Hikmah Siang : Hudzaifah, Sahabat Rasul yang Dididik Mengenal Kemunafikan

banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Hikmah siang ini, Hudzaifah bin Yaman adalah seorang sahabat yang secara khusus dididik Nabi SAW untuk mengenal kemunafikan. Semua itu berawal karena kebiasaannya yang berbeda dalam mengajukan pertanyaan kepada Nabi SAW.

Hajinews.id – Umumnya para sahabat bertanya tentang berbagai macam amal kebaikan dan pahala-pahala yang dijanjikan, dan mereka berlomba-lomba untuk melakukannya. Sementara Hudzaifah cenderung bertanya tentang berbagai macam amal keburukan/kejahatan dan bahaya-bahayanya, karena ia ingin menjauhinya sejauh-jauhnya.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Suatu ketika ia menghadap kepada Nabi SAW dan bertanya, “Wahai Rasulullah, dahulu kita berada dalam kebodohan (jahiliah) dan diliputi kejahatan, kemudian Allah mendatangkan kebaikan ini bagi kita. Apakah setelah kebaikan ini akan ada kejahatan lagi?”

“Ada!” Kata Nabi SAW.

“Apakah setelah kejahatan itu, masih adakah kebaikan lagi, ya Rasulullah?”

“Memang ada, tetapi keadaannya kabur dan penuh bahaya!!” Kata beliau lagi.

“Apa bahaya itu, ya Nabiyallah?”

“Yakni, segolongan ummat mengikuti sunnah yang bukan sunnahku, mengikuti petunjuk yang bukan petunjukku. Kenalilah mereka ini, ya Hudzaifah, dan cegahlah mereka semampumu.”

“Setelah kebaikan tersebut, masih adakah kejahatan lagi, ya Rasulullah??”

“Ada, yakni para penyeru di pintu neraka (yakni, yang mengajak kepada maksiat dan meninggalkan ibadah)barang siapa menyambut seruannya, mereka akan dilemparkan ke dalam neraka.”

“Apa yang harus saya lakukan jika menemui masa seperti itu, ya Nabiyallah?”

“Selalulah mengikuti jamaah kaum muslimin dan pemimpin mereka.” “Bagaimana jika mereka tidak memiliki jamaah dan tidak pula pemimpin (yang sesuai teladanmu), ya Nabiyallah?”

“Hendaklah engkau tinggalkan semua golongan itu, walaupun engkau harus tinggal sendirian di rumpun kayu, sampai engkau menemui ajal dalam keadaan seperti itu.”

Keadaan dan kebiasaan Ibnu Yaman dalam meneliti dan mengamati kejahatan dan daya upayanya untuk menghindarinya, ternyata mendapat dukungan Nabi SAW, dan beliau terus-menerus membimbingnya. Beliau mengajarinya bagaimana mengenali kemunafikan, dan juga menunjukkan orang-orang munafik yang ada saat itu. Namun beliau berpesan agar semua itu dirahasiakannya, sekedar untuk bahan bagi dirinya agar ia bisa menghindar dan tidak terjatuh dalam lingkaran pergaulan mereka.

Salah satu sahabat yang selalu memanfaatkan keistimewaannya ini adalah Umar bin Khaththab. Sepeninggal Nabi SAW, jika ada orang muslim yang meninggal, Umar selalu mengamati sikap Hudzaifah. Jika ia tidak mendatangi atau tidak menyalatkannya, maka Umar akan melakukan hal yang sama. Tetapi Umar-pun melakukan hal itu untuk dirinya sendiri, tidak mengekspose secara umum atau mengajak orang lain melakukan hal yang sama.

Ketika menjadi khalifah, Umar pernah mendatangi Hudzaifah dan bertanya, “Wahai Hudzaifah, apakah engkau melihat adanya kemunafikan dalam diriku…”

“Tidak ada, wahai Amirul Mukminin…!”

“Janganlah engkau sungkan mengatakannya…” Kata Umar.

“Sungguh tidak ada, hanya saja engkau masih menyimpan dua stel pakaian. Satu engkau pergunakan pada musim dingin, dan satunya lagi untuk musim panas.”

Mendengar penjelasan tersebut, Umar segera menyedekahkan satu stel pakaian yang masih disimpannya, walau sebenarnya Hudzaifah tidak menyebut hal itu sebagai tanda adanya kemunafikan dalam diri Umar.

Pengetahuan dan pemahaman tentang keburukan dan upaya kerasnya untuk menghindari, menyebabkan lidah dan kata-katanya tanpa disadarinya menjadi tajam, pedas dan kadang menyakitkan orang lain. Karena itu ia datang kepada Nabi SAW, ia berkata, “Wahai Rasulullah, lidahku agak tajam kepada keluargaku, saya khawatir hal itu akan menjadi sebab saya masuk neraka.”

Sebenarnya sah-sah saja hal itu dilakukannya, asal dalam rangka ‘amar ma’ruf wan nahi ‘anil munkar. Bahkan Nabi SAW pernah menyatakan, “Jihad terbesar adalah kata-kata (nasehat) yang benar, terhadap penguasa yang dholim.” Dan juga sabda beliau, “Katakanlah yang benar walaupun pahit didengar!!”

Namun bagi Hudzaifah, yang terbiasa meneliti lahiriah dan batiniahnya suatu masalah, hal itu tetap menjadi ganjalan baginya. Rasulullah SAW tersenyum dan menanggapinya cukup sederhana, beliau bersabda, “Mengapa engkau tidak beristighfar? Sungguh saya beristighfar kepada Allah, setiap harinya seratus kali.”

Hudzaifah wafat pada tahun 36 hijriah pada masa kekhalifahan Ali bin Abi Thalib.

[Sumber : Mozaik.inilah.com]

 

 

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *