Hikmah Pagi: Manusia Berikhtiar, Allah yang Menentukan

banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



HAJINEWS.ID Setinggi apapun angan manusia, ia tidak akan bisa menolak takdir. Seringkali manusia terlalu panjang berangan-angan sampai-sampai ia lupa terhadap penciptaNya, dengan berdoa kepada sang penentu takdir.

Melansir dari laman JATMAN, Kamis (20/8/2020), dalam Kitab Al-Hikam karangan Syekh Ibnu Atha’illah terdapat untaian mutiara yang berbunyi:

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

سَـوَابِـقُ الْهِمَمِ لاَتَخـْرِقُ أَسْوَارَ اْلأَقْدَارِ

Artinya: “Menggebunya semangat tidak dapat menembus tembok atau benteng takdir,”.

Kaidah itu menjelaskan bahwa bilamana Allah telah menetapkan suatu perkara maka perkara tersebut pasti terjadi begitupun sebaliknya.

Bahkan, jika seluruh umat ini bersatu untuk memberi manfaat dengan sesuatu, mereka tidak akan dapat melakukannya kecuali atas izin Allah Subhanahu wa Ta’ala. Begitupun jika mereka bersatu untuk mencelakakan seseorang dengan sesuatu, mereka tidak akan dapat melakukannya kecuali atas kehendakNya.

Dengan perkembangan sains dan teknologi yang begitu pesat, manusia kerap jemawa merasa bisa melakukan apapun. Ia merasa dirinya sebagai the creator of his/her own destiny. Bahkan bisa jadi dia merasa mampu menjadi pencipta takdir dan nasibnya sendiri.

Kembali ke pernyataan Syekh Ibnu ‘Atha’illah. Jika kalimatnya dicermati, maka seolah pernyataan itu berbau fatalistis yang menyerah pada takdir, ketetapan Tuhan. Lantas benarkah demikian?

Jawabannya jelas keliru. Percaya pada takdir tidak menafikkan pentingnya ikhtiar manusia. Sebagai subjek yang bisa bertindak, manusia wajib memiliki kehendak untuk berbuat dan mengubah sesuatu, bukan malah berpangku tangan.

Namun, kehendak manusia biasanya bertabrakan dengan kondisi eksternal di luar kontrol kita, di mana semua sudah dikontrol oleh takdir Allah yang maha menentukan segalanya. Misalnya, Pemerintah berusaha keras untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi agar tercipta lapangan kerja bagi rakyat.

Namun, kondisi eksternal misalnya situasi ekonomi global, yang tak sepenuhnya ada pada kontrol pemerintah. Keadaan domestik memang relatif bisa dikontrol oleh pemerintah, akan tetapi situasi global, tidak. Sebab, itu masuk dalam ranah kondisi di luar jangakauan. Mungkin itulah analogi sederhana sebuah takdir.

Sedangkan contoh lain, misalnya ada seseorang hendak berangkat ke kampus. Namun, saat di perjalanan ia mengalami kecelakaan yang menyebabkannya dirawat di rumah sakit.

Dari situ diambil kesimpulan bahwa manusia itu bukanlah seperti wayang. Karena wayang itu tidak punya kehendak sama sekali, kehendaknya sudah diatur oleh sang dalang.

Lain halnya dengan manusia, yang masih mempunyai ikhtiar atau usaha dalam kehidupannya. Kendati ikhtiar itu tetap dalam kendlai Allah Ta’ala. Itulah sebabnya, manusia diperintahkan untuk selalu berusaha dan berdoa selama mengarungi hidup di dunia.

 

(sumber: Sindonews)

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

1 Komentar