Hajinews.id – Dewan Keamanan (DK) PBB, menggelar sidang darurat mengenai Myanmar namun gagal menyepakati pernyataan mengenai kudeta di negara Asia Tenggara itu dengan diplomat menegaskan negosiasi akan berlanjut.
“Tiongkok dan Rusia meminta tambahan waktu,” ujar seorang diplomat selepas pertemuan video konferensi yang digelar tertutup di New York pada Selasa waktu setempat (2/2)
“Sebuah pernyataan masih terus digodok,” imbuh diplomat lainnya yang menolak disebutkan namanya.
Menurut draf pernyataan yang dilihat AFP, DK PBB akan meminta Myanmar memulihkan peerintahan sipil setelah terjadinya kudeta pada Senin (1/2) dengan pemimpin de facto Aung San Suu Kyi dan sejumlah politisi lainnya ditangkap.
Pernyataan, yang disusun Inggris itu, juga meminta militer Myanmar membebaskan semua orang yang ditahan dan meminta agar penetapan status darurat selama satu tahun dibatalkan agar kehidupan bisa kembali normal.
Namun pernyataan DK PBB tidak menyebutkan sanksi untuk Myanmar. Agar bisa diadopsi, pernyataan itu butuh dukungan Tiongkok, penyokong utama Myanmar di PBB yang juga memilih hak veto sebagai anggota tetap DK PBB. Selama krisis Rohingya pada 2017, Tiongkok menggagalkan semua upaya DK PBB untuk membahas masalah itu ataupun mengeluarkan pernyataan bersama. Beijing bersikeras aksi militer Myanmar terhadap etnik Rohingya adalah masalah dalam negeri Myanmar.
Diplomat Swiss Christine Schraner Buergern, utusan khusus PBB untuk Myanmar, menjelaskan mengenai perkembangan terkini di Myanmar kepada 15 anggota DK PBB dalam pertemuan pada Selasa (2/2) itu.
“Dia mendesak anggota DK PBB untuk mengirimkan pesan yang jelas mendukung demokrasi di Myanmar,” ungkap juru bicara PBB Stephane Dujarric. (AFP)