Hukuman Mati Baru Sebatas Ilusi

banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Jakarta, hajinews.id – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak menjerat Menteri Sosial (Mensos) Juliari P Batubara (JPB) dengan sangkaan hukuman mati berdasarkan pasal 2 ayat 2 Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Padahal, Mensos Juliari diduga melakukan tindak pidana korupsi berupa menerima suap dari pihak swasta terkait bantuan sosial (Bansos) untuk penanganan Pandemik Covid-19 di wilayah Jabodetabek. Pasal yang dikenakan terhadap politikus PDI-P itu pun tak sesuai janji Ketua KPK Firli Bahuri pada beberapa bulan yang lalu.

Menanggapi hak tersebut, menurut Menko Polhukam Mahfud MD, saat ini tak ada negara yang dinyatakan dalam keadaan berbahaya dan Covid-19 tidak termasuk dalam bencana alam.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

“Sekarang ini pemerintah sedang menyatakan bencana non alam. Banyak orang menyatakan justru bencana non alam Covid ini lebih besar dampaknya daripada bencana alam nasional,” ujar Mahfud dilansir kompas

Mahfud menegaskan jika Indonesia tidak sedang mengalami krisis ekonomi, melainkan resesi.Sehingga pasal 2 ayat 2 tak disangkakan terhadap Juliari.

“Yang dinyatakan resesi itu tidak sama dengan krisis ekonomi, resesi itu adalah manakala pertumbuhan ekonomi kita minus dua kuartal berturu-turut, itu resesi namanya,” lanjutnya.

Penilaian yang berbeda disampaikan oleh, Ahli hukum pidana dari Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar menilai hukuman maksimal berupa pidana mati pantas dikenakan terhadap Menteri Sosial (Mensos) Juliari P Batubara selaku tersangka kasus korupsi dana bantuan sosial atau bansos Covid-19. Penerapan hukuman mati itu juga dinilai perlu untuk memberikan efek jera.

“Hukuman mati bagi sangkaan Pasal 2 Ayat 2. Jadi sangkaan atau dakwaannya harus “membuat SK penunjukan bagi perusahaan tertentu dengan menitip harga pada setiap unit bansos”, sehingga merugikan keuangan negara.Jadi bukan korupsi suap, karena korupsi suap tidak bisa dihukum mati,” ujarnya.

Sementara, Ketua Asosiasi Ilmuwan Praktisi Hukum Indonesia (Alpha), Azmi Syahputra. Menurutnya, secara yuridis dan fakta, kata dia, kasus bansos Covid-19 merupakan rangkaian kejahatan secara sistemik, terorganisir. Sebab, fee paket bantuan sudah diterima berkali-kali dan secara sosiologis, tindakan Menteri Sosial Juliari Batubara mencoreng kewibawaan pemerintah.

“Menteri Sosial dan oknum pegawai serta pengusaha yang ‘bermental maling dan rakus’ mengambil keuntungan pribadi dari bantuan untuk rakyat,” tegasnya.

Menurut Azmi, tindakan Mensos adalah bentuk nyata kejahatan sistemik. Dalam hukum penangugulangan kejahatan yang sistematik harus dikenakan hukuman mati. Asas crimina morte extinguuntur. .

Terpisah, Direktur Eksekutif Institute For Criminal Justice Reform (ICJR), Erasmus A. T. Napitupulu, menentang wacana hukuman mati sebagai solusi pemberantasan korupsi. ICJR, imbuhnya, merekomendasikan pemerintah agar fokus pada visi pemberantasan rasuah.

“Dengan memperbaiki sistem pengawasan pada kerja-kerja pemerintahan khususnya dalam penyaluran dana bansos dan kebijakan penanganan pandemi lainnya. Pengguna pidana mati tidak pernah sebagai solusi akar masalah korupsi,” jelasnya.

Erasmus berpendapat, selama ini hukuman mati di Indonesia cenderung digunakan sebagai narasi populis, seolah-olah negara telah bekerja efektif dalam menanggulangi kejahatan, termasuk korupsi. Padahal, faktanya tidak ada satu pun permasalahan kejahatan yang dapat diselesaikan dengan menjatuhkan pidana mati. (Sitha/dbs).

 

 

 

 

 

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *