Matinya Nurani Para Pembesar Negeri

Matinya Nurani Para Pembesar Negeri
Hasanuddin (Ketua Umum PBHMI 2003-2005)
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Oleh Hasanuddin (Ketua Umum PBHMI 2003-2005)

Hajinews.id – Novel Baswedan dan kawan-kawannya, para penyidik KPK yang sedang menangani sejumlah kasus megakorupsi yang melibatkan petinggi kader partai yang sedang berkuasa seperti kasus korupsi Bansos yang melibatkan kader partai PDI Perjuangan, kasus benih lobster yang melibatkan kader partai Gerindra, kasus suap buronan KPK Harun Masiku, yang diduga bisa menyeret Sekjend PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto, kasus Gubernur Sul Sel Nurdin Abdullah, dan banyak lagi kasus korupsi besar lainnya, meningkatkan kepercayaan dan keyakinan masyarakat bahwa pelemahan KPK berlangsung secara sistematik, adalah ulah para penjahat yang merasa terancam kedudukannya dengan sepak terjang KPK.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Sebagaimana yang kita telah ketahui, pelemahan KPK bermula dari perubahan atas UU KPK, yang sebenarnya memperoleh penolakan publik. Namun, para penjahat yang sedang berkuasa memiliki pandangan berbeda dengan apa yang disuarakan oleh publik. UU KPK akhirnya di ubah, dimana salah satu klausul perubahan itu adalah mengharuskan adanya alih status pegawai KPK menjadi aparat sipil negara (ASN). Keharusan alih status ini, tidak serta merta membuat publik marah, sekalipun sebagian besar dari kalangan pemerhati KPK telah menengarai bahwa keharusan alih status ini adalah bagian dari skenario pelemahan KPK itu. Sebelum alih status pegawai KPK menjadi ASN, dihadirkan ketentuan adanya Dewan Pengawas KPK. Figur-figur dari dewan pengawas KPK saat ini kita tahu mereka semua adalah para pendukung atau loyalis Jokowi saat Pilpres. Walhasil keberadaan mereka sebagai Dewas KPK tidak lebih dan tidak kurang menjadi penjaga kepentingan oligharki kekuasaan semata. Salah satu fakta yang kita saksikan adalah, tidak adanya pembelaan dari Dewan Pengawas atas nasib 51 anggota senior dari pegawai KPK, yang dibuang dengan alasan tidak lulus Test Wawasan Kebangsaan (TWK) hasil kerja BKN, dimana lembaga ini berada dibawah Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara yang saat ini dipimpin oleh Tjahyo Kumolo, mantan Sekjend PDI Perjuangan. Melalui materi test yang berbau Rasis, BKN memutilasi hak-hak pegawai KPK yang nota benenya di lindungi oleh Putusan Mahkamah Konstitusi (yang bersifat final dan mengikat), serta telah dijadikan dasar instruksi oleh Presiden, bahwa proses alih status pegawai KPK tidak boleh mengurangi dan apalagi merugikan hak-hak pegawai KPK.

Kepala BKN dan Kepala Staf Presiden, berdalih bahwa pemecatan terhadap 51 orang pegawai KPK telah sesuai arahan Presiden. Jika benar demikian, berarti Presiden Jokowi telah berbohong. Namun, jika tidak demikian, berarti Firli Bahuri, Kepala BKN dan Kepala Staf Presiden yang telah melakukan pembangkangan terhadap perintah Presiden.

Perlawanan Novel Baswedan Dkk

Novel Baswedan dkk-nya tidak tinggal diam. Menurut Novel perlawanan yang mereka lakukan bukan semata-mata untuk mempertahankan posisi mereka di KPK. Perlawanan Novel dkk adalah bagian tidak terpisahkan dari upaya pemberantasan Korupsi itu sendiri, dimana KPK sedang diserang oleh para penjahat, para pembela koruptor yang sedang berkuasa. Dapat dipahami, bahwa perlawanan Novel dkk ini masih sejalan dengan aspirasi publik yang menghendaki tindakan yang lebih tegas dari KPK dalam melakukan pemberantasan korupsi. Membela KPK dari pelemahan, dari intervensi kekuasaan, mutilasi kewenangan terhadap para penyidik KPK sesuai dengan kehendak publik. Dapat dipahami, jika kemudian Komnas HAM, Ombusdman, bergerak membantu Novel Baswedan dkk itu. Demikian halnya dapat dipahami jika PGI (Persatuan Gereja Indonesia), bersuara lantang menolak pelemahan KPK serta memberikan dukungan kepada perlawanan Novel Baswedan dkk. Juga dapat dipahami, jika 588 orang pegawai KPK lainnya, yang sekalipun dinyatakan telah lolos TWK, menolak dilantik menjadi ASN, (meminta penudaan) dan memilih membela kawan-kawan mereka lainnya yang sedang berjuang.

Rakyat Indonesia yang memiliki kecintaan kepada Bangsa dan Negara, yang masih merindukan tegaknya Nilai-Nilai Pancasila terutama sila Keadilan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, pasti akan berdiri tegak bersama Novel Baswedan dan kawan-kawan.

Matinya Nurani Penguasa

Rezim pemerintahan Jokowi memang nampak sedang diselimuti kabut tebal, gerhana sedang menimpa, hati nurani sedang beku, mati secara spritual, sehingga tidak mampu lagi membedakan mana baik, mana yang buruk bagi kemajuan Bangsa dan Negara. Dalam situasi demikian amat sangat berbahaya. Seseorang atau suatu rezim yang tidak dipandu oleh hikmah kebijaksanaan, akan berlaku sewenang-wenang, berlaku otoriter, korup dan tentu saja mengangkangi hukum dan keadilan. Dalam perspektif agama apapun, hukuman bagi mereka pasti, di dunia ini maupun diakhirat. Di dunia ini mereka dihukum dengan dibutakan dari melihat kebenaran, sehingga mereka memberi makan anak-cucunya dari harta yang haram, sebagai bagian dari proses menuju neraka. Dan diakhirat kelak, mereka semua akan dituntut dengan siksaan yang pedih.

Oleh sebab itu, catatan ini setidaknya (dan semoga) dibaca oleh para petinggi negeri, para penguasa yang sedang “dibutakan hatinya” (oleh Allah) dalam melihat kebenaran, semoga segera dapat beristigfhar, memohon ampunan Allah, agar mereka dan keluarganya selamat dari azab dan api neraka. Tentu kita semua juga selalu beristigfhar dan senantiasa berharap selamat dari api neraka.

Jika kemudian, peringatan ini diabaikan, lalu kemarahan rakyat menuncak, dan melakukan aksi-aksi melawan penguasa yang dholim ini, lalu menimbulkan chaos, tentu semua itu adalah bentuk hukuman dari Allah, atas kekufuran yang melanda negeri ini.

Semoga kita semua terhindar dari azab Allah.

Depok, Minggu 30 Mei 2021

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *