PBNU: Mendikbud Harus Evaluasi POP Setelah Minta Maaf

Logo PBNU. (dok)
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



JAKARTA, hajinews.id – Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Bidang Pendidikan Hanief Saha Ghafur menyatakan pihaknya menyambut baik permohonan maaf Mendikbud Nadiem Makarim terkait Program Organisasi Penggerak (POP).

“PBNU dengan senang hati jika (soal) permohonan maaf kita terima, tapi harus ada evaluasi. Pak Nadim perlu evaluasi POP itu,” kata Hanief, Selasa malam (28/7/2020).

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Hanief menegaskan, Mendikbud harus memberikan fokus bukan hanya kepada pembinaan guru, namun juga penguatan interaksi guru dengan siswa, siswa dengan guru, dan sesama siswa.

Menurut Hanief hal wajar adanya sejumlah protes dari beberapa pihak terkait kebijakan POP yang sala di antaranya menyalurkan melalui Tanoto Foundation dan Putera Sampoerna Foundation. Namun kini telah diklarifikasi Mendikbud.

“Terkait dengan dana itu kan sebetulnya dana APBN jadi banyak yang marah. Kok dikasih ke organisasi atau lembaga yang seharusnya menjadi donor. Ketersinggungannya di situ. Harus dievaluasi lembaga yang menjadi donor tidak perlu dilibatkan jika untuk penguatan organisasi pendidikan penggerak,” beber Hanief.

Mendikbud, lanjut Hanief, perlu belajar kepada negara-negara seperti Amerika dan Eropa di mana lembaga donor justru mendanai LSM atau NGO. Karena itu, menurut Hanief jika mengajak kementerian maka partisipasnya dengan biaya LSM. Sedangkan pemerintah mendanai ormas kemasyarakatan dan pendidikan yang bermitra dan bermitra dengan Kementerian.

“Mendikbud perlu belajar itu. Tidak perlu melibatkan sampai memberi uang membiayai apalagi dana yang diberikan sampai 20 miliar. Sebaliknya Tanoto Faundation, Djarum Foundatiom diajak dan didorong mendanai LSM bidang pendidikan yang memang konsen di bidang penguatan guru,” jelas dia.

Hanief menambahkan bahwa di tengah situasi pandemi saat ini Kemdikbud juga harus membantu pihak atau level yang paling lemah. Dalam hal ini bukan hanya guru, tapi juga penguatan pembelajaran siswa.

“Yang paling lemah itu siapa? Ya, TK, SD, SMP. Di SMA sudah lumayan karena ada gadget dan lainnya. Pada level wilayah pembelajaran yang paling lemah di desa yang tidak terjangkau internet atau kuota,” kata Hanief.

Hanief menilai dampak pembelajaran daring mungkin akan melahirkan klaster ketidakbermutuan dalam pendidikan. Klaster tidak bermutu akan muncul saat pandemi ini di desa di SD, SMP di daerah miskin.

“Itu yang perlu diperkuat. Jangan hanya POP fokus ke guru, tapi perluas juga kepada titik-titik terlemah dari proses pembelajaran. Sebab itu yang jadi ancaman nyata adalah ketidakbermutuan pendidikan. Jangan hanya ke urusan guru, tapi pembelajarannya juga,” tegas Hanief.

Nadiem mengklarifikasi tentang pihak Tanoto Foundation dan Putera Sampoerna Foundation dalam POP. Menurutnya, Kemdikbud telah menyepakati bahwa partisipasi mereka dalam kolaborasi program tersebut tidak akan menggunakan dana dari APBN sepeserpun.

“Mereka akan mendanai sendiri aktivitas programnya tanpa anggaran dari pemerintah. Harapan kami, ini akan menjawab kecemasan masyarakat mengenai potensi konflik kepentingan, dan isu kelayakan hibah yang sekarang dapat dialihkan kepada organisasi yang lebih membutuhkan,” katanya. (rah/nu.or.id)

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *