Mengubah Peta Jalan Kesejahteraan Nelayan Berdasar Konstitusi Ekonomi

Mengubah Peta Jalan Kesejahteraan Nelayan Berdasar Konstitusi Ekonomi
foto : nelayan indonesia
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Oleh: Defiyan Cori (Ekonom Konstitusi)

Kasus Bank Century yang ditengarai didesain awal dengan skema adanya krisis keuangan pada Tahun 2008 telah merugikan negara Rp6,7 Triliun lebih, bagaimana kelanjutan pejabat yang berwenang mengambil kebijakan ini? Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo juga melakukan kebijakan ekspor benih lobster (benur) dan “mengambil” Rp8,9 Miliar, namun kena Operasi Tangkap Tangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Nilai Ekspor Benih Lobster

Hajinews – Perlakuan yang berbeda atas kehilangan sumberdaya ekonomi negara terhadap penegakkan hukum oleh KPK, membuat hukum hanya menjadi alat kekuasaan. Dan hal ini akan membuat cita-cita negara hukum atas kesamaan warga negara dalam hukum dan pemerintahan dilanggar secara kasat mata. Ketidakadilan hukum ini dalam jangka pendek tentu akan membuat posisi kekuasaan yang memerintah (legitimate) akan kehilangan kepercayaan publik (public trust) dan berpotensi mengarah kepada pembangkangan sipil (civil disobedience) melalui pelanggaran-pelanggaran aturan tertib sosial. Dalam jangka panjang, dampaknya akan terjadi pengabaian atas ketentuan hukum oleh penyelenggara negara berikutnya sehingga sasaran dan tujuan pembangunan ekonomi bangsa dan negara yang akan dirugikan serta kesejahteraan sosial atau kemakmuran bersama terbengkalai.

Sebenarnya kenapa ekspor benih lobster ini begitu mendapat sorotan publik sejak adanya perubahan kebijakan pencabutan larangannya. Apakah ada pengaruhnya dan berapa nilai ekspor benih lobster ini bagi penerimaan negara, tentu menjadi penting untuk mengelaborasinya. Dan yang lebih penting adalah, siapa mendapatkan apa dari perubahan kebijakan larangan menjadi memberikan izin ekspor benih lobster (benur) dimaksud.

Berdasarkan data Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan, bahwa total nilai ekspor benur Indonesia mencapai US$ 74,28 Juta atau Rp 1,04 Triliun (kurs Rp 14.000/US$). Nilai ini merupakan hasil dari ekspor sejumlah 42 juta ekor benih. Direktur Kepabeanan Internasional dan Antar Lembaga DJBC Kementerian Keuangan, Syarif Hidayat menyampaikan, bahwa ekspor tersebut merupakan transaksi yang terjadi pada periode Juli sampai Oktober 2020. Artinya, nilai ekspor tersebut terjadi hanya dalam 4 (empat) bulan saja, semasa Menteri kelautan dan Perikanan dijabat oleh Edhy Prabowo yang kini jadi tersangka dalam dugaan kasus korupsi perizinan ekspor benih lobster tersebut.Total keseluruhan benih lobster yang diekspor adalah sejumlah 42.290.999 ekor benih denga milai ekspornya US$ 74.281.386.

Sementara itu, DJBC juga mencatatkan tujuan ekspor tersebut meliputi 3 (tiga wilayah) yang berada di kawasan Asia, yaitu Hongkong, Taiwan, dan Vietnam. Dan, dari ketiga wilayah tersebut, ekspor benih lobster tertinggi ditujukan kepada negara Vietnam yang tercatat sejumlah 42.186.588 ekor. Sedangkan ke negara Hongkong hanya sejumlah 84.226 ekor dan ke Taiwan lebih kecil, yaitu 20.185 ekor benih.

Di lain pihak, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, bahwa terdapat lonjakan ekspor benih lobster pada bulan Agustus 2020 yang mencapai US$ 6,43 Juta atau bernilai Rp 94,5 Miliar (kurs Rp 14.700 per dolar AS) walau perekonomian global menghadapi tertekan pandemi Covid-19. Angka tersebut merupakan nilai dari volume ekspor benih lobster sejumlah 4,216 ton. Dan, mengacu kepada data nilai ekspor benur tersebut, maka jelas terdapat adanya perubahan dalam penerimaan negara dari adanya kebijakan membuka izin ekspornya.

Seharusnya data nilai ekspor yang cukup baik ini juga mampu memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kesejahteraan nelayan. Kesulitan ekonomi nelayan dalam melaut akan teratasi, apabila Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang berhubungan langsung atas beroperasinya para nelayan disektor kelautan dan perikanan juga memberikan dukungan, seperti Pertamina dengan Bahan Bakar Minyaknya (BBM), Perusahaan Listrik Negara (PLN) melalui jaringan listriknya dan Perusahaan Gas Negara (PGN) melalui jaringan gasnya pada pulau-pulau kecil dan terluar Indonesia. Tentu saja dukungan pembiayaan investasi atau permodalan akan melengkapi kegiatan para nelayan mengatasi keberadaan tengkulak (rentenir) yang masih beroperasi ditengah masyarakat yang mengalami kendala keuangan, terutama melalui BUMN Perbankan.

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *