Puan, Meski Lidah Tak Bertulang Namun Sayatannya Lebih Ngilu Ketimbang Tertusuk Duri Sembilu

banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Puan, Meski Lidah Tak Bertulang Namun Sayatannya Lebih Ngilu Ketimbang Tertusuk Duri Sembilu

Oleh : Ahmad Khozinudin, Sastrawan Politik

Wahai Puan, petuah dibuat untuk nasehat, titah diujar untuk dilaku, bahasa diunggah untuk menyambung rasa. Adalah elok jika sambung bahasa itu untuk mempertautkan hati, bukan untuk menyakiti.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Puan, bingkai jendela bisa diubah, meski paku telah tertancap. Namun pahatan kata, akan terpatri dipalung hati meski sejuta ujar diunggah untuk menyisir geriginya, yang terlanjur menimbulkan ngilu.

Tak elok jika Politik, menjadi altar sesembahan tayangan kejumawaan. Tak cantik, menyeru untuk merapatkan hati namun menggunggah kata nyaris nir empati.

Adat basandi sara’, sara’ basandi kitabullah. Setiap amal, bagi kaum yang terikat akidah Islam wajib terikat dengan iman. Dan iman, melarang memberikan loyalitas apalagi kekuasaan kepada mereka yang berkhianat, kepada mereka yang ingkar, kepada mereka yang zalim, kepada mereka yang anti Islam.

Ah rasanya perih akibat luka yang ditimbulkan masih tersisa, bongkahan sayatannya masih menganga. Tapi Puan, terbiasa dengan garam, bukan untuk membuat hidangan menjadi nikmat, tapi untuk menabur luka dan menimbulkan rasa perih tak terkira.

Puan, kiranya cukup kekuasaan yang berlimpah. Biarlah kami mandiri, diatas sendi agama kami, diatas nalar waras kami, untuk tegak berdiri menentukan masa depan. Tak ada hak bagi puan, menunjuk hidung kami, padahal puan juga masih berlumuran ingus dalam mengelola negeri.

Pancasila, bukanlah akidah kami. Akidah kami adalah Islam. Tak penting lagi bagi kami, semua fitnah dan segala tuduhan.

Apa yang muncul dari mulut, adalah konfirmasi sikap batin. Cukuplah, semua pentas yang dihadirkan, menunjukan jati diri yang makin menguatkan sikap, untuk tetap berseberangan karena memang beda pilihan jalan.

Puan, dosakah hamba membenci dikau ? Dikau bukanlah Aryati, sekuntum mawar asuhan rembulan. Dikau, adalah duri kaktus tanpa wangi, yang tetap tak indah meskipun ditengah terik dan tandusnya padang pasir.

Puan, jangan menebar angin, biasanya angin ditebar dituailah badai. Jangan menyalakan api, sebab keadaan umat ini ibarat jerami kering yang mudah terbakar.

Umat ini rela terbakar, untuk membawa Turut serta terbakar, siapapun yang mendengki terhadap Islam. Puan, jangan ragukan kerinduan kami pada jalan menuju ridlo’Nya, untuk berkorban segalanya.

Sungguh, setiap masa akan melahirkan tokoh. Setiap tokoh akan menjadi petikan hikmah, tentang kebajikan maupun keburukan. Jadilah warisan sejarah kebajikan, bukan hanya mengabadikan diri menjadi sejarah.

Sebab Fir’aun juga tokoh, juga abadi dalam sejarah. Namun ia, bukan tokoh dari sejarah yang melambangkan kebajikan.

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *