MERAPAT

MERAPAT
Drs.H.Ahmad Zacky Siradj
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



MERAPAT

Oleh : Drs.H.Ahmad Zacky Siradj/Ketua Umum IKALUIN/Ketua Umum PBHMI 1981-1983.
Sementara ini tidak boleh mendekat apa lagi merapat, tapi diharuskan menjaga jarak, alasannya adalah karena sedang mewabahnya sebuah jenis penyakit yang cepat menular dan mematikan, hindari keramaian yang dimungkinkan terdapat kerumunan orang, selalu menggunakan masker dan mencuci tangan, jika pulang berpergian segera mandi dan ganti pakaian, baru setelah itu bisa bertegur sapa dengan seisi rumah, terasa betul memang dan berpengaruh langsung terhadap kehidupan keseharian, banyak negara bangsa diberbagai belahan dunia yang dilanda oleh menularnya secara cepat penyakit ini, hingga negeri kitapun di cap sebagai kandang penyebarannya, akibatnya banyak negara yang mengisolasi negeri tercinta ini.
Ada dua kecamatan yang sangat kontras menyikapi soal corona ini, walaupun secara geografis kedua kecamatan ini sangat berdekatan, seperbatasan, katakanlah kecamatan “a” dengan ketatnya melaksanakan protokol kesehatan, apapun yang dianjurkan pemerintah diikuti dan dilaksanakan oleh warganya, kebetulan camat dan kepala desa berikut aparatnya memberi contoh pada masyarakatnya, sementara kecamatan “b” sama sekali tidak melaksanan protokol kesehatan, dikecamatan ini malah tidak percaya sama sekali pada adanya corona, walaupun kalau keluar kecamatan mereka pakai masker, sekedar menghindari berurusan dengan polisi, lebih-lebih ketika ada berita bahwa di jakarta ada konser besar pertunjukan musik dan ada lelang segala, semakin yakinlah, mereka bilang jangan mau dibohongi orang jakarta. Anehnya dikecamatan “a” ada berita yang terpapar dua orang, sementara dikecamatan “b” hingga saat ini tidak ada kedengaran berita warganya terpapar corona.
Selain itu ada berita yang mungkin menggelikan, jadi ketika demonstrasi di jakarta kan banyak para demonstran yang dipukuli, dijemur, lalu ada juga yang diborgol dengan borgol pelastik di masukan kepenjara, mereka bilang tuh dijakarta corona semakin merapat, gawat lalu mengamuk, ada yang memukul menjemur memasukan ke penjara, sementara corona di daerah kita paling hanya lewat-lewat saja dan tidak merapat pada kita…begitulah orang pedesaan menilai corona.
Ketika melakukan baris berbaris tetap saja perintahnya merapatkan barisan, tidak ada perintahnya, ambil jarak…! ..lencang kanan, lencang kiri tetap saja demikian, lencang dua kali kiri, lencang dua kali kanan tidak ada perintah seperti ini, yang terjadi pada upacara senin pagi menaikan sang saka merah putih, sekolah dasar ini unggulannya tahfidz tapi dalam memelihara dan merawat semangat nasionalisme dengan melaksanakan upacara secara langsung (off line) seakan mengalahkan —jika ada kompetisi— dengan sekolah-sekolah dasar negeri, dengan tetap merapat kesekolahnya, dengan tentu saja para guru dan siswanya tetap menggunakan masker…sebagaimana protokol kesehatan yang dianjurkan…para siswan ini begitu patuh turut pada gurunya. Sebagaimana kata ungkapan bila seorang pemimpin ingin diikuti berilah contoh yang baik, hingga rakyat banyak meneladaninya.
Walaupun berjarak selang satu orang, boleh dikatakan tetap merapat tetap dalam keadaan rapat dan terjaga aman seperti dikendaraan umum tidak ada lagi kedengaran kehilangan dompet ataupun hand phone, karena hal ini terjadi jika keadaannya berdesak-desakan, begitulah shalat berjamaan atau shalat jum’at dan memang ada beberapa mesjid yang melaksanaka shalat berjama’ahnya dengan tertib protokol kesehatan sebelum masuk dicek suhu badannya disuruh untuk mencuci tangannya disediakan kantong kresek untuk tempat sandalnya. Hal serupa ini mungkin pula dilakukan oleh ummat agama lain yang melaksanakan peribadatan secara bersama-sama.
Lagi-lagi keunikan itu terjadi, ya kurang lebih bejarak satu kilometeranlah ada dua mesjid yang seperti kecamatan “a” dan kecamatan”b” diatas itu, jadi masing-masing imam besarnya berbeda pandangan yang satu menganjurkan untuk menggunakan protokol kesehatan, sementara yang satunya lagi menjalankan shalat berjama’ahnya seperti biasa sebelum ada berita corona, kedua masjid yang berbeda pandangan ini —dalam menyikapi corona— bukan masjid yang letaknya di dusun pedesaan, jauh dari kota atau dari ibu kota, tapi dua masjid ini adanya di ibu kota dalam satu kecamatan, tokoh-tokoh dari kedua mesjid ini bila ada pengajian warga tetap merapat malah suka guyonan.
Jadi dari phenomena masyarakat yang tergambar dari dua kecamata, dari kedua masjid diibukota semangat sosialnya harus tetap merapat akrab saling memperhatikan, menjalin ukhuwah untuk saling mengasihi (watawa shaubil marhamah), sehingga kita harus tetap berikhtiar untuk senantiasa merapatkan diri pada tuhan (taqarrub ilallah) sehingga tentu saja tuhan pun akan terus merapat pada kita bahkan merapatnya itu lebih dekat lagi dari urat nadi kita (aqrabu min hablil warid}. Wa Allahu a’lam, (azs18102020).
banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *