Diinisiasi Sejumlah LSM dan Diikuti Wamenkumham, Ketua Komisi Dakwah MUI Nyatakan Shalat Jumat Virtual Tidak Sah

Ketua MUI Bidang Dakwah dan Ukhuwah Cholil Nafis. /Instagram.com/@cholilnafis
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Hajinews,- Jakarta,– Ketua Komisi Dakwah Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH M Cholil Nafis berkomentar mengenai keikutsertaan Wakil Menteri Hukum dan HAM, Edward Omar Sharif Hiariej ikut dalam pelaksanaan Salat Jumat virtual yang diinisiasi sejumlah lembaga swadaya masyarakat (LSM) pada Jumat (2/7).

Salat Jumat virtual tersebut dilaksanakan di Masjid Jami’ Virtual Hilful Fudhul.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Salah diikuti sejumlah organisasi, antara lain PublicVirtue.id, Departemen Falsafah dan Agama Universitas Paramadina, Pusat Studi Islam, Perempuan dan Pembangunan (PSIPP) ITB Ahmad Dahlan Jakarta, dan Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN)

KH Cholil Nafis bahkan menyebut salat Jumat secara virtual tersebut tidak sah.

Kiai menyarankan agar sebaiknya dilaksanakan saja salat zuhur sebagai pengganti salat Jumat.

“Itu tdk sah shalat jum’atannya. Bisa shalat zhuhur aja,” tulis Kiai Cholil melalui akun Twitternya, menanggapi pemberitaan tersebut.

MUI keluarkan fatwa

Sebelumnya, pelaksanaan salat Jumat virtual telah ditentang oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) lewat Fatwa Nomor 28 Tahun 2021 tentang Hukum Penyelenggaraan Salat Jumat Secara Virtual.

Diketahui, belakangan ini muncul fenomena sholat jumat virtual di tengah pandemi Covid-19 yakni melaksanakan sholat tanpa harus ke masjid, cukup mengikuti khutbah dari rumah dan mengikuti sholat Jumat juga di tempat masing-masing.

Sekretaris Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Asrorun Niam Sholeh dalam keterangan pers, menyebutkan Fatwa MUI Nomor 28 Tahun 2021 tentang Hukum Penyelenggaraan Shalat Jumat secara Virtual.

Dalam Fatwa MUI yang baru saja ditetapkan itu ada dua penjelasan tentang shalat Jumat virtual dan shalat Jumat Hybrid.

Pertama, penyelenggaraan shalat Jumat secara virtual adalah pelaksanaan shalat Jumat yang lokasi imam dan makmum tidak ittihad al-makan (dalam kesatuan tempat), tidak ittishal (tersambung secara fisik), dan hanya tersambung melalui jejaring virtual.

Kedua, penyelenggaraan shalat Jumat secara hybrid adalah pelaksanaan shalat Jumat yang imam dan makmumnya memenuhi ketentuan ittihad al-makan (dalam kesatuan tempat) dan ittishal (tersambung secara fisik), serta diikuti oleh makmum lain yang hanya tersambung secara virtual.

Menurut MUI, penyelenggaraan shalat Jumat secara virtual sebagaimana dimaksud dalam ketentuan umum di atas hukumnya tidak sah.

Sedangkan penyelenggaraan shalat Jumat secara hybrid sebagaimana dimaksud dalam ketentuan umum kedua, hukumnya pun terbagi dua.

“Bagi imam dan makmum yang ittihad al-makan dan ittishal adalah sah. Sedangkan bagi makmum yang mengikuti shalat Jumat dan hanya tersambung secara virtual adalah tidak sah,” katanya.

Dalam hal seseorang ada uzur syar’i yang tidak memungkinkan melaksakan shalat Jum’at, maka kewajiban shalat Jumat menjadi gugur dan wajib melaksanakan shalat Zuhur.

“Hukum Islam akomodatif terhadap perkembangan masyarakat. Akan tetapi, ada beberapa ketentuan hukum agama yang sifatnya dogmatik, khususnya terkait dengan ibadah mahdlah. Shalat Jumat itu termasuk jenis ibadah mahdhah, memiliki syarat dan rukun yang harus dipenuhi,” tandasnya.

“Prinsip dalam pelaksanaan ibadah adalah mengikuti aturan. Hukum asalnya terlarang sampai ada dalil. Sementara kalau dalam hal muamalah, hukum asalnya adalah boleh sampai ada yang melarang”. (dbs).

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *