Waspada, Ada Kluster Koruptor Di Pilkada 2020

Ada Kluster Koruptor Di Pilkada 2020
ilustrasi : koruptor pilkada
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Oleh : Ahmad Khozinudin, Sastrawan Politik

Hajinews – Idealnya, pemilihan kepala daerah menghasilkan pemimpin yang melayani daerah, berintegritas, jujur, amanah, memajukan daerah, dan meningkatkan kesejahteraan rakyat daerah. Hingga hari ini, belum ada penelitian atau data rujukan yang dapat dijadikan argumen bahwa Pilkada berkorelasi positif dengan kemajuan dan kesejahteraan rakyat.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Hanya saja, jika adanya Pilkada berkorelasi pada peningkatan korupsi, tak perlu pusing mencari data. Googling sebentar, akan muncul banyak data kepala daerah yang dicokok KPK. Jadi, kalau ada yang menyatakan “Pilkada langsung berkorelasi positif pada peningkatan kesejahteraan masyarakat di daerah” itu mitos, hanya jampi jampi politik.

Tapi, jika ada yang mengatakan Pilkada berkorelasi pada peningkatan korupsi di daerah, ini fakta. Datanya mudah ditemukan, dan rasanya data itu terus mengalami peningkatan yang signifikan.

Terakhir, dua kader PDIP di Cimahi dan Banggai Laut dicokok KPK dalam waktu relatif singkat. Mereka kepala daerah, sekaligus calon kepala daerah yang ikut Pilkada tahun 2020.

Pilkada tahun 2020 ini selain dikhawatirkan akan menjadi kluster penularan virus Corona, karena dilaksanakan pada situasi pandemi, juga berpotensi menjadi kluster koruptor di daerah. Untuk kasus virus Corona, belum terlihat adanya penurunan. Akan tetapi datanya kian melejit.

Per Kamis (3/12/2020), jumlah pasien baru hingga menembus angka 8.369 pasien. Berdasarkan data Kementerian Kesehatan (Kemenkes) kasus baru Covid-19 tersebut membuat total konfirmasi positif di Indonesia menembus 557.877 orang.

Namun ada bahaya lain dari Pilkada yang lebih berbahaya. Bukan saja potensi menjadi kluster penyebaran virus Corona, tetapi juga menjadi kluster penyebaran korupsi di daerah.

Mendagri Tito Karnavian menyebut seorang calon Bupati minimal punya kocek Rp. 30 miliar untuk modal Pilkada. KPK menyebut antara 20-30 Miliar. Padahal, gaji kepala daerah sebagaimana diungkap Bupati Purbalingga, dibawah 10 Juta.

Fakta ini menunjukkan, bahwa seluruh calon kepala daerah secara sadar menjadi calon koruptor dan akan korupsi setelah menang Pilkada. Sementara para pemilih, juga sadar akan memilih calon koruptor. Jika Pilkada 9 Desember digelar dan banyak rakyat yang mengikuti, patut diduga Pilkada tahun 2020 akan menjadi kluster penyebaran korupsi.

Semua ini berpangkal pada rusaknya sistem demokrasi sekuler, dimana kekuasaan dipahami sebagai barang dagangan yang dapat diperjualbelikan. Bukan amanah yang kelak akan dipertanggungjawabkan di Akhirat.

Sudah saatnya, umat Islam bercerai dengan demokrasi. Sudah hampir satu abad, umat ini bercengkrama dengan demokrasi. Hasilnya ? Kezaliman, penderitaan, kemiskinan, kemaksiatan, kebangkrutan, keterbelahan, dan berbagai tragedi kemanusiaan. Sudah saatnya, umat ini kembali pada syariat Islam yang kaffah, dengan berjuang menegakkan Khilafah.

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *