Kolonialisme Israel Di Palestina Dalam Bingkai Pergolakan Politik Timur Tengah

Kolonialisme Israel Di Palestina Dalam Bingkai Pergolakan Politik Timur Tengah
Kolonialisme Israel Di Palestina Dalam Bingkai Pergolakan Politik Timur Tengah. FOTO/DOK
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Oleh: Abdurrahman Syebubakar, Ketua Dewan Pengurus IDe

Hajinews.id – Di tengah kekejian kolonial Israel membantai rakyat Palestina saat ini, dan siklus kekejamannya selama lebih dari 70 tahun di wilayah pendudukan, perlu dipahami konteks makro pergolakan politik dan ideologi di Timur Tengah. Pasalnya, variabel ini, langsung maupun tidak langsung, ikut mewarnai nasib bangsa Palestina.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Dalam tulisan bertajuk “Merampas Tanah Palestina atas Janji Tuhan?” (17 Mei 2021), saya menyajikan analisis tentang tumpang tindih faktor politik dan historis dengan kuatnya stimulus sentimen primordial Yahudi terhadap siklus kejahatan kolonial Israel di Palestina.

Salah satu masalah yang menghambat kemerdekaan bangsa Palestina adalah ketidakberdayaan negara-negara Arab dan dunia Islam, pada umumnya, di hadapan kolonial Israel.

Dunia Islam tidak bisa berbuat banyak kecuali sebatas mengutuk kekejaman zionis Yahudi terhadap rakyat Palestina. Sebab, banyak negara mayoritas Muslim didera berbagai masalah seperti kemiskinan, korupsi, despotisme, serta pertikaian horizontal dan vertikal yang tak berkesudahan.

Sementara Zionis Yahudi telah memenangkan “pertempuran” di semua fron – wilayah, militer, ekonomi, dan politik, atas panduan hukum rimba realisme politik global dan pemihakan dunia Barat, terutama AS.

Kali ini, saya mengulas pergolakan politik Timur Tengah yang merupakan resensi BUKU karya Smith Alhadar, Pakar Politik Timur Tengah, berjudul “Anarkisme Timur Tengah: Pergolakan Politik Dan Ideologi”, yang terbit pada 2015. Tulisan ini disertai sejumlah informasi dan data terkini.

Timur Tengah Kawasan Paling Dinamis

Timur Tengah adalah kawasan paling cair dan dinamis di dunia. Berbagai peristiwa datang dan pergi dalam frekuensi sangat tinggi. Hal ini dimulai sejak Perang Dunia Pertama ketika Imperium Usmani mengalami disintegrasi dan penjajah Inggris dan Perancis membagi-bagi kawasan Timur Tengah untuk diri mereka sendiri.

Negeri Syam, yang di Barat dikenal sebagai Levant, dibagi menjadi lima negara: Suriah, Lebanon, Israel, Palestina, dan Yordania. Suriah dan Lebanon jatuh ke tangan kolonialis Perancis, sementara Israel, Palestina, Yordania, dan Irak, menjadi milik Inggris. Lalu, Inggris memecah-belah Irak. Kuwait dipisahkan dari Provinsi Basra milik Irak untuk dijadikan kerajaan tersendiri.

Tindakan Inggris menciptakan Israel, melalui Deklarasi Balfour 1917, dengan menyerahkan sebagian tanah Palestina kepada Israel, merupakan peristiwa tragis bagi kalangan Palestina.

Sejak itu, konflik berdarah kedua bangsa berlangsung sampai sekarang. Ironisnya, pengakuan Palestina akan eksistensi Israel tidak mendapat balasan setimpal berupa pengakuan Israel atas negara berdaulat Palestina.

Sementara AS, beserta sekutu Barat, terutama Inggris, melepas tanggung jawab politik dan moralnya. Mengikuti kebijakan AS yg mendukung Israel tanpa syarat, Inggris menolerir semua kejahatan Israel terhadap Palestina. Akibatnya, konflik IsraelPalestina yang berdarah-darah terus berlangsung.

Situasi Palestina kian menyedihkan akibat perpecahan internal. Hamas, yang berideologi Islam dan berbasis di Jalur Gaza, menolak mengakui eksistensi Israel dan memilih jalan bersenjata untuk mengusir Israel dari seluruh tanah Palestina. Sementara Organisasi Pembebasan Palestina (PLO), yang didominasi faksi Fatah yang berideologi sekuler dan berbasis di Tepi Barat, memilih jalan diplomasi untuk mendapatkan kemerdekaan Palestina dengan wilayah terbatas di Tepi Barat dan Jalur Gaza.

Keengganan Israel berdamai dengan Palestina berdasarkan Resolusi DK Keamanan PBB No 242 dan 338 membuat isu Palestina menjadi induk dari banyak persoalan Timur Tengah, sementara pertikaian internal Palestina menjadi penghambat bagi upaya-upaya terpadu Palestina dan Arab dalam meraih kemerdekaan bagi Palestina.

Pembentukan negara Kuwait oleh Inggris dengan memisahkannya dari negara induk, yakni Irak, juga membawa persoalan tersendiri bagi Timur Tengah. Pada 1990, Irak di bawah Presiden Saddam Hussein menginvasi Kuwait untuk mengintegrasikan kembali Kuwait sebagai salah satu provinsi Irak.

Tindakan Saddam mendapat respons keras dari pasukan multinasional pimpinan AS. Irak dihancurkan dan Kuwait dibebaskan. Tapi persoalan tidak selesai sampai di situ. Berbagai upapa dilakukan AS — yang menjadi pemain utama di Timur Tengah menggantikan Inggris dan Perancis seusai Perang Dunia II – guna menjatuhkan Saddam.

Upaya itu baru berhasil pada 2003, ketika AS menginvasi Irak. Tapi kejatuhan Saddam dan kehancuran rezimnya justru menciptakan situasi anarkis di Irak. Terjadi perang saudara berdasarkan garis mazhab dan etnis, antara Syiah, Sunni, dan Kurdi.

Arab Spring

Pada Maret 2011 Arab Spring melanda Suriah. Respons keras dari rezim Suriah pimpinan Presiden Bashar al-Assad terhadap demonstrasi damai rakyat Suriah yang menuntut perbaikan keadaan ekonomi mereka mengakibatkan pemberontakan di sebagian besar wilayah Suriah.

Konflik antara rezim dengan kelompok-kelompok pemberontak yang disokong negara-negara Arab Sunni dan Barat berujung pada perang saudara yang mematikan. Hampir 400.000 jiwa terbunuh dan lebih dari enam setengah juta menjadi pengungsi. Sebanyak 22.000 korban tewas adalah anak-anak (Kompas, 14/03/2021).

Harus diakui bahwa bantuan senjata dan dukungan politik dari pihak eksternal membuat situasi Suriah kian memburuk. Rezim al-Assad kemudian kehilangan banyak wilayah, di antaranya, kepada pemberontak al-Qaeda.

Di Irak berdiri AQI (al-Qaeda Irak) yang kemudian memproklamirkan berdirinya Negara Islam di Irak dan Suriah (ISIS) pada Juni 2014. Al-Qaeda Suriah menolak bergabung dengan ISIS karena tak sejalan dengan visi-misi Ayman al-Zawahiri, pengganti Usama bin Ladin, sebagai pemimpin al-Qaeda saat ini.

Pembentukan ISIS ini direspons Barat dan Arab dengan membentuk koalisi Liga Arab-NATO anti-ISIS. Khilafat teror ini memiliki wilayah kekuasaan di Libya, Mesir, Yaman, dan kantong-kantong kecil di wilayah gurun di Irak dan Suriah, yang kemudian melancarkan teror terhadap masyarakat lokal.

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *