Kenormalan Baru Mengancam Usia 40

Ilustrasi
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



#LIFE BEGINS AT 40
#Presiden : SDM Unggul

Penulis : Dr.Abidinsyah Siregar *)

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Masyarakat membaca dari berbagai sumber tentang para penderita covid-19 yang kesulitan bernafas.
Paru-paru terasa seperti berisi pecahan kaca yang melukai. Sehingga jika daya tahan dan imunitasnya rendah, paru-paru dan otot dada tidak mampu menghirup udara dan udara terlambat masuk kedalam sirkulasi darah melalui jantung. Terjadilah kesulitan bernafas hingga berujung kondisi GAGAL NAFAS, dan kematian.

POLA AKIBAT COVID-19

DR.Trihono, mantan Kabalitbangkes Kemenkes pada kesempatan sebagai Pembicara pada Webinar#2 yang diselenggarakan
kanal-kesehatan.com, mengungkapkan gambaran kondisi penyakit penyerta positif Covid-19.

Tertinggi adalah Hipertensi (13,6%), Diabetes Melitus (11,7%), Penyakit Jantung (7,7%) selanjutnya penyakit ginjal, panyakit paru dan gangguan nafas lainnya.

Jika merujuk pada data Global, angka terpapar terbanyak kasus Covid-19 adalah diatas 55 tahun.

Uniknya kasus Indonesia sesuai publikasi media center BNPB melalui Juru Bicara Nasional Dr.Achmad Yurianto bahwa virus Covid-19 banyak menyasar usia diatas 40 tahun.

Bahkan kematian karena terinfeksi Covid-19 sekitar 90 % pada usia diatas 40 tahun, dan utamanya karena Komorbiditas.

BENARKAH HIDUP MULAI USIA 40

Eppie Lederer (1918-2002) yang lebih dikenal dengan nama pena Ann Landers. Eppie seorang kolumnis dan selebritis Amerika yang menulis kolom “ask Ann Landers” selama 47 tahun, menulis ratusan Quote atau kata/kalimat keren.

Sekaitan dengan quote “Life Begins at Forty”, Eppie Lederer memberi quote “Pada usia 20 kita khawatir tentang apa yang difikirkan orang lain tentang kita. Pada usia 40 tidak peduli terhadap apa yang orang fikirkan tentang dirinya. Dan pada usia 60 menyadari ternyata tidak ada orang yang memikirkan tentang dirinya.”
Eppie Lederer, pada tahun 1977 oleh Presiden Carter ditunjuk sebagai Dewan Penasehat Kanker yang menggerakkan beberapa badan amal medis.

Mengapa disebut hidup mulai dari 40 tahun, karena pada Usia 40 tahun, seseorang sudah menemukan profesi andalannya, sudah matang, sudah mendapat posisi pekerjaan yang relatif baik, memiliki pendapatan, sudah bisa menabung.

Fase membangun pondasi hidup lewat berbagai percobaan dan perbandingan sudah selesai (Carl.G.Jung).

Disebut hidup dimulai dari 40 tahun karena ujian berat dan terberat sudah mulai datang silih berganti antara peluang dan tantangan.
Jabatan besar namun kesempatan semakin menyempit.
Rivalitas semakin ketat. Kompetensi semakin dituntut.

Kecerdasan dan Integritas jadi ukuran.
Diusia 40 tahun, akan terlihat apakah seseorang MEMPERSIAPKAN DIRINYA sejak muda menghadapi tantangan dan siap menghadapi kompetisi kompetensi atau malah menyia-nyiakan kesempatan.

JAUH MELUPAKAN YANG DEKAT

Banyak yang asyik melihat JAUH, melihat cita-cita, dan kesempatan. Tetapi banyak yang abai terhadap yang DEKAT, kepada diri sendiri.
Jika dulu rajin olahraga dan sosialisasi, kini malas, tubuh makin berat dan lamban, mulai malas dan menghindari kerja keras.
Sebahagian sangat menikmati kerja ringan, asalan, banyak makan dan merokok (seenaknya, tanpa batas dan tidak tertib).

Merujuk pada teori 5 hierarhi Maslow, sekalipun sudah 40 tahun tumbuh berkembang, ternyata bukan naik ke level puncak AKTUALISASI DIRI (Self Actualization) sejalan dengan “life begins at 40”, tetapi malah jatuh terpuruk kembali kedasar ke level awal yaitu Psychological needs hanya memikirkan kebutuhan biologis, makan, seks.

Satu level dibawah ya, Safety needs sudah patuh, disiplin, keteraturan, proteksi dan taat hukum.

Apa yang sesungguhnya terjadi pada KAUM muda Indonesia, kaum yang paling diharapkan Bapak Presiden Jokowi sebagai SDM Unggulan Indonesia MENYONGSONG 100 Tahun Indonesia.

KENORMALAN BARU TERTIB ROKOK

Menteri Kesehatan Prof.Nila Moeloek saat membuka Indonesian Conference on Tobacco on Health di Balai Kartini, Jakarta, 2017 (Tempo), mengatakan “Lebih dari sepertiga atau 36,3 % penduduk Indonesia menjadi perokok. Bahkan 20 % remaja usia 13-15 tahun adalah perokok.

Peningkatan jumlah perokok remaja laki-laki mencapai 58,8 %.”

Kebiasaan merokok di Indonesia telah MEMBUNUH SETIDAKNYA 235.000 JIWA setiap tahun.

Bandingkan dengan kematian karena virus Covid-19 hingga awal Juli sekitar 3.000 jiwa (1,3 % dari kematian akibat Rokok).

Tingginya konsumsi rokok perokok Indonesia amat mengkhawatirkan.
Kekhawatiran semakin merisaukan karena umur mulai merokok yang semakin muda.

Data Riskesdas Kemenkes 2018 mencatat perokok usia 10-18 tahun mengalami peningkatan dari 7,20 % pada Tahun 2013 menjadi 9,10 % pada tahun 2018.

Angka persentase ini jauh MELAMPAUI batas maksimal yang ditetapkan RPJMN 2019 sebesar 5,4 %.

Kenormalan Baru dalam tertib rokok perlu tegas dan serius.

Batas usia perokok 18 tahun perlu dinaikkan menjadi 21 tahun, sebagaimana umumnya negara-negara di dunia.

Singapore, model negara sehat, sudah lama menetapkan batas minimal 21 tahun, dengan pengawasan ketat.
Amerika Serikat segera menetapkan 21 tahun.

Bahkan Negara Bagian Hawaii merencanakan penetapan usia minimal 100 tahun.

Dunia sudah tegas mengendalikan perokok.

Indonesia dalam ancaman serius akibat meningkatnya jumlah perokok.

Prevalensi perokok laki-laki Indonesia merupakan yang TERTINGGI DI DUNIA.

Diprediksi hampir 100 juta penduduk Indonesia terpapar asap rokok (laporan Riskesdas 2013).

Penelitian 2018 mencatat kanker paru menempati urutan teratas sebesar 12,6 % dari seluruh kematian karena Kanker.

Data RS Persahabatan Jakarta mencatat 87 % kasus kanker paru berhubungan dengan merokok dan paparan asap rokok.

Rokok merupakan faktor risiko penyakit yang paling besar kontribusi dibanding faktor lainnya.

Seorang perokok mempunyai RISIKO 2-4 KALI LIPAT untuk terserang penyakit jantung koroner, hipertensi, gangguan paru, gangguan ginjal, kanker paru dan Penyakit Tidak Menular lainnya.

Perlu diketahui sebahagian besar Rumah tangga Indonesia (69 %) memiliki pengeluaran untuk beli Rokok, berarti ditiap rumah Indonesia minimal ada 1 orang perokok aktif.

Kondisi ini mengkonfirmasi 2 PROBLEM BESAR dalam penanggulangan Covid-19, yaitu aspek Kesehatan dan aspek Ekonomi, selain aspek lainnya yang mengikuti.

Pada aspek Kesehatan berkorelasi dengan tingginya KEMATIAN pada kasus terinfeksi virus Covid-19 yang penyebab kematiannya karena faktor Komorbiditas seperti Hipertensi, Penyakit Jantung, Gangguan Paru dan Diabetes.

Dan rendahnya daya tahan ekonomi sebahagian masyarakat karena besarnya pengeluaran akibat rokok dan dampak luasnya dalam keluarga, sehingga menjadi kesulitan dalam menyediakan kebutuhan untuk meningkatkan imunitas.

Umi Fahmida (Peneliti Utama SEAMEO-RECFON, Jakarta, 2019) mengatakan “belanja rokok di Indonesia menjadi PENGELUARAN TERBESAR ketiga dalam rumah tangga (12,4 %) yang setara dengan jumlah uang yang dikeluarkan untuk membeli sayuran (8,1 %) serta telur & susu 4,3%.

Itu setara sumber gizi atau peningkat imunitas bagi keluarga.

Covid-19 membuka
KECERDASAN ILAHIYAH kita sebagai makhluk sempurna, untuk menyadari bahwa kini telah tiba era baru, dimana ada penyakit yang dahsyat dan berdampak luas, yang tidak tahu kapan akan berakhir, yang menular dari orang penular yang tak bergejala (30-80 %) yang mungkin ada disekitar kita, BELUM ada Obatnya dan belum ada Vaksin nya.

Semua harus mengandalkan kewaspadaan dan KUALITAS keluarga untuk tetap taat Protokol Kesehatan dan menjaga kualitas Imunitas diri agar tidak terinfeksi virus ? Covid-19.

#ROKOK MEMBUNUHMU…. COVID-19 HANYA MENEMUKAN.

Jakarta, 8 Juli 2020

Dr.Abidin/GOLansia.com/Kanal-kesehatan.com

*) Ahli Utama BKKBN dpk Kemenkes/ Mantan Deputi BKKBN/ Mantan Komisioner KPHI/ Mantan Kepala Pusat Promkes Depkes RI/ Alumnus PHMD, WHO Searo, Thailand/ Mantan Ketua PB IDI/ Ketua PP IPHI/ Ketua PP ICMI/ Ketua PP DMI/ Waketum DPP JBMI/ Ketua PP ASKLIN/ Penasehat BRINUS/ Ketua IKAL FK USU/ Ketua PP KMA-PBS/ Ketua PP IKAL Lemhannas

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *