Menurut Pakar Hukum Universitas Al-Azhar Indonesia Suparji Ahmad, Ada beberapa faktor yang membuat Polisi tidak agresif dan cenderung melambat menindaklanjuti rekomendasi dari Komnas HAM tersebut.
Pertama, bukti-bukti permulaan yang ditemukan oleh Komnas HAM tidak cukup meyakinkan untuk mendorong polisi bertindak progresif.
Kedua, atmosfer hukum dan politik tidak cukup mendukung progresifitas penegak hukum
Kemudian faktor ketiga, adalah melemahnya kelompok civil society dalam menuntut penuntasan kasus tersebut. Sehingga dengan melemahnya civil society tersebut, tidak ada tekanan yang berat terhadap pihak Kepolisian untuk menuntaskan kasus tersebut dengan segera.
Terakhir, adalah keberhasilan penggiringan opini bahwa dalam kasus ini, kesalahan ada pada korban. “Framing yang cukup berhasil bahwa ada kesalahan dari yang menjadi korban,” ujar Suparji saat dihubungi melalui pesan singkatnya, Minggu (7/2).
Tidak heran jika sampai dengan saat ini belum ada kemajuan yang signifikan terhadap rekomendasi Komnas HAM tersebut. Pada sisi lain rekomendasinya juga tidak sesuai dengan ekspektasi publik, yang menduga bahwa dalam tragedi berdarah di Km 50 tersebut pada 7 Desember 2020 lalu.
“Karena ada enam orang yang tewas tanpa diketahui secara sebabnya secara transparan dan akuntabel,” ungkap Suparji.
Suparji menilai tidak menutup kemungkinan kasus pelanggaran HAM di Km 50 tersebut akan hilang seiring dengan berjalannya waktu. Suparji mengatakan kemungkinan seperti bisa terjadi, karena semakin lama semakin susah mencari bukti-bukti dan semakin sulit ditemukan. pungkasnya.
Sumber : bizlaw