Sri Mulyani: Ekonomi Dunia Sudah Resesi, Bahkan Potensi Depresi

Sri Mulyani Indrawati. (dok)
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



JAKARTA, hajinews.id – Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menyebutkan kondisi perekonomian dunia sudah resesi dan mulai masuk pada potensi depresi karena pandemi Corona (COVID-19) tidak hanya berdampak pada ekonomi, tetapi juga sosial.

“Pandemi ini telah mengubah cara hidup kita dan berimplikasi signifikan pada kondisi ekonomi dan sosial. Ekonomi mulai masuk pada resesi, bahkan ada potensi depresi,” kata Sri Mulyani di Jakarta, Rabu (1/7/2020).

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Sri Mulyani menegaskan, pandemi COVID-19 telah menghilangkan progres dari upaya yang dilakukan oleh Pemerintah selama beberapa tahun terakhir, terutama mengenai kemiskinan dan kesejahteraan rakyat.

“Indonesia, misalnya mengalami kemunduran pada pengentasan masyarakat dari kemiskinan sekitar 5 tahun karena pandemi yang berjalan selama 6 bulan,” ujarnya.

Tak hanya itu, Sri Mulyani menuturkan bahwa pandemi ini berdampak pada perekonomian negara secara signifikan yang berarti sumber pendanaan untuk mencapai tujuan akan tertahan.

“Pendapatan dari perpajakan turun karena semua aktivitas ekonomi terkontraksi dan pada saat yang sama kebutuhan untuk kesehatan, jaring pengaman sosial, serta stimulus untuk mengembalikan ekonomi naik cukup dramatis,” terang dia.

Terlebih lagi, dia menegaskan bahwa pandemi telah mampu menyerang segmen terbawah, yaitu sektor informal, UMKM, sampai masyarakat miskin sehingga desain pemulihan ekonomi Indonesia menitikberatkan pada kelas bawah.

“Untuk Indonesia, kita melakukan itu. Banyak restrukturisasi yang kita didedikasikan untuk UMKM melalui kebijakan pemerintah, yaitu subsidi dan lainnya. Jadi, mereka bisa bertahan di situasi ini,” ujarnya.

Berkaca dari Indonesia, Sri Mulyani menyatakan pandemi COVID-19 telah memaksa pemerintah untuk meningkatkan defisit dari 1,7 persen terhadap PDB menjadi 6,3 persen. “Naik signifikan. Beberapa negara defisit di ruang fiskalnya, bahkan sudah melebihi batas. Akan tetapi, Indonesia beruntung karena punya defisit lebih rendah. Jadi, semua negara menghadapi masalah yang sama,” katanya.

Dalam hal ini lembaga multilateral, menurut dia, bisa menjadi penolong dalam pembiayaan dalam rangka penangan dampak COVID-19, khususnya untuk negara berkembang dan berpendapatan rendah.

Di sisi lain, lanjut Sri Mulyani, bantuan pembiayaan dari lembaga multilateral itu belum memadai karena kebutuhan untuk menangani dampak pandemi COVID-19 lebih besar. “Saya mengapresiasi beberapa institusi multilateral yang merespons cepat dengan menyediakan pembiayaan. Akan tetapi, itu tidak memadai karena pembiayaan lebih besar dibanding yang telah disediakan oleh institusi multilateral,” ungkapnya.

Dia menambahkan bahwa bantuan yang belum memadai itu pada akhirnya memaksa berbagai negara berkembang dan berpendapatan rendah berlomba untuk menerbitkan surat utang di pasar global. “Mereka harus bisa menggunakan yang lainnya. Apakah itu mengeluarkan bond domestik atau global. Akan tetapi, sayangnya saat ini ironisnya situasi keuangan global memiliki minat yang rendah,” katanya.

Sehari sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) kembali mengingatkan akan ancaman resesi yang sudah menghantui ekonomi dunia akibat pandemi COVID-19.

Lewat kunjungan kerjanya ke Kota Semarang pada Selasa, 30 Juni 2020, Jokowi menyebut kondisi supplydemand hingga produksi Tanah Air sudah terganggu.

“Saya titip, yang kita hadapi ini bukan hanya krisis kesehatan, tapi juga ekonomi. Karena kalau kita lihat, demand terganggu, supply terganggu, produksi terganggu. Kuartal pertama kita masih tumbuh 2,97 persen. Tapi di kuartal kedua kita khawatir, sudah berada di posisi minus,” kata Jokowi. (rah/berbagai sumber)

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *