Menuduh Islam Arab Dan Kudeta Syariat

Menuduh Islam Arab Dan Kudeta Syariat
Dr. H. Abdul Chair Ramadhan, S.H., M.H. (Ahli Hukum Pidana & Direktur HRS Center)
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Oleh Dr. H. Abdul Chair Ramadhan, S.H., M.H. (Ahli Hukum Pidana & Direktur HRS Center)

Hajinews – Kondisi persatuan ummat Islam saat ini sangat mengkhawatirkan. Begitupun dalam persatuan kebangsaan. Kesemuanya itu merupakan ancaman bagi persatuan Indonesia. Tidak dapat dipungkiri adanya upaya memecah belah antar anak bangsa dengan berbagai cara. Ummat Islam yang istiqamah dalam perjuangan menerapkan ajaran Islam secara kaffah (totalitas) selalu didekatkan dengan stigma negatif. Pelabelan Islam intoleran, Islam radikal, sampai Islam teroris merupakan salah satu upaya pelemahan perjuangan menerapkan nilai-nilai maslahat syariat Islam secara legal-konstitusional. Syariat Islam hendak dijauhkan dari sistem politik. Syariat Islam dipandang tidak sejalan dengan modernisasi. Pada yang demikian itu tercipta polarisasi, antara pihak yang pro dan pihak yang kontra. Pihak yang pro syariat Islam dianggap sebagai anti Pancasila, sebaliknya pihak yang kontra mengklaim dirinya sebagai Pancasilais. Pada yang demikian itu, diskursus tentang Islam politik dan konkritisasinya dipandang sebagai ancaman dengan sebutan “paham lain yang bertentangan dengan Pancasila”.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Syariat Islam hendak dicukupkan hanya sebatas inspirasi bukan dalam bentuk aspirasi. Konsepsi demikian itu akan mengkerdilkan upaya konkritisasi penerapan nilai-nilai universal syariat Islam secara legal-konstitusional. Di sisi lain pihak yang berseberangan selalu saja mendapat porsi dan bahkan terlindungi. Keberadaannya diakomodasi, sangat sulit hukum menjangkau mereka ketika ada delik. Menjadi lain halnya dengan pihak yang kritis, selalu saja dipersekusi dan bahkan dikriminalisasi. Kondisi demikian memperlihatkan keterbelahan dan sekaligus membawa kita pada jurang perpecahan. Sudah banyak aktivis dan ulama diproses pidana hanya sekedar menyampaikan pikiran dan gagasan. Namun, tidak demikian halnya bagi para pendukung rezim.

Politik adu domba melalui polarisasi “Islam Nusantara” versus “Islam Arab” semakin masif. Islam Arab dipersepsikan sebagai “penakluk” bahkan disebut “penjajah”. Propaganda demikian memiliki makna simbolik dan terkait dengan kepentingan politik. Pernyataan tersebut bukan saja bentuk kesesatan berpikir, namun ada maksud terselubung. Patut dicatat keturunan Hadromi (Habaib) di Indonesia berasal dari bangsa Arab. Jika dideduksikan, maka IB HRS termasuk ke dalam pengertian Islam Arab (penjajah). Oleh karena itu pemikiran dan perjuangan IB HRS harus ditolak dan bahkan dilarang sebab membahayakan eksistensi Pancasila. Pada akhirnya berbagai pemikiran dan perjuangannya tentang Islam politik harus ditolak dan bahkan dilarang.

Sebelumnya IB HRS telah mengalami pengasingan politik. Pengasingan politik berlangsung ketika di Saudi Arabia melalui rekayasa status Cekal yang terstruktur dan sistematis oleh tangan tak terlihat. Pada saat ini IB HRS dihadapkan dengan sejumlah rekayasa proses hukum Protokol Kesehatan. Tidak hanya IB HRS, namun juga terhadap organisasi dan pengikutnya. Mereka semua juga dilabeli cap anti Pancasila sebab memperjuangkan nilai-nilai universal syariat Islam. Padahal yang demikian itu merupakan perintah ajaran Islam dan perjuangan tersebut dilakukan secara legal-konstitusional. Terlebih lagi propaganda sistemik dan terstuktur yang mengidentikkan FPI dan elitenya dengan aksi teroris dan ISIS. Kesemuanya itu merupakan hasil kerja politis pengusung liberalis-komunis untuk kepentingan oligarki politik-ekonomi. Kedua kekuatan tersebut terhubung dengan polarisasi yang membelah Islam. Target utamanya adalah ingin menjadikan ajaran (nash) Islam khususnya di bidang politik, hukum dan ekonomi hanya sebatas referensi yang tidak mendominasi. Dengan kata lain, bukan sebagai sumber referensi yang satu-satunya dan bukan pula yang utama. Keberlakuannya tidak lagi dapat mendominasi oleh karena hanya sebatas inspirasi.

Sebagai salah satu sumber referensi, maka bermakna ayat Suci berkedudukan sama atau sejajar dengan ayat konstitusi. Ketika konstitusi mengalami amandemen dan ternyata berseberangan dengan ayat Suci, maka ketika itu pula ayat Suci tidak lagi menjadi inspirasi dan oleh karenanya tidak mungkin untuk diaspirasikan atau diwujudkan. Pada saat yang bersamaan berbagai Undang-Undang yang bertentangan dengan nash diterbitkan. Undang-Undang dimaksud pastinya didalikan konstitusional sebab terhubung dengan konstitusi. Dengan demikian tentunya sangat sulit dan bahkan mustahil untuk dimintakan pembatalan ke Mahkamah Konstitusi.

Jakarta, 25 April 2021.

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *