Pakar Hukum Sepakat, UU Ciptaker Cacat Hukum

Massa menolak UU Ciptaker. Foto: Dok Detik
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Jakarta, Hajinews.id – Sejumlah pakar hukum sepakat menyatakan bahwa Omnibus Law Undang-Undang Cipta Kerja (UU) cacat hukum dalam proses pembentukannya. Aturan tersebut baru saja disahkan Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Kekelirahan dalam UU Ciptaker berjumlah 1.187 halaman itu di antaranya, pertama, pada Pasal 6 Bab III Peningkatan Ekosistem Investasi dan Kegiatan Berusaha Bagian Kesatu Umum UU Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Pasal itu merujuk pada Pasal 5 ayat (1) huruf a. Sementara di Pasal 5 tak memiliki ayat sama sekali.

Kemudian, Pasal 151 Bab IX Kawasan Ekonomi Bagian Ketiga Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Paragraf 1 Umum halaman 729 UU Cipta Kerja.

Permasalahan pasal ini juga terkait rujukan pasal sebelumnya. Pasal 151 ayat (1) merujuk pasal 141 huruf b. Dilihat lebih seksama, Pasal 141 UU Ciptaker tak memiliki turunan huruf dan berbeda konteks dengan Pasal 151.

Kemudian kekeliruan ditemukan pada 175 Poin 6 berisi perubahan Pasal 53 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan.

Dalam pasal 175 Poin 6 itu disebut bahwa Pasal 53 ayat (5) UU Nomor 30 Tahun 2014 itu merujuk pada ayat (3), padahal seharusnya merujuk pada ayat (4).

Pihak Istana sendiri telah mengakui kekeliruan dalam UU Ciptaker yang diteken Jokowi. Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Pratikno menyatakan, kekeliruan UU tersebut hanya bersiat teknis alias tidak berpengaruh terhadap implementasi UU.

Istana juga telah menjatuhkan sanksi disiplin kepada pejabat terkait yang melakukan kesalahan dalam proses menyiapkan draf RUU sebelum diajukan kepada Presiden.

“Kekeliruan tersebut bersifat teknis administratif sehingga tidak berpengaruh terhadap implementasi UU Cipta Kerja,” kata Pratikno.

Pakar Hukum Tata Negara Universitas Parahyangan Asep Warlan Yusuf menjelaskan, kesalahan tanda baca seperti titik dan koma dalam sebuah produk hukum saja sudah salah, lantaran tanda baca hingga kata penghubung dalam UU tak lain merupakan bahasa hukum.

“Saya prihatin pejabat tinggi seperti beliau menganggap enteng titik, koma, pasal, ayat, itu dianggap administratif dan bisa berubah. Jangan dianggap enteng, ini negara hukum,” ujar Asep Warlan Yusuf.

Sementara Pakar Hukum Tata Negara Bivitri Susanti menilai, kesalahan teknis yang terjadi setelah ditandatangani presiden menjadi gambaran, UU Ciptaker sudah cacat sejak dalam prosedur dan substansi.

“Menurut saya yang paling ngaco adalah bahwa pemerintah mengerdilkan proses legislasi seakan orang lagi bikin makalah atau skripsi kalau ada kesalahan langsung saja direvisi,” tegas Bivitri.

Ahli Hukum Tata Negara Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed), Muhammad Fauzan berpendapat, kesalahan penulisan ataupun redaksional tak dapat dibenarkan dalam perspektif teori perundang-undangan.

“Kan tidak bisa seperti itu, ini kan menunjukkan ada mekanisme penyusunan yang memang kecermatannya kurang paling tidak menurut saya,” kata Muhammad Fauzan.

Mantan Hakim Konstitusi, I Dewa Gede Palguna mengakui bahwa setiap bentuk kesalahan yang termuat dalam UU Ciptaker memang tak dapat diterima lantaran bertentangan dengan prinsip keseksamaan dan kehati-hatian dalam pembentukan hukum.

“Tak perlu menjadi hakim konstitusi untuk menilai dan mengatakan bahwa kelalaian semacam itu adalah keteledoran yang tidak dapat diterima secara politik maupun secara akademik,” tukasnya. (mh)

 

 

 

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *