Kebijakan Harga Beras Murah

Kebijakan Harga Beras Murah
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Oleh : Entang Sastraatmadja, ( Ketua Harian Dpd HKTI Jawa Barat )

Hajinews – Pilihan untuk memberi “kepuasan” kepada petani padi sekaligus juga kepada konsumen, bukanlah hal yang cukup mudah untuk diwujudkan.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Petani selaku produsen, pasti mendambakan harga jual yang pantas; sedangkan konsumen tentu menginginkan harga beras yang murah.

Ironi nya, dalam suasana sekarang, para petani tidak lagi tercatat sebagai produsen gabah, namun petani pun dikenal sebagai konsumen beras.

Dalam rangka merajut dua kepentingan diatas, Pemerintah telah menetapkan kebijakan harga beras murah sebagai pilihan solusi nya.

Kebijakan yang ditempuh Pemerintah diatas, sebetul nya dapat kita pahami. Pemerintah tetap menjadikan beras sebagai komoditas politis dan strategis yang harus diatur sedemikian rupa.

Pemerintah meyakini, tanpa ada nya pengaturan yang terukur terhadap harga beras, dikhawatirkan dapat memacu inflasi, sehingga mengganggu stabilitas ekonomi makro.

Di sisi lain, Pemerintah juga sadar, kesejahteraan petani padi tetap harus diperhatikan. Keberpihakan Pemerintah terhadap petani harus senafas dengan keberpihakan nya kepada konsumen.

Untuk “mendekatkan” ke dua keadaan ini, Pemerintah tampil lewat kebijakan Harga Pembelian Pemerintah (HPP).

Beberapa kalangan menilai, HPP Gabah dan Beras ini kurang memperlihatkan “kecintaan” nya terhadap petani. Berbeda kondisi nya ketika Pemerintah menerapkan kebijakan Harga Dasar (Floor Price) dan Harga Atap (Ceiling Price).

Melalui kebijakan Harga Dasar, Pemerintah benar-benar melakukan “pembelaan” dan “perlindungan” terhadap petani. Arti nya, kalau harga gabah di pasaran lebih rendah dari Harga Dasar yang ditetapkan, maka Pemerintah berkewajiban untuk membeli gabah petani pada angka Harga Dasar yang ada.

Dalam kebijakan HPP, Pemerintah tidak memiliki kewajiban bila harga gabah di pasar nilai nya lebih rendah dari HPP yang ditetapkan.

Kebijakan harga beras murah, rupa nya pantas untuk dikaji ulang. Pasal nya, potret petani padi sekarang, sangat jauh berbeda dengan jati diri petani padi di masa lalu.

Saat ini, yang nama nya petani padi adalah warga bangsa yang sudah tidak berdaulat lagi atas lahan sawah yang diusahakan nya. Sebagian besar tercatat sebagai petani gurem (rata-rata kepemilikan lahan sawah nya sebesar 0,3 hektar) dan petani buruh (sama sekali tidak memiliki lahan sawah).

Lebih dari 70 % petani di negeri ini tergolong ke dalam petani gurem dan petani buruh. Hanya sebagian kecil saja petani padi yang memiliki lahan sawah diatas 1 hektar.

Dihadapkan pada keadaan yang demikian, tidak bisa dipungkiri, “standing posision” petani sebagai produsen sudah sangat sukar untuk dipertahankan. Yang terjadi, selain produsen mereka juga adalah konsumen.

Akibat nya, perlu dicari terobosan cerdas bagaimana cara nya agar para petani dapat memenuhi kebutuhan pangan pokok dari hasil usahatani nya sendiri. Kebijakan “lumbung padi” yang beberapa tahun silam telah membudaya dalam kehidupan masyarakat di pedesaan, tampak nya sudah waktu nya dihangatkan kembali.

Tatkala di negeri ini sudah semakin banyak para “petani berdasi” yang jumlah nya sedikit tapi menguasai lahan sawah yang luas, rasa-rasa nya kebijakan harga beras murah, sudah saat nya dilengkapi oleh kebijakan lain.

Apalagi jika diketahui, sebagian besar petani di negeri ini adalah petani gurem dan petani buruh yang hanya menguasai sebagian kecil lahan sawah.

Inti masalah nya adalah sampai sejauh mana Pemerintah mampu “menengahi” suasana yang tengah terjadi, sehingga kesejahteraan petani menjadi semakin baik. Ke arah sanalah selayak nya kita menuju.

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *