HAEDAR NASIR, ABDUL MU’TI, DAN EMMANUEL MACRON

HAEDAR NASIR, ABDUL MU'TI, DAN EMMANUEL MACRON
Drs. Budi Nurastowo Bintriman
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



HAEDAR NASIR, ABDUL MU’TI, DAN EMMANUEL MACRON

Oleh : Drs. Budi Nurastowo Bintriman

Penghinaan terhadap Rasulullah SAW yang dilakukan oleh seorang guru di Prancis belum lama ini jelas akan berbuntut panjang. Setidaknya ia sendiri kemudian tewas secara tragis. Lehernya ditebas oleh muridnya sendiri, yang tak bisa terima atas penghinaan tersebut.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Buntut panjang atas penghinaan tersebut di atas sangat bisa kita maklumi. Khususnya bagi umat Islam yang punya ghirah terhadap ajaran dan nilai-nilai agamanya. Di mana secara universal, ghirah yang demikian itu adalah kebenaran. Ghirah terhadap keduniaan saja bisa berdampak luar biasa. Apalagi ini ghirah terhadap hal yang transenden.

Dan ghirah itu musti dilandasi oleh kesepakatan universal “saling menghormati” terhadap agama orang lain. Agama apapun itu. Sehingga kebebasan berekspresi sekalipun, pasti ada batasnya. Teori ini sesungguhnya juga bersifat universal.

Dua peristiwa itu (penghinaan dan pemenggalan leher) kemudian diimbuhi pernyataan Emmanuel Macron (Presiden Prancis), yang tak kalah hebohnya. Menurut Macron, bahwa penghinaan ajaran Islam (tentang konsep kenabian) itu adalah salah satu sisi kebebasan berekspresi belaka. Sedang pemenggalan leher (sebagai reaksinya) adalah aksi teroris, yang musti dikutuk bersama.

Episode selanjutnya, Macron banyak diprotes oleh umat Islam hampir dari seluruh dunia. Tapi Macron tak bergeming sedikitpun atas pendiriannya tersebut. Maka timbul gelombang “perlawanan” dari umat Islam yang beraneka ragam tuntutannya. Ada yang menuntut, agar Macron minta maaf, agar Macron mencabut pernyataannya, agar negeri Prancis dikucilkan, agar produk-produk Prancis diboikot, agar memutus hubungan diplomatik, dan lain sebagainya.

Tak pelak, buntut panjang itu merembet hingga ke Tanah Air. Tulisan ini lebih ditujukan untuk menanggapi pernyataan Haedar Nasir dan Abdul Mu’ti (Ketua Umum dan Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah). Mengapa? Karena salah satu alasannya, beliau berdua yang mulia adalah pimpinan saya di Persyarikatan Muhammadiyah. Saya sekedar warga akar rumput ber-NBM : 576.926, yang berkiprah sebesar cuwilan debu.

Dalam quote yang dibikin oleh ib.times, Haedar Nasir menyebutkan, “Kita jangan masuk ke dunia kecil”. Ini yang dimaksud dengan “dunia kecil” siapa atau pihak mana? Alangkah baiknya, HN langsung tunjuk hidung saja, siapa “dunia kecil” itu. Jika ini dilakukannya, maka akan ada kepastian atau kejelasan. Dengan kepastian atau kejelasan, niscaya akan muncul bantahan hingga terjadi dialektika sehat. Tidak sekedar menjadi tebaran-tebaran angin tanpa arah dan tanpa arti.

Dan juga, Haedar Nasir menyatakan suatu hal dengan kalimat, “Keburukan tidak harus dibalas setimpal”. Ini HN bicara dalam konteks apa, dalam konteks syari’at kah, atau dalam konteks akhlaq kah? Jika HN bicara dalam konteks akhlaq, ya itu masih bisa dibenarkan. Tapi jika HN bicara dalam konteks syari’at, maka bisa menjadi sangat jauh berbeda konsekuensinya. Ingat, bujankah di dalam syari’at Islam ada dikenal konsep “qishash”?! Jadi dalam hal yang ke dua inipun, HN tak berani bicara secara jelas dan terang-terangan. Kesimpulannya, quote-nya itu bersayap-sayap. Meski begitu tampak, bahwa istilah “dunia kecilnya” lebih tertuju kepada pihak-pihak yang reaktif (terhadap penghinaan Rasulullah SAW).

Sedang Abdul Mu’ti sebagai sekretaris umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, bicara lebih jelas. Di detikNews, AM menyatakan, bahwa pemenggalan leher (kepala) penghina Nabi Muhammad SAW itu adalah tindak kriminal. Pendapat ini dimunculkan mungkin setelah ada pernyataan dari Mufti Mesir, yang mengutuk pemenggal leher penghina Rasulullah SAW.

Lagi-lagi, banyak tokoh atau pihak yang kemudian malah jadi lebih perhatian kepada akibat (reaksi) daripada sebab (aksi). Ini gejala apa? Bukankah kita sebagai umat Islam, mestinya adil atau proporsional dalam memberi porsi perhatian terhadap kasus panas itu. Yaitu sama-sama perhatian kepada “sebab” (aksi penghinaan Rasulullah SAW) maupun kepada “akibat” (reaksi pemenggalan).

Abdul Mu’ti secara lebih jauh kemudiam mengaitkan aksi pemenggalan tersebut dengan Al-Qur’an surat Al-Maidah ayat 32. Ia menyatakan bahwa, membunuh satu orang yang tidak berdosa sama dengan membunuh seluruh manusia penghuni bumi. Oleh karena itu, izinkan saya memberikan beberapa tanggapan kepada Haedar Nasir dan Abdul Mu’ti, sebagai berikut : (1) Haedar Nasir dan Abdul Mu’ti telah berlaku tak adil dalam menyoroti aksi penghinaan – reaksi pemenggalan atau sebab-akibat. Akibat logisnya, dalam hal ini, HN, dan AM nyaris tak ada bedanya dengan Macron. Sangat-sangat memprihatinkan, untuk kapasitas mereka berdua sebagai Ketua Umum dan Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah.

(2) Kemudian Abdul Mu’ti mengaitkan kasus pemenggalan leher tersebut dengan Al-Qur’an surat Al-Maidah ayat 32. Tapi tampaknya AM tak membaca lanjutan kandungan substansial ayat tersebut di ayat lanjutannya, yaitu di ayat 33-nya. Ketika AM memenggal begiru saja ayat 32 dengan ayat 33, maka dasar pengaitannya jadi sekedar asal-asalan belaka. Akibatnya, kesimpulannya pun jadi asal-asalan juga. Mengapa? Apa iya sih, pemenggalan leher itu murni pembunuhan terhadap orang yang tidak bersalah atau orang yang tidak berdosa…???

Dalam kajian ulumul Qur’an, ada konsep yang dinamakan “munasabah”. Pada intinya konsep itu membahas perihal hubungan kedekatan antara satu ayat dengan ayat yang ada di depannya ataupun yang ada di belakangnya. Bahkan, ayat terakhir pada suatu surat punya hubungan kedekatan dengan ayat pertama pada surat berikutnya (suratnya berlainan). Nah, yang dikaitkan oleh Abdul Mu’ti itu apalagi masih dalam satu surat. Artinya sangat disayangkan, jika konsep “munasabah” ini luput dari perhatian AM.

(3) Menurut Macron, pemenggalan leher tersebut di atas adalah aksi teroris (perspektif Barat atau islamophobia). Sedang menurut Abdul Mu’ti aksi pemenggalan leher itu adalah sebagai tindakan kriminal (perspektif legal-formal). Menurut Mufti Mesir, pemenggalan leher itu adalah tindakan terkutuk (perspektif sosial-teologis). Tampaknya aksi pemenggalan leher bisa disorot dari semua perspektif. Sungguh sangat disayangkan, laku penghinaan sebagai penyebab justeru tak disorot oleh AM secara lebih detail sebagaimana ia menyoroti aksi pemenggalan. Ini jelas-jelas tak proporsional dan tak adil.

(4) Sejatinya jika pernyataan Haedar Nasir dan Abdul Mu’ti hanya sekedar reaksi atas maraknya aksi-aksi dari “dunia kecil” yang semakin keras, maka itu artinya HN dan AM pun ternyata jatuh ke level kaum reaktif juga akhirnya. Yang demikian ini tentu sangat memprihatinkan, untuk sekapasitas mereka berdua. Setidaknya, AM jelas-jelas sekedar terpancing oleh pernyataan menantunya Habib Rizieq. Di mana ia menyatakan, bahwa pemenggal leher penghina Rasulullah SAW adalah pahlawan.

Sebagai pimpinan organisasi massa keislaman yang berkemajuan, saya lebih berharap Haedar Nasir dan Abdul Mu’ti bisa secara kongkrit memberi solusi. Solusi yang bisa mencegah terhadap munculnya aksi-aksi penghinaan terhadap kesucian agama, agama apapun dan agama di manapun di dunia ini. Di mana kemudian solusi itu sekaligus bisa mencegah terjadinya reaksi-reaksi atasnya, yang justeru kontra produktif bagi banyak pihak atau bagi semua pihak seperti keadaan sekarang ini.

Apa iya sih, pernyataan Haedar Nasir dan Abdul Mu’ti justeru kalah berkemajuannya daripada pernyataan Presiden Joko Widodo? Di mana Presiden Joko Widodo justeru dengan tegas dan sererhana menyatakan, bahwa pernyataan dan sikap Macron yang demikian itu bisa memecah-belah umat beragama di dunia. Atas perbedaan dalam hal ini, maka bisa jadi Macron lebih menyukai HN dan AM ketimbang menyukai Presiden Joko Widodo.

Hal itu merupakan ironika yang luar biasa sangat mengecewakan. Maka warga Muhammadiyah (setidaknya saya sebagai penulis artikel ini) layak untuk berduka yang mendalam.

Wa-ALLAHU a’lam bishshawwab..

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

1 Komentar