Ada Pasal ‘Selundupan’ Dalam Kasus HRS ?

Ada Pasal 'Selundupan' Dalam Kasus HRS ?
Habib Rizieq
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Oleh : Ahmad Khozinudin, Sastrawan Politik

Hajinews – Pada mulanya nalar publik digiring, dengan narasi penegakan protokol pandemi, melalui pemeriksaan pendahuluan terhadap Gubernur DKI Jakarta dan sejumlah pihak, tentang adanya penyelidikan perkara pelanggaran protokol kesehatan berdasarkan pasal 93 Jo 9 UU Nomor 6 Tahun 2018 Tentang Kekarantinaan Kesehatan. Memang benar, dalam perkara ini ada sudah ada pasal 216 KUHP tentang melawan petugas/pajabat, namun hal itu konteksnya tetap dalam koridor penegakan protokol pandemi.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Namun pada saat pemanggilan HRS dan sejumlah pihak dari FPI, secara ajaib dalam penyidikan muncul pasal 160 KUHP tentang penghasutan. Pasal ini tak ada dalam proses penyelidikan, dan tak ada kaitannya dengan protokol kesehatan.

Setelah dipanggil tidak hadir karena ada udzur, HRS dan sejumlah pihak dari FPI secara ajaib menyandang gelar Tersangka berdasarkan pasal 216 dan 160 KUHP. Kemungkinan, penetapan Tersangka ini akan ditindaklanjuti dengan penangkapan dan penahanan.

Kenapa muncul pasal 160 KUHP ?

Pasal ini adalah pasal kunci, agar bisa menahan HRS. sebab, jika penetapan Tersangka hanya berdasarkan pasal 93 Jo 9 UU No 6/2018, dan pasal 216 KUHP, polisi tidak dapat menahan HRS karena ancaman pidananya dibawah 5 tahun. Pasal 216 KUHP ancaman pidananya hanya 4 bulan 2 minggu. Pasal 93 Jo 9 UU No 6/2018 ancaman pidananya hanya 1 tahun penjara.

Padahal, menurut Pasal 21 ayat (4) KUHAP huruf a dikatakan bahwa penahanan hanya bisa dilakukan terhadap tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara lima tahun atau lebih. Tanpa menambahkan pasal 160 KUHP, dipastikan penyidik Polda Metro Jaya tak dapat menahan HRS dan yang lainnya.

Kenapa baru muncul pasal 160 KUHP ?

Pertama, bisa jadi telah ada sejak awal namun tidak dimunculkan pada tahap penyelidikan. Pemanggilan Anies Baswedan, KH Abdullah Abdurrasyid asy Syafi’i, dalam proses penyelidikan tak terdapat pasal 160 KUHP ini.

Munculnya pasal ini ada pada proses penyidikan saat pemanggilan HRS sebagai saksi. Saat itu, HRS dan Habib Hanif (menantu HRS) dipanggil dalam kapasitas saksi, yang didalamnya memuat dugaan tindak pidana berdasarkan pasal 160 KUHP ini.

Kedua, perencanaan kriminalisasi terhadap HRS kurang matang. Penyidik baru sadar, mentersangkakan HRS hanya dengan pasal 216 KUHP dan UU kekarantinaan kesehatan tidak seksi, karena tidak bisa digunakan untuk menahan HRS. Baru saat penyidikan, pasal 160 KUHP ini ditambahkan.

Ketiga, pemunculan pasal 160 KUHP ini jelas tak masuk akal. Karena sejak awal, yang dipersoalkan terhadap HRS itu terkait kumpul kumpul di Petamburan, baik urusan Nikah maupun Maulid.

Jadi, munculnya pasal 160 KUHP ini patut diduga hanyalah pasal tambahan agar bisa menahan HRS. Sebab, jika sejak awal pasal ini muncul, penyidik akan kehilangan legitimasi publik dalam menangani perkara.

Penyidik patut diduga sedang mengeksploitasi pandemi untuk mempersoalkan HRS. jika sejak awal isunya kasus hasutan bukan soal protokol kesehatan, sudah barang tentu akan banyak dipersoalkan publik.

Meskipun, pasal protokol kesehatan ini juga bermasalah karena hanya fokus untuk menjerat HRS, tak bertaji melawan Gibran dan Boby. Termasuk juga tak mampu menjangkau acara pengajian Habib Luthfi.

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *