Dalam 14 Tahun Terakhir, Terjadi Penurunan Kebebasan Sipil Dan Demokrasi

banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Hajinews – Dr. Wijayanto (Direktur Center for Media & Democracy, LP3ES) dalam acara webinar yang diselenggarakan pada hari Jumat, 19/2/2021, mengetengahkan bagaimana respon warganet atas permintaan Jokowi yang minta dikritik.

Muncul pertanyaan publik, apakah permintaan kritik tersebut memang suatu poilitical will yang muncul dari kesadaran genuine presidin tentang demokrasi dan kebebasan bicara sipil? Apakah hanya sekadar lip service agar bagi pendukung pihak yang sedang berkuasa tidak dikenakan UU ITE bila melanggar?

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Publik juga membaca jangan-jangan revisi UU ITE dibaca bahwa pihak Polri harus lebih selektif sesuai kepentingan kekuasaan. Jadi bukan niat genuine untuk memperbaiki kebebasan bicara dan demokrasi

Riset LP3ES sejak tanggal 12 Februai sd 19 Febuari 2021 yang melakukan riset di media sosial, tercatat ada 126.970 percakapan intenet di berbagai media sosial terkait pemintaan kritik dari presiden.
Namun, ternyata muncul 44% sentimen negatif terhadap statement presiden tersebut, yang meragukan bahwa presiden bener-benar memiliki kesadaran genuine, di tengah telah semakin seriusnya persoalan kebebasan sipil di Indonesia.

Rilis Economic Intelligence Unit menyatakan, telah terjadi penurunan kebebasan sipil dan demokrasi di Indonesia sejak 14 tahun terakhir. Percakapan sebagian besar pengguna internet terdata narutal, artinya betul-betul interaksi manusia sungguhan, dan bukan robot. Yang menarik, ketika dilakukan analis emosi netizen, tenyata lebih besar emosi ketakutan pada 2900 twitt, Anger 1000, dan joy 1100 twitt. Ketakutan telah mendominasi ruang digital netizen.

Contoh dari suasana ketakutan yang dialami publik, dapat diukur dari betapa takutnya ekonom senior Kwik Kian Gie ketika harus menyampaikan kritik. Kwik menyebut suasana ketakutan yang amat dirasakan saat ini ketimbang ketika dia mengkritik di masa orde baru.

Atau ketika Jusuf Kalla menyarankan kepada publik agar ditanyakan dulu bagaiman cara mengkritik agar tidak terkena masalah. Ungkapan Jusul Kalla cukup banyak di retweet oleh netizen.
Hal menarik disampaikan akun Refly Harun yang menyatakan bahwa kritik yang aman sesuai UU ITE adalah tidak menyampaikan kritik.

Publik lebih berprinsip bahwa pernyataan Presiden Jokowi yang minta dikritik, diikuti dengan permintaan kepada Polri agar tidak semua kasus dilanjutkan, justru dibaca sebagai niat yang meragukan, apakah benar muncul dari usul genuine presiden.

Yang patut dicatat adalah munculnya fenomena dimana anak-anak muda telah terlibat aktif dalam percakapan. Bukti bahwa Generasi Z sudah mulai engage pada peristiwa politik. Kewargaan digital baru telah memunculkan kesadaran akan hak-hak warganegara via aktivisme digital oleh anak muda. (Nenden).

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *