Biro Perjalanan Pertanyakan Kewajiban Setor DP Jemaah Umrah

banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Jakarta, hajinews.id – Ketua Dewan Pembina Gabungan Perusahaan Haji dan Umrah Nusantara (Gaphura) Baluki Ahmad mempertanyakan kepentingan pemerintah dalam pembentukan rekening penampungan dana ibadah jemaah umrah. Tak hanya mencampuri ranah pengelolaan dana swasta, ia menyebut aturan pun salah sasaran. Pasalnya, ia menilai pangkal permasalahan ada pada lemahnya pengawasan Kementerian Agama terhadap pelaku usaha. Lemahnya pengawasan ini yang kemudian memungkinkan berbagai usaha travel umrah wanprestasi tidak terdeteksi. Menurut dia, penyetoran dana tidak akan memecahkan masalah yang sudah mengakar ini. Apalagi, nominal yang diwajibkan tak signifikan yakni Rp500 ribu per jemaah. Sehingga, ini tidak menunjukkan legitimasi usaha dan menjamin hak jemaah.

“Jadi kelemahan pengawasan jangan ditarik ke persoalan kami semua, lahirlah sebuah penampungan uang. Ini apa sih?” katanya dilansir CNNIndonesia.com, Selasa (26/1).

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Bercermin dari aturan serupa sebelumnya, Sistem Komputerisasi Pengelolaan Terpadu Umrah dan Haji Khusus (Siskopatuh), uang jemaah sering tertahan dan pencairannya membutuhkan waktu bulanan.

Ini membuatnya curiga bahwa ada kepentingan pemerintah dalam membuat kebijakan.

“Melihat penampungan dengan akumulasi Rp500 ribu kali puluhan ribu, tidak usah bilang sejuta setahun lah, ini kan bukan nilai kecil dan kepentingan untuk siapa?” ujarnya.

Untuk diketahui, sebelumnya telah diterapkan peraturan serupa yaitu Siskopatuh yang mewajibkan penyetoran DP sebesar Rp10 juta per jamaah ke bank syariah yang ditentukan. Untuk dapat dicairkan, jemaah harus menyetorkan hingga Rp20 juta yang menandai pembayaran lunas dibayar. Jika tidak sampai Rp20 juta, uang tidak dapat dikembalikan. Tujuannya, agar jemaah umrah tidak dirugikan oleh penipuan berkedok tertentu. Namun, ketentuan kemudian dibatalkan oleh Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) pada 2019 silam.

Lebih lanjut, ia menyebut pemerintah bisa melakukan pengawasan dengan memastikan perjanjian yang dibuat antara jemaah dan pihak pemberangkat ditunaikan. Jika terbukti wanprestasi atau tidak menjalankan kewajibannya sesuai perjanjian, maka pihak yang melakukan pelanggaran dapat diproses secara pidana sesuai hukum yang berlaku.

 

 

 

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *