Waspada Tahapan Ancaman Soliditas Negara

Anton Permana
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Waspada Tahapan Ancaman Soliditas Negara

Oleh : Anton Permana (Tanhana Dharma Mangrwa Institute)

Dalam pahaman ilmu ketahanan nasional, ada tiga tahapan ancaman hancurnya soliditas sebuah organisasi termasuk negara.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Pertama Disorientasi. Yaitu berubahnya orientasi para pemimpin negara jauh lari dari cita-cita pertama para pendiri bangsa.

Dalam konteks Indonesia, disorientasi ini bisa berupa perubahan kiblat dan bentuk negara baik secara konstitusional maupun secara proses politik. Lahirnya reformasi adalah sebuah bentuk output dari dis-orientasi untuk merubah Indonesia secara politik. Dari sentralistik menjadi otonomi daerah, dari sistem perwakilan menjadi voting, dari negara kebangsaan “nation state” menjadi “citizen state”.

Namun, disorientasi itu sampai saat ini masih menimbulkan distorsi (gesekan) tak pernah berhenti. Khususnya antara kelompok agama dengan kelompok liberalis yang berkolaborsi dengan kelompok neo-komunis yang didukung penuh oleh asing-aseng.

Jadi wajar hari ini, banyak ketimpangan dan kerusakan dalam bertata kelola negara terjadi. Jauh lari dari visi negara yang berdaulat adil dan makmur. Buktinya, dalam hal ekonomi, investasi, dan politik luar negeri negara kita seakan mudah didikte oleh kekuatan luar.

Begitu juga dalam hal kata adil dan makmur. Bagaimana berbicara makmur, kalau hampir semua sendi ekonomi dikuasai oleh sekelompok elit non-pribumi semata. Bagaimana bicara kemakmuran, apabila terjadi ketidakadilan hukum, ketidakadilan sosial dan politik antara kelompok yang pro penguasa dengan yang tidak pro penguasa.

Begitu juga dalam hal ideologi. Upaya merubah Pancasila menjadi Tri Sila dan Eka Sila adalah bukti nyata upaya ingin merubah Indonesia secara radikal. Merubah sila pertama dari KeTuhanan Yang Maha Esa menjadi KeTuhanan yang berkebudayaan sama saja secara terang benderang ingin membuang agama dari kehidupan bernegara di Indonesia. KeTuhanan yang berkebudayaan hanyalah “kamuflase” dari pemikiran komunisme seperti revolusi kebudayaan di awal revolusi China menjadi negara komunis.

Kedua Dis-fungsi. Ketika orientasi berubah, maka hal ini akan sejalan dengan perubahan fungsi aparatur negara. Yang awalnya loyal kepada Pancasila dan UUD 1945, selanjutnya loyal kepada penguasa. Sebelumnya loyal kepada doktrin sapta marga dan tri batra, maka secara perlahan akan kalah dan berubah loyal kepada pimpinan atasan.

Ini lazim terjadi, karena orientasi bernegara juga sudah berubah. Sumber daya nasional dan rakyat hanya jadi objek. Kedaulatan dan kemandirian tergadaikan.

Mau eksekutif, yudikatif, dan legislatif semuanya bisa berubah fungsi membentuk sebuah tatanan oligarki kekuasaan. Rakyat tidak berdaulat lagi. Rakyat justru akan rentan menjadi budak di negeri sendiri. Semua diatur kekuasaan sesuai dengan arah ideologi pemikiran yang dianut penguasanya. Kalau pemimpinnya komunis, maka jadilah negaranya menjadi negara komunis.

Yang ketiga yaitu Dis-Integrasi. Ketika orientasi berubah, fungsi penyelenggara pemerintahan juga berubah, maka satu langkah lagi menuju perpecahan.

Indonesia sebagai negara mayoritas muslim, dipaksa untuk menjadi komunis pasti akan memantik perang saudara.

Indonesia yang sudah sepakat dan final berPancasila mau dirubah menjadi Eka Sila, dimana KeTuhanan Yang Maha Esa mau diganti dengan KeTuhanan yang berkebudayaan tentu seluruh rakyat akan marah.

Begitu juga dengan para raja-taja nusantara, yang sudah begitu percaya memberikan mandat kepada Soekarno-Hatta ketika itu untuk membentuk negara bernama Indonesia, pasti juga akan kecewa dan berhak untuk mencabut mandat itu kembali. Karena dianggap Indonesia telah dikhianati.

Hal ini tidak bisa dianggap sepele dan remeh. Insiden makar untuk mengganti Pancasila sebagai falsafah negara, dan mengganti dasar negara KeTuhanan Yang Maha Esa sesuai pasal 29 (ayat) 1 UUD 1945 menjadi KeTuhanan yang berkebudayaan sudah tergolong “extraordinary crime”.

Yaitu kejahatan pidana luar biasa. Alasan anggota DPR RI mempunyai hak imunitas batal demi hukum, karena melanggar aturan di atasnya.

Tiga tahapan ancaman soliditas bernegara kita hari ini, juga terjadi hari ini di Indonesia.

Untuk itu, rakyat Indonesia beserta komponen seluruh bangsa mesti berhati-hati dalam menyikapi ini.

Ini permasalah serius. Rakyat Indonesia tidak akan rela Pancasila diganti. Oleh siapapun.

Rakyat Indonesia meminta TNI-Polri untuk tegas bersikap. Tampil sebagai penjaga kedaulatan negara secara kesatria. Siapa yang bersalah tangkap dan penjarakan. Tak peduli apa pangkat dan jabatannya.

Ini saatnya, TNI-Polri sebagai tulang punggung negara, membuktikan apakah masih setia kepada Rakyat dan Pancasila ?? Atau takut kepada penguasa ??

Kalau TNI-Polri hari ini netral dan profesional bersama rakyat, maka Indonesia akan bisa diselamatkan dan dijauhkan dari ancaman perpecahan dis-integrasi bangsa.

Biar waktu yang menjawabnya. Salam Indonesia Jaya !

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *