Rakyat Menggugat Komnas HAM & Mahfud MD!

Rakyat Menggugat Komnas HAM & Mahfud MD!
foto: Mahfud MD
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Pasal 9 UU No.26/2000 menyebutkan: kejahatan terhadap kemanusiaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf b adalah salah satu perbuatan yang dilakukan sebagai bagian dari serangan yang meluas atau sistematik yang diketahuinya bahwa serangan tersebut ditujukan secara langsung terhadap penduduk sipil, berupa: a. pembunuhan; b. pemusnahan; c. perbudakan; d. pengusiran atau pemindahan penduduk secara paksa; e. perampasan kemerdekaan atau perampasan kebebasan fisik lain secara sewenang-wenang yang melanggar (asas-asas) ketentuan pokok hukum internasional; f. penyiksaan; …. dan seterusnya.

Menurut Pasal 9 UU No.26/2000 di atas, agar memenuhi kriteria pelanggaran HAM berat, serangan tidak harus bersifat meluas dan sistemik. Cukup hanya salah satu, bersifat meluas atau bersifat sistemik, maka pelanggaran tersebut sudah masuk kategori pelanggaran HAM berat. Karena itulah TP3 menggugat pernyataan yang sesat dan menyesatkan dari Mahfud MD!

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Serangan meluas atau sistematis sengaja ditujukan secara langsung terhadap penduduk sipil. Syarat meluas atau sistematis adalah syarat yang fundamental untuk membedakan kejahatan ini dengan kejahatan umum lain yang bukan merupakan kejahatan internasional. Kata meluas menunjuk pada jumlah korban, tindakan dengan skala besar dilaksanakan secara kolektif dan berakibat yang serius (Case No.ICTR-96-4-T, September 2, 1998, para 580).

UU No.26/2000 tentang Pengadilan HAM maupun Statuta Roma 1998 belum mendefinisikan mengenai arti meluas atau sistematis. Oleh karena itu, pengertian sistematis atau meluas tersebut dapat menggunakan yurisprudensi, antara lain dalam International Criminal Tribunal for the former Yugoslavia (ICTY) dan International Criminal Tribunal for Rwanda (ICTR), dan doktrin.

Meskipun demikian, tidak berarti Komnas HAM dan pemerintah dapat begitu saja merekayasa penggunaan/penerapan peraturan dan hukum, sekaligus memanipulasi informasi dan membohongi publik, sehingga kejahatan kemanusiaan terhadap enam laskar FPI hanya dikategorikan sebagai pelanggaran HAM biasa. Rekayasa dan manipulasi informasi ini seolah telah menjadi kebenaran mutlak, terutama akibat kekuasaan dan jaringan yang dimiliki dalam menyebar informasi secara sepihak.

Saat audienasi, Presiden Jokowi mempersilakan TP3 menyerahkan alat bukti jika telah terjadi pelanggaran HAM berat. Mahfud menyatakan penentuan pelanggaran HAM berat tidak cukup hanya atas dasar keyakinan. Bahkan dalam konferensi pers setelah audiensi, Mahfud sempat berujar kalau TP3 tidak punya alat bukti. Namun begitu, kata Mahfud, jika memiliki alat bukti, silakan TP3 menyampaikan kepada pemerintah. TP3 telah meyakinkan pemerintah dan publik bahwa alat bukti tersebut akan dibuka pada waktunya.

Sebetulnya, dengan bukti-bukti yang telah dikumpulkan oleh Komnas HAM saja, jika tidak terjadi rekayasa hukum dan manipulasi informasi, serta pernyataan sesat menyesatkan dari Mahfud, maka Komnas HAM sudah bisa menyimpulkan terjadinya pelanggaran HAM berat. Untuk itu, jika proses hukum yang saat ini sedang berlangsung di internal Polri tetap dilanjutkan, maka sangat pantas bagi rakyat menggugat Komnas HAM dan Mahfud MD.

Selain itu, sesuai komitmen Presiden Jokowi saat audiensi dengan TP3 pada 9 Maret 2021, bahwa pemerintah akan menuntaskan kasus pembunuhan brutal atas enam laskar secara adil, transparan dan bisa dinilai publik, maka Presiden Jokowi pun perlu segera memerintahkan Kapolri untuk segera menghentikan proses hukum internal Polri yang sedang berlangsung tersebut. Mari kita pantau, bagaimana reaksi dan tindakan Presiden Jokowi atas tuntutan publik dan rakyat biasa yang tak punya kuasa ini.[]

Jakarta, 9 April 2021.

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *