Minta Jokowi Batalkan Pelantikan Pegawai KPK, Koalisi Guru Besar Antikorupsi: Pemberantasan Korupsi di Ambang Bahaya.

Ilustrasi gedung KPK. (Antara Foto)
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Hajinews – Koalisi Guru Besar Antikorupsi mendesak Presiden Joko Widodo membatalkan agenda pelantikan pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN).

Dalam penilaian Koalisi Guru Besar Antikorupsi, pelantikan pegawai KPK menjadi ASN justru membuat pemberantasan korupsi kian berada di ambang bahaya.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Pernyataan itu disampaikan Guru Besar FH UNPAD Prof Atip Latipulhayat, mewakili 77 Guru Besar Antikorupsi melalui keterangan tertulis kepada KOMPAS TV, Senin (31/5/2021).

“Betapa tidak, beberapa waktu lalu Pimpinan KPK bersama dengan Kepala BKN mengumumkan keputusan yang bertolak belakang dengan peraturan perundang-undangan dan perintah Presiden Joko Widodo,” kata Atip.

“Kala itu disampaikan bahwa 51 pegawai KPK diberi tanda merah dan tidak bisa dilakukan pembinaan lagi, sedangkan 24 pegawai lainnya akan mengukuti pelatihan lanjutan,” tambahnya.

Atip menuturkan keseluruhan polemik ini sebenarnya berpangkal pada kebijakan Pimpinan KPK yang memaksakan penggunaan Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) sebagai syarat pengalihan status kepegawaian.

“Penting untuk ditekankan bahwa pasca perubahan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002, KPK berada di dalam rumpun kekuasaan eksekutif,” ujarnya.

“Tentu ini berimplikasi pada urusan administrasi kelembagaan mesti tunduk dan taat pada Presiden,” tambahnya.

Selain itu, Pasal 25 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara juga telah memuat bahwa Presiden selaku pemegang kekuasaan pemerintahan merupakan pemegang kekuasaan tertinggi dalam kebijakan, pembinaan profesi, dan manajemen Aparatur Sipil Negara (ASN).

“Sehingga dalam lingkup kepegawaian, seluruh pemangku kepentingan harus mengacu pada kebijakan yang diambil oleh Presiden,” katanya.

Namun yang terlihat justru sebaliknya, kata Atip, pernyataan Presiden seperti diabaikan begitu saja, baik oleh Pimpinan KPK maupun Kepala BKN. Selain problematika pertentangan hukum penyelenggaraan TWK, substansinya pun layak untuk dipertanyakan.

“Berdasarkan pengamatan kami, pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh panitia kepada seluruh pegawai KPK sangat jauh untuk mengukur wawasan kebangsaan dari seorang warga negara,” ujarnya.

“Terlebih, mayoritas pertanyaan terlalu masuk pada wilayah privasi dan tidak bisa dinilai secara objektif. Sehingga dapat disimpulkan bahwa TWK ini tidak didasarkan atas pertimbangan yang matang,” tambahnya. (dbs).

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *