Adagium Islam, Din Syamsuddin: Tidak Kewajiban Menaati Pemimpin yang Melangar Aspirasi Rakyat

Presidium KAMI, Din Syamsuddin. Foto: Dok Instagram
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Jakarta, Hajinews.id – Mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsuddin menyamapaikan sebuah adagium bahwa kewajiban rakyat gugur apabila pemimpin melanggar aspirasi masyarakatnya.

Hal ini terkait merespons sikap pemerintah yang mengabaikan suara rakyat, mulai dari penundaan Pilkada 2020 hingga pembatalan Omnibus Law Undang-Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker).

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

“Ada adagium dalam etika politik Islam, tidak ada kewajiban taat kepada pemimpin yang istilah arabnya bermaksiat kepada Allah, yang melanggar aspirasi rakyat,” kata dalam video daring, Kamis (22/10/202).

Presidium Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) ini juga menyitir Sila keempat Pancasila. Menurutnya, pemimpin yang baik adalah pemimpin yang secara hikmah dan bijaksana mendengar suara rakyat.

Din mengkhawatirkan sikap pemerintah ini berdampak buruk. Sebab menurutnya, sejarah mencatat pemimpin yang bersikukuh terhadap pendapatnya sendiri tak akan berujung baik.

“Kalau ini terus-menerus terjadi, tidak ada titik temu, pemimpin merasa benar, merasa punya kuasa, terakhir sudah ada penilaian, baik pakar dalam dan luar negeri, masalah besar bangsa ini ada gejala pembangunan kediktatoran konstitusional,” ucapnya.

Sebelumnya, pemerintah dan DPR sepakat mengesahkan Omnibus Law UU Cipta Kerja. Pengesahan dikebut di tengah penolakan berbagai elemen masyarakat terhadap undang-undang tersebut.

Dampaknya, aksi unjuk rasa digelar di sejumlah daerah sejak Senin, 5 Oktober 2020 saat RUU Cipta Kerja disahkan di Rapat Paripurna DPR RI. Buruh dan mahasiswa jadi motor penggerak demonstrasi di berbagai pelosok negeri.

Meski begitu, undang-undang tersebut tak kunjung dicabut. Presiden Jokowi justru menyebut aksi unjuk rasa disebabkan disinformasi dan hoaks. Ia pun menganjurkan para pihak yang menolak untuk menggugat ke Mahkamah Konstitusi (MK). (mh)

 

 

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *