Ancaman Resesi, Wamenkeu: Jangan Khawatir Urusan Status Ekonomi

Wamenkeu Suahasil Nazara. (Foto/detikfinance)
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



JAKARTA, hajinews.id – Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Suahasil Nazara meminta masyarakat untuk tidak khawatir dengan resesi, tapi yang perlu dilihat adalah tren pertumbuhan ekonomi pada kuartal III dan IV sebagai dampak pandemi COVID-19.

“Kita berusaha supaya kuartal III itu apapun trennya, pokoknya harus positif, artinya pertumbuhan ekonomi kuartal III harus lebih baik dari kuartal dua,” kata Wamenkeu dalam webinar Universitas Lambung Mangkurat dipantau di Jakarta, Selasa (4/8/2020).

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Dia mengatakan Kementerian Keuangan memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia periode April-Juni 2020 akan negatif 4,3 persen atau lebih rendah dari kuartal pertama yang meski turun namun masih tumbuh positif 2,97 persen.

Sedangkan resesi, lanjut dia, merupakan label atau status jika dalam dua kuartal berturut-turut pertumbuhan perekonomian suatu negara negatif.

Pemerintah berharap kuartal III ekonomi Indonesia tidak tumbuh negatif lebih dalam dari sebelumnya, karena sedang menggenjot konsumsi, pengeluaran pemerintah, investasi, dan ekspor “Nah ini yang lagi kita kejar. Kami harap tidak negatif (kuartal ketiga). Tapi kalau sampai negatif, jangan khawatir dengan urusan label,” kata Wamenkeu.

Ia meyakini penurunan pertumbuhan ekonomi pada kuartal I dan II ini karena aktivitas ekonomi terhenti sebagai dampak COVID-19 sehingga penurunan tersebut merupakan bagian dari penyesuaian.

Sedangkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang dilonggarkan di sejumlah daerah untuk menggerakkan ekonomi, lanjut dia, diharapkan diikuti dengan protokol kesehatan agar penyebaran COVID-19 juga bisa ditekan.

“Jadi kalau ekonomi dan kesehatan sekarang harus jadi satu. Kalau kita buka kegiatan ekonomi tapi protokol kesehatan tidak diperdulikan itu bisa jadi bencana,” katanya.

Badan Pusat Statistik (BPS) dijadwalkan mengumumkan pertumbuhan ekonomi RI kuartal kedua 2020 pada Rabu (5/8/2020).

Sebelumnya, secara tersirat pemerintah mengindikasikan Indonesia bisa masuk ke jurang resesi pada kuartal III 2020. Hal ini mengikuti pertumbuhan ekonomi yang terkontraksi atau minus sejak kuartal II 2020.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memproyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia minus 3,8 persen pada kuartal II 2020. Adapun pada kuartal III 2020, pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa minus 1 persen atau tumbuh 1,2 Itu pun, angka proyeksi kuartal II 2020 adalah versi sebelum Sri Mulyani di DPR mengoreksi sendiri perkiraannya.

Di depan DPR, Rabu (15/7/2020), dia menyebut realisasi kinerja ekonomi Indonesia pada kuartal II 2020 diperkirakan minus 3,5 persen sampai minus 5,1 persen, dengan nilai tengah minus 4,3 persen. Apabila benar pertumbuhan ekonomi masih minus pada kuartal III 2020, ini adalah resesi pertama yang dialami Indonesia sejak 1998.

Pakar finansial Ahmad Gozali menyebutkan dampak resesi ekonomi, terutama pada masyarakat kelas bawah adalah tingkat pengangguran yang bertambah. “Produksi dalam negeri berkurang otomatis lapangan kerja juga berkurang. Hal ini menyebabkan naiknya angka kemiskinan,” kata Gozali seperti dilansir dari Kompas.com, Selasa (4/8/2020).

Selain itu, resesi juga bisa menyebabkan deflasi atau penurunan harga, tapi resesi yang berkelanjutan justru menyebabkan hyper inflasi (kenaikan harga sangat tinggi). Gozali mengatakan, hal ini juga akan berdampak sangat berat bagi masyarakah menengah ke bawah. “Pekerjaan makin sulit, dan harga-harga yang melambung naik,” ujarnya.

Meski demikian, Gozali menambahkan bahwa hyper inflasi belum tentu terjadi. Lazimnya yang pertama terjadi adalah deflasi terlebih dulu. “Nah, deflasi ini sudah kita rasakan sekarang,” jelas Gozali.

Gozali menjelaskan, inflasi tinggi akan terjadi jika resesi berkepanjangan, sehingga perusahaan tidak sanggup bertahan kemudian tutup. Akibatnya, kapasitas produksi makin berkurang, sehingga jumlah barang beredar berkurang. “Ini yang kemudian sebabkan inflasi tinggi. Hal ini masih bisa dicegah dengan adanya intervensi dari pemerintah,” terang Gozali. (rah/berbagai sumber)

 

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *