20 Triliun Untuk Tangani Skandal Jiwasraya, Fraksi FKS Menolak Keras

banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Hajinews – Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menyoroti rencana pemerintah yang ingin mengalokasikan dana sebesar Rp20 triliun yang diperoleh dari Penyertaan Modal Negara (PMN) untuk Indonesia Financial Group (IFG) PT Bahana Pembinaan Usaha Indonesia (BPUI).

Dilansir dari laman PikiranRakyat-Tasikmalaya.com dari laman Fraksi PKS pada Senin 8 februari 2021, kebijakan tersebut ditolak keras oleh PKS yang disampaikan langsung pada Menteri Keuangan Sri Mulyani.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Menurut Fraksi PKS, pemerintah masih dapat mengembangkan skema alternatif lain untuk menyelesaikan kasus Jiwasraya kepada 5,2 juta nasabahnya.

“Fraksi PKS menilai, skema pemberian PMN untuk BPUI adalah skema financial engineering yang menyebabkan rakyat dan negara menanggung beban berat dari skandal Jiwasraya,” jelas Anis Byarwati selaku anggota DPR RI Fraksi PKS.

Anis Byarwati menilai, skandal Jiwasraya merupakan suatu kejahatan terorganisir yang menyebabkan kerugian besar.

“Skandal Jiwasraya merupakan korupsi dan kejahatan terorganisir yang dilakukan oleh sekelompok orang, sehingga perusahaan mengalami kerugian besar,” jelasnya.

Rencana pemerintah memberikan PMN yang berarti merupakan uang dari keringat rakyat, merupakan suatu hal yang tidak adil.

Ditambah lagi, PMN tersebut diberikan kepada perusahaan yang tengah dirampok oleh sekelompok orang secara terstruktur.

Anis Byarwati berpendapat, hendaknya PMN dapat menjadi pemantik kinerja serta daya saing BUMN, sehingga dapat berdampak besar bagi kemakmuran rakyat.

“Fraksi PKS berpendapat, kebijakan PMN untuk BPUI sebesar Rp20 triliun kurang tepat, dan tidak bisa disetujui dengan mempertimbangkan beban negara dan beban rakyat,” tuturnya.

Lebih lanjut, Anis Byarwati menyarankan lebih baik pemerintah fokus untuk membantu masyarakat yang terdampak pandemi Covid-19.

Sementara itu, alokasi anggaran PMN dapat digunakan untuk melakukan percepatan ekonomi nasional.

“Pemerintah juga masih memiliki opsi untuk mengelola dan membuat skala prioritas pembayaran kewajiban untuk nasabah tradisional yang jatuh tempo, dengan perkiraan nilai sekitar Rp500 miliar sampai dengan Rp 1 triliun,” pungkas Anis Byarwati. (dbs).

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *