Kabinet Bagi-Hasil Vs Kabinet Krisis

Tarli Nugroho
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



KABINET BAGI-HASIL VS KABINET KRISIS

Oleh : Tarli Nugroho

Kabinet saat ini memang tidak peka terhadap krisis, karena sejak awal sepenuhnya dibangun dengan spirit bagi-hasil proses Pemilu. Itu sebabnya, alih-alih bekerja mengantisipasi krisis, selama enam bulan pertama mereka sibuk mengurusi proyek halusinasi pindah ibukota. Padahal, sejumlah ekonom telah meramalkan terjadinya krisis finansial 2020 sejak dua tahun lalu. Artinya, dengan atau tanpa Covid-19, dunia memang akan menghadapi krisis tahun ini.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Kalau kita lihat struktur kabinet, dengan komposisi saat ini kabinet dijamin tak akan bisa menghadapi dan mengelola krisis. Sebab, pos-pos utama yang berhadapan secara langsung dengan krisis semuanya dipegang oleh politisi yang tidak memiliki kemampuan teknokratik. Pos Kemenko Perekonomian, Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian, Kementerian Koperasi, atau Kementerian Pertanian, misalnya, semuanya dipegang oleh politisi yang tak punya rekam jejak teknokratik di bidang-bidang tersebut.

Wacana mengenai pembangunan ekosistem bisnis digital, atau pengembangan industri start up, saya kira juga telah mundur kembali ke belakang sesudah pejabat menterinya diganti oleh politisi yang tak punya keterkaitan dengan bidang telekomunikasi dan informatika. Bukan hanya itu, direksi dan komisaris BUMN yang seharusnya diisi oleh para teknokrat, dalam periode ini juga boleh diisi oleh seseorang yang memiliki kartu anggota partai politik. Ini preseden buruk dalam tata kelola BUMN. Padahal, BUMN adalah instrumen strategis negara di sektor perekonomian.

Dengan komposisi semacam itu, cukup jelas, sejak awal ini adalah sebuah kabinet bagi-hasil, bukan sebuah “kabinet krisis”!

Jadi, seandainya Presiden hendak melakukan reshuffle untuk menghadapi dampak krisis, dia seharusnya tak lagi berpikir mengganti satu atau dua orang, tapi harus membangun ulang kabinetnya secara drastis. Persoalannya, apakah Presiden punya visi krisis semacam itu? Lalu, seandainya punya, apakah Presiden punya tekad dan keberanian untuk mengerjakan visinya?

Sampai di situ saya merasa ketemu ruang hampa. Ruwet!

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *