Dr. Saiful Mahdi: Persoalan Besar UU ITE, Serangan Terhadap Demokrasi

banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Hajinews – Vonis 3 bulan penjara plus denda Rp10 juta setelah menjalani 18 kali sidang, harus dia rasakan. DR Saiful Mahdi, dijadikan tersangka kasus pencemaran nama baik. Dia diadukan oleh salah seorang dekan di Unsyiah ke Polresta Banda Aceh, awal Juni 2019.

Dia dilaporkan karena mengkritisi hasil Tes CPNS untuk dosen Fakultas Teknik Unsyiah pada akhir 2018 dalam ruang lingkup Universitas Syiah Kuala. Kritikan itu disampaikan oleh Saiful Mahdi dalam sebuah grup WhatsApp yang beranggotakan akademisi di Universitas Syiah Kuala.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Dalam acara webinar yang diselenggarakan para akademisi muda Jumat, 19/2/2021 dengan judul “Kuasa Digital, Pembungkaman Kritik, Dan Wacana Revisi UU ITE”. Saiful memaparkan pengalamannya.

Pimpinan Unsyiah tidak terima dan kemudian melaporkannya atas sangkaan melanggar pasal UU ITE. Dr Saiful Mahdi kemudian divonis 3 bulan penjara plus denda Rp10 juta setelah menjalani 18 kali sidang. Namun ia mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung setelah bandingnya di Pengadilan Negeri Banda Aceh ditolak. Per 27 Juli 2020 kasusnya masih menggantung.

Bagi Saiful Mahdi, revisi UU ITE jika secara partial maka hanya menyentuh persoalan di hilir. Sedangkan soal besar sebetulnya ada di hulu yakni terjadinya serangan terhadap demokrasi. Tantangan terbesar bagi pejuang demokrasi setelah reformasi 98 ternyata terjadi fase otoriter luar biasa. Laporan safenet juga menyebutkan kalau sebelumnya

otoritarianisme terjadi di ruang publik, maka sekarang telah merambah masuk ke ruang digital, dan disebut dengan Digital Otoritarianism.

Laporan khusus Majalah Tempo tentang wajah buram kampus di Indonesia saat ini, UU ITE telah menjadi alat pemukul. Struktur dan relasi kuasa di kampus lebih digunakan untuk melakukan pembungkaman kritik.

Penyalahgunaan relasi kuasa yang selama ini terjadi di ruang publik dengan tidak disangka-sangka ternyata terjadi juga di dunia kampus. Maka untuk itulah revisi UU ITE belum tentu menjawab persoalan relasi kuasa di ranah digital.

Saiful Mahdi juga menyebut pola relasi kuasa di kampus saat ini sudah tidak sehat. Aturan 35 % suara menteri untuk pemilihan rektor, 35% surara rektor untuk pemiihan Dekan. Dan akhirnya rektor bisa menentukan siapa ketua prodi, dan siapa ketua jurusan di Kampus. (Nenden).

 

 

 

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *