhan itu yang paling utama, untuk Amerika Serikat sekalipun,” lanjut Dadang.

Dadang menilai, seluruh sila dan makna yang terkandung dalam Pancasila tak perlu lagi diutak-atik. Karena pada pendiri bangsa sudah menyepakati Pancasila, kata dia, masyarakat Indonesia kini tinggal mengimplementasikannya.

“Dulu tahun 1945 sudah ada konsensus, kalau sekarang dibuka, akan terjadi lagi silang pendapat. Masyarakat tidak akan fokus memperbaiki dan membesarkan bangsa. itu akan membuka luka lama,” ucap Dadang.

Penyederhanaan Pancasila menjadi trisila maupun ekasila seperti yang tercantum dalam draf RUU HIP juga mengesampingkan Undang-Undang Dasar 1945, kata Hamdan Zoelva, Ketua Pimpinan Pusat Syarikat Islam.

Menurut Hamdan, jika para anggota DPR penyusun draf itu memahami logika hukum ketatanegaraan, sila Ketuhanan Yang Maha Esa akan tetap menjadi dasar Indonesia. “Prinsip dasar negara sekuler didasarkan pada materialisme dan humanisme semata. Sila pertama adalah causa prima dari sila yang lain,” ujar mantan Ketua Mahkamah Konstitusi itu.

“Apa buktinya? Ada di Pasal 29 ayat (1) UUD 1945, bahwa negara Indonesia berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Kenapa tidak kelima sila dicantumkan? Karena sila pertama itu dianggap sudah mewakili sila lainnya,” tambah Hamdan. (rah/berbagai sumber)

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *