MENIMBA

MENIMBA
Drs.H.Ahmad Zacky Siradj
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Oleh : Drs.H.Ahmad Zacky Siradj/Ketua Umum IKALUIN/Ketua Umum PBHMI 1981-1983.

Hajinews – Sepertinya jarang kelihatan anda ini mengaji, membawa kitab ke mesjid, tapi setiap saat saya lihat menimbakan air untuk wudlu dan mandi kiyai, ya memang saya menimba air untuk kiyai, kita tahu bahwa guru kita ini sudah sepuh. Lalu kapan ngajinya ? Ya kita kan sama-sama menimba, anda menimba ilmu dari kiyai, saya menimba air untuk kiyai… rahasia tuhan dalam do’anya yang terkabulkan. Beberapa tahun kemudian, santri yang seringkali menimbakan air untuk kiyainya itu, dengan izin Allah telah membuka pesantren yang relatif besar dan santrinyapun cukup banyak, ada dermawan yang mewakafkan tanah padanya dan masyarakat sekitar secara gotong royong membangunkan pondok pesantren bagi para santri, kampung yang tadinya relatif sepi sekarang cukup rame, begitu pula jamaah mesjid berlipat ganda…hangat rasanya hidup dikampung dengan suasana yang religius… Sementara teman-teman lainnya masih mondok. Kemudian ada pula santri yang telah tamat, membantu dan mengembangkan pesatren ayahnya, ada pula yang sedang merintis pengajian dirumahnya dengan mengajar anak-anak tetangga. Di samping itu, ada pula yang bergerak dibidang wirausaha. Ketika mengadakan reuni alumni pesantren, terselip dalam pembicaraan itu nasib baik teman santri yang pernah menimbakan air untuk kiyai, meskipun saat ini menimba sudah tidak digunakan lagi di pesantren, karena sudah beralih dan diganti dengan mesin pompa air…

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Menimba ilmu adalah ungkapan senada yang sering digunakan dalam proses belajar/menuntut ilmu. Ada semacam kawih saat mepende (lagu ketika menidurkan) dalam menimang bayi yang masih dalam pangkuan ataupun buaian menjelang tidur. Syair yang bermakna dengan harapan dan do’a bagi belahan jiwanya, yang berbunyi diantaranya: ayun, ayun ambing, diayun ayun ku samping (timang-timang, ditimang oleh kain), duh anaking geura gede geura jangkung (wahai anakku sayang cepat besar cepat tinggi) geura sakola sing jucung (segeralah sekolah hingga batas akhir yang dicita-citakan) geura makayaken indung (segeralah mensejahterakan ibu/orang tua), begitulah seorang ibu dalam menimang belahan jiwanya…bahwa menimba ilmu itu mulai dari buaian…

Orang-orang tua sering menasehati agar kita dapat menimba pelajaran dari pengalaman, baik itu pengalaman sendiri maupun pengalaman orang lain. Membaca buku-buku tentang autobiografi orang-orang yang memiliki rekam jejak kehidupannya yang sukses, ataupun berbincang dan bertanya: kiat-kiat kesuksesannya dalam hidup dan kehidupannya. Pengalaman seseorang itu ada yang melegenda karena selalu diceritakan secara turun temurun dari generasi kegenerasi, sehingga menjadi cerita hikayat yang berkesinambungan. Namun, ada pula yang ukiran hidupnya itu menjadi bagian dari tulisan sejarah perkembangan perjuangan suatu masyarakat bangsa … itu pula rupanya, ada ungkapan yang sering dikemukakan banyak orang bahwa pengalaman itu merupakan guru kehidupan bagi kita…karena menimba hikmah dari kehidupan orang-orang yang sukses…

Ungkapan yang sarat makna sering kita dengar dalam percakapan keseharian hidup kita, terutama bila menemui kejadian yang sebelumnya tiada diduga, berupa musibah atau kejadian yang lainnya, seperti kecelakaan, banjir, tanah longsor dan banyak-banyak lagi, maka spontan mengatakan ; pasti ada hikmahnya atau tentu ada hikmah yang bisa dipetik dari kejadian itu. Ungkapan kata pasti dan tentu ini, sadar atau tidak, karena telah lazim dan terbiasa dikemukakan, sesungguhnya dapat pula merupakan kesaksian atau pengakuan bahwa hikmahlah yang memandu atas peristiwa yang terjadi. Dengan kata lain, hikmahlah yang memimpin terhadap peristiwa-peristiwa yang telah atau baru terjadi atau yang lama dialami. Hidup dan kehidupan kita terdiri dari beraneka peristiwa, dari peristiwa yang satu keperistiwa lain yakni hikmahlah yang memimpin langkah-langkah hidup dan kehidupan kita…

Dalam menimba hikmah ini bahwa dalam pandangan hidup berbangsa, sebagaimana termaktub pada sila ke empat; kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan… hikmah disini bukan berarti menunggu atau mengalami musibah lebih dahulu. Kita mengetahui bahwa negara bangsa sedang mengalami keterpurukan hampir pada setiap bidang kehidupan, semakin melebarnya kesenjangan antara kaya dan miskin. Demikian pula tentang pelaksanaan hukum yang berkeadilan. proses hukum berjalan, namun keadilan masih belum dirasakan dan begitu jauh dari terwujud. Kehadiran negara belum sepenuhnya dirasakan oleh rakyat. Sehubungan dengan kata hikmah yang memiliki makna keadilan didalamnya, nampaknya belum mampu menggali menimba hikmah yang sejalan dengan kehadiran negara terutama dalam mewujudkan keadilan yang manfaat bagi seluruh rakyatnya…

Kita menyadari bahwa bila negara bangsa ini masih mampu mewujudkan keadilan dan memberi manfaat bagi rakyatnya maka negara masih dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan. Dengan sendirinya rakyat akan senantiasa setia pada pemimpinnya sebagaimana ada ungkapan; raja adil raja disembah. Kita telah menyatakan sebagai negara hukum, yang sudah semestinya penegakan keadilan sangat diutamakan… Nampaknya negara bangsa ini kurang menunjukan kesungguhannya, seperti dalam upaya mencerdaskan bangsa atau usaha memajukan kesejahteraan rakyat pada umumnya. Kehadiran negara bangsa ini antara ada dan tiada….jika tak ingin dikatakan lenyap.

Para pendiri bangsa yang telah menimba ilmu-pengetahuan dan pengalaman dari berbagai bangsa-bangsa di dunia, serta dengan menekuni literatur, khazanah kekayaan bangsa/kearifan budaya lokal yang ada yang mereka pelajari, telah melahirkan pikiran-pikiran cerdas yang jauh menjangkau kedepan, dibutuhkan adanya musyawarah sebagai jaminan agar dapat menumbuhkan partisipasi, keterbukaan (sikap inklusif), saling menaruh kepercayaan (trust),saling tukar/mengisi pandangan (sharing value),kebebasan berpikir untuk menyampaikan pandangan dan pendapat, maka terumuskanlah salah satu nilai dasar kebangsaan yakni bermusyawarah dengan dipimpin hikmah kebijaksanaan. Artinya dalam menyampaikan kebenaran hendaknya dengan hikmah-bijaksana, santun dan terpuji dalam berdialog (ud’u ila sabili rabbika bil hikmati wal-maw’izhotil-hasanati wa jadilhum billati hiya ahsan), sehingga dengan hikmah menuju jalan keadilan dan dengan jalan keadilan menuju kemulyaan hidup (i’dilu huwa aqrabu littaqwa). Wa Allahu a’lam (azs, 14122020).

Sumber : achmad zacky siradj

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *