Jimly Asshiddiqie: Islam Mengajarkan Demokrasi Sejak Zaman Nabi

Ketua Umum ICMI Jimly Asshiddiqie. Republika/Iman Firmansyah
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Hajinews, — Ketua Umum Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI), Jimly Asshiddiqie, menyebut kehidupan zaman Nabi Muhammad SAW hingga Ali bin Abi Thalib telah mengajarkan perihal demokrasi. Demokrasi sendiri adalah penamaan sistem yang diidealkan terjadi dalam bernegara.

Dalam webinar yang digelar ICMI, ia menyebut di suasana Ramadhan ini ada baiknya umat Muslim kembali mengkaji tentang demokrasi. Yang dibahas bukan kasusnya, namun apa esensi demokrasi dalam perspektif Islam.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Jika melihat buku sejarah, ia menyebut banyak yang tidak menuliskan referensi seputar demokrasi pada tahun 500 hingga 1500 Masehi. Para penulis seolah-olah tidak memuat perbincangan tentang demokrasi pada masa tersebut. Semua buku mengacu pada teori dan filsafat kuno, seperti masa-masa sebelum Masehi, serta Yunani dan Romawi kuno.

Sementara, pada abad ke-5 hingga 6 saat Nabi Muhammad hidup, praktik-praktik demokrasi telah dilakukan. Salah satunya dalam pemilihan pemimpin, hal ini tidak dilakukan secara turun-temurun maupun kudeta yang kerap terjadi di masa itu, namun melalui pemufakatan.

“Dalam Alquran dan hadis, banyak uraian yang menyebut bagaimana Nabi membuat keputusan dimulai dengan permusyawaratan, kecuali dalam urusan wahyu. Ini mekanisme yang tidak banyak tertulis dalam preseden sejarah,” ujar Jimly Asshiddiqie, dikutip di webinar yang disiarkan di akun resmi Youtube ICMI, dilansir Republika, Kamis (15/4).

Plato, dalam bukunya yang berjudul ‘Republic’ tahun 375 SM, membahas tentang konsep republik dan demokrasi ini. Isi buku ini berupa dialog antara dirinya dengan delapan tokoh, termasuk Sokrates.

Di buku itu, gambaran sebuah negara yang ideal dan menjadi impian adalah berupa aristokrasi dengan pemimpinnya yaitu Philosopher King atau raja yang berfilosofi. Tak hanya itu, ia juga menyebut konsep ini bisa menyimpang menjadi empat tatanan dari yang baik hingga terburuk, yaitu timokrasi, oligarki, demokrasi dan tirani.

Demokrasi kala itu berada di posisi kedua bentuk kenegaraan yang terburuk. Namun, setelah 1500 Masehi, konsep ini berubah akibat perubahan pengertian dan makna yang dibuat oleh pada ahli dan filsuf Eropa.

“Meski demikian, di Eropa, referensi kepada praktik demokrasi ketika zaman keemasan Islam ini tidak ada atau tidak dimasukkan. Padahal itu bentuk demokrasi di masa abad pertengahan,” lanjutnya.

Jimly menegaskan, berdasarkan sejarah, praktik kenegaraan di dunia Islam zaman Nabi Muhammad SAW hingga Ali bin Abi Thalib adalah praktik yang cara kerjanya sangat demokratis. Di masa ini yang berkuasa adalah rakyat, lalu diambil keputusan melalui musyawarah dan tidak melihat keturunan.

Di zaman modern, banyak pihak yang mulai berbicara tentang konstitusi atau negara hukum. Konstitusi sendiri adalah dokumen perjanjian bersama untuk mendirikan satu negara bersama.

Jean Jacques Rousseau menyebut konstitusi adalah kontrak sosial. Hal ini juga dilakukan Nabi Muhammad SAW melalui Piagam Madinah-nya. Hal ini bahkan disebut sebagai bentuk konstitusi yang paling pertama, dimana perjanjian tersebut ditandatangani oleh 13 kepala suku yang menjamin hak-hal politik sosial masing-masing sembari saling melindungi.

“Cara pandang kita tentang demokrasi, konstitusi, republik, termasuk konsep negara hukum adalah perkembangan mutakhir. Albert Venn Dicey menyebut pemerintahan itu oleh aturan bukan orang. Orang hanya sebagai role model, sementara atasan adalah aturan,” kata Jimly.

Selanjutnya, ia menyebut ide yang terkandung dalam ide sebuah demokrasi awalnya memang tidak sempurna. Bahkan, sampai saat ini masih banyak yang harus diubah.

Tetapi, konsep ini terus bertumbuh dan berkembang, disesuaikan dengan perkembangan zaman. Jimly menyebut apa yang sudah ada saat ini tidak bisa dianggap sebagai sebuah produk akhir atau final.

Pemahaman akan demokrasi sebagai suatu ide baru membaik setelah praktik di dunia Islam dikembangkan. Namun sayangnya, referensi ini tidak disebut sama sekali, terutama setelah terjadi perang salib.(ingeu/dbs)

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *