Celoteh Sri Mulyani: Desain APBN 2020, Manusia Berencana Tuhan Menentukan

Menkeu Sri Mulyani (foto istimewa)
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Hajinews — Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani menceritakan kisah Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2020 yang disusun di 2019. Menkeu mengatakan anggaran kala itu didesain untuk menjadi anggaran yang sehat mengacu berbagai faktor ekonomi yang juga baik kala itu.

“Jadi (APBN) 2020 itu tadinya kita desain untuk jadi APBN yang sehat, di mana primary balance (keseimbangan primer) mendekati balance dan defisit hanya 1,76 persen dari GDP atau Rp307,2 triliun, lebih rendah dari tahun sebelumnya yang 2,2 persen dari GDP,” kata Sri Mulyani dalam acara Forum Pimred secara virtual, sebagaimana dilansir IDNNews, Selasa (16/2/2021).

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Untuk diketahui, keseimbangan primer adalah selisih dari total pendapatan negara dikurangi belanja negara di luar pembayaran bunga utang.

 

1. Manusia berencana, Tuhan menentukan lain

Sri menceritakan, kala itu pemerintah berharap APBN 2020 dapat mendongkrak perekonomian tumbuh di atas 5 persen dengan penerimaan pajak yang akan mencapai Rp1.642,6 triliun, pabean cukai Rp223,1 triliun dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Rp367 triliun.

Sehingga total pendapatan negara diharapkan mencapai Rp2.233 triliun dan belanja negara sebesar Rp2.540,4 triliun. Dengan begitu maka didapatkan proyeksi keseimbangan primer sebesar Rp12 triliun yang jauh lebih kecil dibandingkan APBN 2019 sebesar Rp73 triliun.

“Itu desain APBN dalam kondisi di mana kita berharap 2020 tadi dengan optimisme, pertumbuhan ekonomi baik, perdagangan internasional vibrance dan kita mampu mendorong perekonomian melalui investasi, konsumsi dan ekspor. Namun manusia berencana Tuhan menentukan lain. Maret kita pandemik, seluruh dunia kena pandemik,” kata Sri.

 

2. Penerimaan pajak yang melorot

Munculnya COVID-19 membuat Sri Mulyani kemudian mengambil kebijakan counter cyclical sehingga APBN berubah dua kali melalui penerbitan Perpres 54 dan 72. Salah satu yang paling mencolok adalah berkurangnya pendapatan negara dari penerimaan pajak. Pada APBN 2020 ditargetkan sebesar Rp1.642 triliun, namun pada Perpres 72/2020 dipatok sebesar Rp1.198 triliun dengan realisasi sebesar 89,3 persen atau 1.070 dari Perpres 72/2020.

“Bahkan ada yang sempat mengatakan ‘Bu Menteri, penerimaan pajak kita hanya sekitar Rp800 triliun’. Karena mereka lihat perusahaan dan usaha hampir semua berhenti. Tapi kita lihat estimasi tadi kontraksi dari penerimaan estimasi hanya 10 persen. Kemudian jadi 21 persen, ternyata akhir tahun tutup 19,7 persen,” kata Sri Mulyani.

 

3. Terpukulnya pendapatan negara dari kepabeanan, cukai dan PNBP

Selain penerimaan pajak, perubahan pendapatan negara 2020 juga terjadi pada kepabeanan, cukai dan PNBP yang menurut Sri Mulyani relatif sama dengan APBN 2020.

Contohnya adalah kepabeanan dan cukai dengan realisasi sebesar Rp212,8 trilun atau melampaui target revisi APBN berdasarkan Perpres 72/2020 sebesar Rp205,7 triliun.

“Makanya kontraksi 0,3 persen. Ini berasal dari cukai rokok. Karena dari pajak untuk kepabeanan mereka juga menurun karena perekonomian menurun,” katanya.

Begitu juga dengan PNBP, di mana pada APBN 2020 awalnya ditargetkan sebesar Rp367 triliun dan kemudian dikoreksi menjadi Rp294,1 triliun dan realisasi mencapai Rp338,5 triliun.

“Realisasi agak bagus tapi tetap di bawah APBN awal yaitu Rp338 triliun. Nah ini yang saya gambarkan APBN terpukul oleh COVID terutama dari penerimaan negara,” katanya.(dbs)

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *