Miris! China Hancurkan 170 Masjid di Xinjiang, Penganut Islam Menurun

Muslim Uighur di Xinjiang, China. Foto: AP
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Hajinews.id – Sebuah laporan dari lembaga penelitian Australia mengatakan, kebijakan China untuk menghancurkan masjid di wilayah Xinjiang telah berdampak pada berkurangnya jumlah penganut Islam.

Institut Kebijakan Strategis Australia (ASPI) merilis laporan bahwa di tahun 2020, setidaknya sekitar 170 masjid yang hancur telah berhasil diidentifikasi melalui citra satelit, sekitar 30 persen dari sampel yang mereka analisis.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Dalam sedekade terakhir, kehadiran jemaah di Masjid Id Kah di kota bersejarah Jalur Sutra Kashgar telah turun dari 5.000 orang menjadi maksimal sekitar 900 orang.

Partai Komunis China tidak lagi mengizinkan anak di bawah umur untuk berpuasa dan pengamat telah melihat lebih dari seratus masjid dihancurkan.

Hal tersebut berbanding terbalik dengan sikap Pemerintah China yang sebenarnya membebaskan warga negaranya untuk menganut agama Buddha, Taoisme, atau Kristen, bahkan Islam itu sendiri.

Meskipun terdapat aturan yang mengatur bagaimana warga negara mempraktikkan keyakinan mereka.

Pemerintah China membantah tuduhan tersebut, merujuk adanya anggaran pengeluaran pemerintah untuk perbaikan masjid yang mencakup kipas angin, toilet pembilasan, komputer, dan pendingin udara.

Ali Akbar Dumallah, seorang pria Uighur yang melarikan diri dari China pada tahun 2012, dalam sebuah wawancara di Turk mengatakan bahwa China berusaha untuk menghapus jejak Islam di Xinjiang.

“Mereka memiliki rutinitas membuat keributan seperti itu setiap kali mereka membutuhkannya,” katanya, dikutip Pikiranrakyat-Bekasi.com

“Orang-orang tahu persis apa yang harus dilakukan, bagaimana berbohong, itu bukanlah sesuatu yang baru bagi mereka,” tambah dirinya

Dilansir dari Newsweek, Pemerintah China mengadakan kunjungan lima hari ke Xinjiang pada bulan April lalu untuk sekitar selusin koresponden asing.

Hal tersebut merupakan bagian dari kampanye propaganda yang intens untuk melawan tuduhan kejahatan genosida terhadap etnis Uighur.

Para pejabat China berulang kali mendesak wartawan untuk menceritakan apa yang mereka lihat, bukan apa yang disebut China sebagai kebohongan politisi dan media Barat yang kritis.

Beijing mengatakan, hal tersebut mereka lakukan untuk melindungi kebebasan beragama dan warga negara dapat menjalankan keyakinan mereka selama mereka mematuhi hukum dan peraturan.

Dalam praktiknya, China justru membatasi setiap aktivitas keagamaan di berbagai tempat dan instansi.

 

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *