Kapolri: Tersangka UU ITE Telah Minta Maaf, Tak Perlu Ditahan

Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo. (ANTARA/ADITYA PRADANA PUTRA)
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Hajinews — Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mengingatkan jajarannya mengedepankan rasa keadilan dalam menggunakan payung hukum Undang-undang nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Listyo bahkan mengatakan penyidik tak perlu melakukan penahanan apabila tersangka dalam suatu kasus telah meminta maaf.

Pengutamaan langkah mediasi dalam penanganan kasus UU ITE disampaikan Listyo dalam Surat Edaran Kapolri nomor SE/2/II/2921 tertanggal 19 Februari 2021.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

“Korban yang tetap ingin perkaranya diajukan ke pengadilan namun tersangkanya telah sadar dan meminta maaf, terhadap tersangka tidak dilakukan penahanan dan sebelum berkas diajukan ke JPU agar diberikan ruang untuk mediasi kembali,” kata Listyo dalam surat edaran tersebut.

Listyo menekankan bahwa penyidik perlu mengedepankan upaya preemtif dan preventif dalam memonitor dan mengedukasi serta memberikan peringatan agar potensi tindak pidana siber di tengah masyarakat dapat dicegah. Dia mengatakan, penyidik perlu terus membangun komunikasi dengan para pihak yang berkonflik terutama korban setelah menerima laporan. Hal itu dilakukan guna memberikan fasilitas untuk mediasi.

Penyidik Harus Dapat Membedakan

“Dalam menerima laporan dari masyarakat, penyidik harus dapat dengan tegas membedakan antara kritik, masukan, hoaks, dan pencemaran nama baik yang dapat dipidana untuk selanjutnya menentukan langkah yang akan diambil,” kata dia.

Dari sisi penanganan kasus, Listyo meminta agar kajian dan gelar perkara dilakukan secara komprehensif serta melibatkan Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri.

“Mengambil keputusan secara kolektif kolegial berdasarkan fakta dan data yang ada,” ucapnya lagi.

Mantan Kabareskrim itu mengingatkan, penyidik perlu berprinsip bahwa hukum pidana merupakan upaya terakhir dalam penegakan hukum. Sehingga, dalam prosesnya lebih dikedepankan restorative justice dalam penyelesaian perkara. Hanya saja, Listyo mengecualikan pendekatan restorative justice itu dalam kasus-kasus yang berpotensi memecah belah, SARA, Radikalisme, dan Separatisme.

Listyo sebelumnya mengakui bahwa penggunaan UU ITE dalam beberapa waktu terakhir tidak sehat. Kata dia, aturan tersebut kerap menciptakan polarisasi di tengah masyarakat.

“Undang-undang ITE yang selama beberapa hari ini kita ikuti bahwa suasananya sudah tidak sehat,” kata Listyo dalam arahannya di Rapat Pimpinan (Rapim) Polri, Jakarta, dilansir repelita, Selasa (16/2).

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

1 Komentar