PSBB Anies Disalahkan, Refly: Penanganan Covid di Pusat Semrawut

Refly Harun. (dok)
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



JAKARTA, hajinews.id – Protes dilancarkan oleh sejumlah kalangan terhadap Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan yang memberlakukan kembali Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) total. Bahkan belakangan juga muncul tuntutan di ruang publik agar Anies dinonaktifkan.

Usulan isu penonaktifan Anies sebagai Gubernur DKI pertama kali muncul dilontarkan oleh Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Arief Pouyono. Arief beralasan, kebijakan Anies menetapkan kembali PSBB total di ibu kota telah melanggar peraturan kedaruratan soal penanganan Covid-19 Sebab tak berkoordinasi terlebih dahulu dengan pemerintah pusat dalam hal ini Presiden Joko Widodo (Jokowi) atau Menkes Terawan Agus Putranto.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Pakar Hukum Tata Negara Refly Harun di saluran Youtube-nya, Jumat (11/9/ 2020), mengatakan kebijakan PSBB total di DKI bukan kesalahan Anies semata, melainkan ada kesemrawutan penanganan pandemi Covid-19 di tingkatan pusat selama ini.

Semrawutnya penanganan Covid-19 di tingkatan pusat, kata Refly, setidaknya ada sejumlah tim bercabang yang kini menangani Covid-19. Pertama, ketika  Jokowi mengumumkan Darurat Kesehatan Masyarakat, di mana berdasarkan UU nomor 6 tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan, maka leading sektornya sebenarnya adalah Menkes Terawan Agus Putranto.

Namun ketika diumumkannya Darurat Kesehatan Masyarakat, diumumkan kembali Darurat Bencana Nasional, di mana leading sektornya dipimpinKepala BNPB Doni Monardo. “Jadi dua status darurat itu sepanjang pengetahuan saya, tidak dicabut (sampai kini). Jadi di sini saja ada dua nakhoda. Eh, ternyata nakhoda ini belum menyelesaikan tugasnya ada lagi dibikin nakhoda baru lagi, yakni (ketiga) Komite Penanganan Covid, dan Pemulihan Ekonomi,” ujar Refly.

Adapun ketua komite itu adalah Menteri Perekonomian Airlangga Hartarto, sedangkan pelaksana hariannya adalah Menteri BUMN Erick Thohir. Mereka diangkat dengan perpres, sementara Menkes dan BNPB didasarkan pada undang-undang.

“Dan Erick Thohir ini membawahi dua satuan tugas yang dibawahi Doni Monardo, Kepala BNPB, dan Ketua Tugas Pemulihan Ekonomi yang diketuai oleh Budi Gunadi Sadikin. Jadi dari sini saja, sudah melanggar dua undang-undang sekaligus. Undang-undang tentang Kekarantinaan Kesehatan, dan Undang-undang Penanggulangan Bencana,” beber Refly.

“Padahal dua undang-undang ini masih eksis, di mana soal Kekarantinaan Kesehatan leading sektornya Menteri Kesehatan, dan Kedaruratan Bencana dipimpin oleh BNPB,” lanjut Refly menjelaskan kembali.

Oleh karena itu Refly menegaskan bahwa dari kesemrawutan penanganan Covid-19 di tingkat pusat, maka jangan menyalahkan Anies andai turut menyumbang kesemrawutan dalam pengambilan kebijakan.

Sebab, sambung Refly, tim yang baru dibentuk itu jelas bertentangan dengan UU. Menurut Refly sangat terlihat adanya kekacauan penanganan Covid-19 serta birokrasinya yang tidak jelas. “Harusnya (Anies) memang izin dulu ke Menteri Kesehatan,” ucap Refly.

“Tapi jangan lupa, DKI pernah menerapkan PSBB. Persoalannya apakah ketika akan menerapkan PSBB kembali, harus izin lagi ke Menteri Kesehatan? Atau kah izin yang pertama saja? Ya menurut saya pertama saja lah izinnya,”tambah Refly.

Refly menilai bahwa apa yang dilakukan Anies dapat dipahami untuk bertindak dulu sebelum jatuh lebih banyak korban. Sebab, menunggu izin PSBB dari Menkes birokrasinya lama.

Lebih jauh Refly lantas menjelaskan bagaimana jika pemerintah pusat tidak setuju dengan kebijakan Anies sebab pemerintah pusat bisa melakukan veto pada keputusan tersebut. “Berdasarkan undang-undang yang berhak menentukan status PSBB itu adalah menteri sesungguhnya. Tapi kita harus lihat kondisi objektifnya, jangan hanya main kekuasaan, kalau memang main kekuasaan, jatuhnya sengketa itu ke MK, akan diputuskan nantinya,” terang Refly.

Sebelumnya, Anies Baswedan memutuskan kembali menerapkan pemberlakukan PSBB total pada 14 September 2020, menyusul tingginya kasus positif Covid-19 yangterus meningkat. Anies menyatakan dengan tegas untuk menarik “rem darurat” untuk menghentikan PSBB Transisi pada Rabu (9/9/2020) dan mengembalikannya kepada kebijakan PSBB Jakarta yang diperketat. (rah/berbagai sumber)

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *