Kongres HMI; Berharap Dapat Apa?

Kongres HMI; Berharap Dapat Apa?
Kongres HMI ke-XXXI di Surabaya
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Oleh Hasanuddin (Ketua Umum PBHMI 2003-2005)

Hajinews – Sedang berlangsung saat ini Kongres HMI yang ke-XXXI di Surabaya. Kongres itu di buka secara resmi oleh Presiden Republik Indonesia secara virtual, karena alasan Covid-19, yang tentu jika Presiden hadir secara langsung akan menimbulkan “kerumunan” yang tidak perlu. Dengan alasan itu pula, sehingga pelaksanaan Kongres ke-XXXI HMI itu dilaksanakan secara “sederhana” tidak semeriah pelaksanaan Kongres yang terdahulu.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Kongres itu digelar dalam suasana keprihatinan Bangsa yang sedang terpuruk disana-sini. Terpuruk karena sejumlah Mega korupsi yang “mengerikan”. Mengerikan bukan hanya karena jumlah kerugian negara yang puluhan trilliun seperti yang terjadi dalam kasus Jiwasraya dan ASABRI, namun juga mengerikan karena Bantuan Sosial untuk kaum miskin pun dijarah, dirampok oleh Menteri Sosial yang semestinya lebih terdepan dalam mengatasi persoalan kaum miskin dan sejenisnya.

Keprihatinan kian mendalam tat kala gelombang badai korupsi itu menyerang, disaat para aparat penegak hukum sedang buta hukum, tuna akan rasa keadilan. Bukan saja karena memang sengaja dilemahkan oleh penguasa, namun juga lemah karena manusia-manusia yang diserahi amanah menjadi penegak keadilan nampaknya bermental karduz. Disaat seperti itu Artidjo Alkostar meninggal dunia. Habis-lah sudah sosok figur yang bisa diharapkan dalam penegakan hukum. Tidak tersisa figur sama sekali yang dapat jadi teladan.

Memprihatikan, karena nasib para buruh tani, yang telah bersusah payah menanam padi, menambak garam, diterpa oleh harga-harga yang anjlok akibat perilaku mesum para kartel impor pangan, yang berencana mengimpor beras dan garam dalam jumlah jutaan ton, disaat mereka sedang panen. Harga sudah anjlok duluan, kendati impor belum dilakukan.

Memprihatinkan, karena pelanggaran HAM makin banyak terjadi, meskipun tidak semua jadi perhatian Komnas HAM. Lembaga Negara yang rekomendasinya diperlakukan seperti sampah oleh kepolisian. Ketika mereka merekomendasikan bahwa pembunuhan atas 6 laskar pengawal Habib Rizieq, 4 diantaranya adalah pelanggaran HAM, polisi meresponnya justru dengan menetapkan keenam arwah laskar itu sebagai tersangka. Meski sudah dibatalkan, tapi kita telah tahu semua, seperti apa polisi merespons rekomendasi Komnas HAM.

Memprihatinkan, karena nampaknya pihak-pihak yang selama ini memperlakukan Jokowi yang Presiden Indonesia itu sebagai “boneka” mainan politik mereka, tengah gigih membangun wacana dan opini untuk memberi Jokowi masa jabatan yang panjang, hingga tiga periode, disaat segala lini kehidupan berbangsa bernegara dalam ukuran statistik BPS mengalami kerontokan.

Nah, Kongres HMI ke XXXI itu berlangsung dalam suasana keprihatinan Nasional, pun dalam situasi dimana pandeni covid19 gagal diatasi oleh pemerintahan Jokowi.

Memang, akhir-akhir ini pemerintah, nampak terpuruk dalam berbagai hal, tidak ada prestasi yang membanggakan, apalagi untuk disebut prestisius. Namun tangan-tangan oligharki kekuasaan, merambah kesana-kemari, menujuk, mengoyak, civil society. Parpol di obok-obok satu persatu, ormas sebagian diangkat, sebagian di injak-injak, bahkan di bubarkan. OKP di ubek-ubek. Pemuda-pemudi di adu domba hingga pecah belah. Kita masih saksikan terdapat tiga kepengurusan KNPI. Semua itu sukses story dari tangan-tangan oligharki kekuasaan.

Disisi lain, milenial, demikian istilah untuk anak muda dewasa ini, tidak sedikit yang sukses. Milenial seperti Rakabuming, putra Presiden Jokowi tampil sukses jadi Walikota Solo. Bukan karena Bapaknya Presiden, tapi karena kepandaian warga Solo dalam memilih pemimpin. Warga daerah lain, mesti mencontoh warga Solo dalam memilih pemimpin milenial. Dengan begitu para politisi yang sudah tua, bisa hadap diri bahwa mereka sebenarnya sudah tidak dibutuhkan.

HMI salah satu organisasi Mahasiswa di Indonesia. Organisasi Mahasiswa tertua. Jangan sampai seperti para politisi tua yang sudah tidak diharapkan itu. HMI mesti jadi organisasi dengan jiwa yang milenial. Yang penuh kreatif dengan nalar kritisnya; lincah dengan kebebasannya; teguh dalam prinsip “kepemudaannya” dan tentu saja memiliki iman yang baik kepada Allah SWT. Karena kalau tidak beriman kepada Allah, untuk apa pula aktif di HMI.

Kongres HMI ke XXXI di Surabaya, adalah pertaruhan bagi HMI, apakah benar di isi oleh peserta milenial yang berlikir independen, punya idealisme dan nalar kritis, ataukah mereka hanyalah sekumpulan mahasiswa yang “seolah” milenial, tapi prilakunya seperti politisi tua yang korup, pragmatis, tidak punya idealisme, dan hanya punya romantisme saja?

Camkanlah, dan semoga Kongres HMI dapat berlangsung lancar, sukses menghasilkan yang terbaik, yang diterima sebagai rahmat dari Allah SWT.

Billahitaufiq Walhidayah

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *