Kritis! Konsorsium Masyarakat untuk Kesehatan Publik: Sudahi Pencitraan Indonesia Baik-Baik Saja

Ilustrasi, Covid-19 masih mengamuk di Indonesia, pemerintah tidak seharusnya membuat citra negeri ini masih baik-baik saja. /Pixabay/PabitraKaity
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Hajinews – Konsorsium Masyarakat untuk Kesehatan Publik yang terdiri dari Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, LaporCovid-19, ICW dan Lokataru dan Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES) memberikan catatan kritis penanganan Covid-19 di Tanah Air.

Pemerintah diminta berhenti mencitrakan keadaan baik-baik saja dan mesti mengakui kondisi gawat darurat karena ledakan kasus Covid-19.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Lonjakan kasus Covid-19 di Indonesia telah meningkatkan kematian. Hingga 4 Juli 2021, data nasional setidaknya mencatat 60.582 orang meninggal terkonfirmasi positif corona melalui hasil usap PCR.

Angka kematian terkait Covid-19 yang sebenarnya diperkirakan jauh lebih banyak. Sebab, data tersebut tidak memasukkan jumlah mereka yang meninggal dengan status probable, atau yang mengalami gejala klinis penyakit infeksius Covid-19.

Kondisi di lapangan semakin buruk, data yang dikumpulkan oleh LaporCovid-19 dari pemberitaan media massa dan media sosial menyebut hingga Minggu 4 Juli 2021, 291 orang meninggal saat melakukan isolasi mandiri Covid-19 di rumah.

Ini seiring dengan laporan puluhan pasien Covid-19 meninggal karena tidak mendapatkan bantuan oksigen di IGD RS Sardjito.

Hal tersebut menjadi potret nyata kolapsnya fasilitas kesehatan yang menyebabkan pasien Covid-19 kesulitan mendapatkan layanan medis yang semestinya.

Selain itu, jumlah tenaga kesehatan yang terinfeksi Covid-19 sampai meninggal pun semakin banyak.

Hingga 5 Juli 2021, Pusara Digital LaporCovid-19 mencatat setidaknya 1.046 tenaga kesehatan yang meninggal karena Covid-19.

Di sisi lain, pemerintah tidak kunjung terlihat melakukan peningkatan 3T, testing, tracing, dan treatment secara signifikan.

Ditambah dengan rendahnya transparansi data pandemi Covid-19, termasuk data jumlah tes PCR per daerah, data ketersediaan rumah sakit yang kerap tidak akurat mengakibatkan warga banyak ditolak dari satu RS ke RS lain.

Testing pun masih rendah dan tidak proporsional hingga mengakibatkan lonjakan besar kasus Covid-19 yang mengakibatkan perawatan (treatment) sebagian fasilitas layanan kesehatan yang hampir roboh.

Warga yang terinfeksi Covid-19 menjadi sulit mendapat layanan medis, beberapa di antaranya meninggal.

Irma Hidayana, inisiator LaporCovid-19 menyebutkan kematian-kematian tersebut semestinya bisa dicegah jika dari awal pemerintah melakukan pencegahan dan pengendalian penularan Covid-19 yang lebih kuat.

Situasi saat ini merupakan hasil dari ketidakefektifan pencegahan dan pengendalian Covid-19 yang dilakukan selama ini.

Hal tersebut bisa terlihat selama setengah tahun masa pandemi Covid-19 justru didominasi oleh pelonggaran sosial, termasuk mendahulukan kepentingan ekonomi di atas kesehatan masyarakat.

“Pemerintah perlu mengakui bahwa kondisi sudah gawat darurat dan meminta maaf serta menunjukkan empati. Perlu berhenti melakukan komunikasi yang mencitrakan bahwa kita sedang baik-baik saja yang justru mengakibatkan rendahnya kewaspadaan masyarakat terhadap masifnya penularan Covid-19,” ucapnya dalam keterangan tertulis Konsorsium Masyarakat untuk Kesehatan Publik, Pikiran-Rakyat, Senin 5 Juli 2021.

Sementara itu, Muhamad Isnur dari YLBHI dengan tegas meminta pemerintah bertanggung jawab atas kondisi krisis Covid-19 itu.

Hal tersebut sesuai dengan amanat UUD 1945 dan UU HAM di mana hak kesehatan dijamin oleh negara.

Pemerintah juga mengabaikan Peraturan Perundang-Undangan khususnya UU No. 6 Tahun 2018 Tentang Karantina Kesehatan di mana sebenarnya UU tersebut memiliki kajian epidemiologi yang kuat.

Muhamad Isnur mengkritisi tentang tidak adanya PP terhadap UU No. 6/2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan yang membuat kondisi sekarang kacau karena ada kekosongan hukum yang mengakibatkan adanya tumpang tindih kebijakan dan komando.

“Tetapi pemerintah tidak menggunakan UU yang dibuat khusus untuk menangani pandemi, pemerintah abai tidak melaksanakan mandat pembentukan peraturan-peraturan turunan seperti Peraturan Pemerintah tentang Penanggulangan Darurat Kesehatan Masyarakat,” ucapnya.

Tidak dipakainya UU 24/2007 tentang Penanggulan Bencana menggugurkan kebijakan pemerintah untuk memenuhi kebutuhan dasar masyarakat.

Presiden juga pernah membuat keputusan presiden tentang status Darurat Kesehatan Masyarakat.

Status itu juga tanpa indikator yang jelas dan apakah ini masih berlaku, bagaimana kewenangan dan lainnya karena seharusnya tata cara penetapan dan pencabutan status darurat kesehatan masyarakat juga diatur di Peraturan Pemerintah.

Belum lagi kewajiban pemenuhan kebutuhan dasar rakyat saat dalam status darurat kesehatan masyarakat dan darurat bencana, jelas pemerintah tidak memenuhinya.

Terkait penetapan PPKM darurat pun juga tidak ada dasar hukum, Muhammad Isnur mengatakan, “Status PPKM dilakukan oleh instruksi Kementerian Dalam Negeri, namun tidak ada dasar hukum, tidak ada UU.”

Peneliti LP3ES Herlambang Wiratraman menambahkan tiga kegagalan terkait penanganan pandemi.

Pertama, tingginya angka kasus Covid-19. Kegagalan kedua adalah ambruknya rumah sakit, ketidaktersediaan oksigen sehingga banyak warga meninggal. Kegagalan ketiga adalah tingginya angka nakes yang meninggal.

Kegagalan pemerintah terjadi karena pemerintah abai. Alih-alih menutup dan membatasi mobilitas, pemerintah malah mempromosi mobilitas dengan berwisata.

Penyebab kedua adalah lambatnya pemerintah dalam menanggapi ledakan kasus, dan juga instruksi yang dikeluarkan harus dikeluarkan oleh presiden, bukan di level Kementerian dengan berdasarkan UU.

Ketiga, pemerintah terlalu fokus pada ekonomi. Keempat, pemerintah masih denial akan ledakan kasus.

Kelima, pemerintah tidak mengupayakan secara sistematik upaya 3T, dan pembungkaman terhadap mereka yang menyuarakan atau mengkritisi penanganan pandemi.

Kegagalan dan ketidaksungguhan Pemerintah dalam menangani pandemi Covid-19, dikelola tanpa keberpihakan masyarakat banyak yang akan rentan menjadi korban.

“Apakah pemerintah hari ini sudah tak ada rasa peka, nihilnya keberpihakan pada hak-hak warga bangsa? Bukankah Pasal 28I ayat (4) UUD NRI 1945 menjelaskan siapa yang harus tanggung jawab? Secara khusus disebutkan Pasal 28H ayat (1): Setiap orang berhak sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan; dan Pasal 34 ayat (3): Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan,” kata Herlambang.

Menurut Herlambang, banyaknya nyawa yang tidak tertolong karena kolapsnya rumah sakit merupakan bentuk kegagalan pemerintah Jokowi.

“Kematian yang tak bisa diantisipasi dengan penyediaan layanan medis, menunjukkan fakta jelas tentang kegagalan negara dan dapat disebut sebagai constitutional failure. Pemerintahan Jokowi harus meminta maaf terbuka dan menegaskan tanggung jawab hukum dan politiknya,” ucap Herlambang.

Selanjutnya, Lalola Easter dari ICW menyoroti penyebab adanya korupsi di masa pandemi Covid-19.

“Pemerintah sudah salah langkah dari awal, masih banyak serapan anggaran rendah untuk penanganan Covid-19, dan ironisnya, program infrastruktur yang tidak urgent tetap dilanjutkan,” tuturnya.

Selain menuntut pemerintah meminta maaf, konsorsium meminta pemerintah melakukan pembatasan yang lebih ketat dari PPKM Mikro, yaitu dengan menekan kelonggaran pekerja sektor esensial untuk mengurangi laju pergerakan dan transmisi virus di tingkat komunitas.

Tak hanya itu, pemerintah harus melakukan pembaruan data secara realtime, yang bukan hanya menuliskan angka statistik, melainkan harus merefleksikan kondisi sesungguhnya serta meningkatkan semua upaya surveilans.

Pemerintah juga harus menyudahi komunikasi yang mencitrakan baiknya situasi dan beralih ke komunikasi risiko yang berempati, akuntabel dan merefleksikan kegawatdaruratan di masyarakat dan faskes sesungguhnya di lapangan, sehingga menumbuhkan kewaspadaan bagi masyarakat untuk taat menjalankan protokol kesehatan.(dbs)

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *