OK Sulit Ok

OK Sulit Ok
Lim Oon Kuin
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Langkah besar lainnya: OK Lim menjual stok minyaknya. Dengan harga rugi. Untuk menutup cash flow yang terus memburuk.

Padahal stok itu dijaminkan ke bank. Yang setiap menjualnya harus melapor ke bank. Dan uangnya harus masuk bank.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Tapi OK Lim menjualnya diam-diam. Agar bisa menggunakan hasilnya untuk tutup sana-sini.

Ibarat perjudian beneran, agar OK Lim bisa terus memainkan kartunya. Tapi ia tidak kunjung punya kartu as. Dari waktu ke waktu, OK Lim terus mengalami kekalahan.

Lantas terbongkar. Sudah terlalu banyak kartu palsu yang ia mainkan. Ketahuan. Persoalannya bukan lagi di ranah hukum dagang. Tapi sudah ke ranah pidana. Singapura keras dalam hal ini. Tidak peduli siapa OK Lim. Yang bisnisnya pernah ikut membawa Singapura menjadi salah satu sentral perdagangan minyak dunia.

Awalnya begitu harum nama OK Lim di mata siapa saja. Termasuk di mata pemerintah Singapura. Kini nama itu begitu busuknya di mata perbankan dan di mata hukum.

Orang yang begitu kaya menjadi tidak bermakna. Orang yang begitu gagah langsung ke kursi roda.

Hartanya disita pengadilan. Di bawah pengelolaan independen. Perusahaannya dijalankan oleh profesional yang ditunjuk pengadilan. OK Lim sendiri tidak kuat. Ia membawa perusahaannya ke pengadilan: untuk di PKPN, dinyatakan bangkrut.

Rumah-rumahnya di Singapura dan di Australia dibekukan. Salah satunya sebuah rumah yang di Singapura disebut bungalow. Luasnya 3.000 m2. Hanya ada beberapa rumah seperti itu di sana. Yang kalau dijual hanya warga Singapura yang boleh membelinya.

Meski semua aset sudah dibekukan –senilai sekitar Rp 50 triliun– OK Lim tidak bisa terhindar dari penjara. Padahal total asetnya itu masih cukup untuk menutup ke semua kreditnya. Yakni ke 4 bank. Senilai sekitar Rp 50 triliun juga.

Asetnya yang paling berharga adalah kapal-kapal tankernya. OK Lim punya 130 buah kapal. Tapi OK Lim melakukan perbuatan pidana.

Kalau saja semua kesulitan itu murni akibat risiko bisnis, OK Lim masih bisa bernapas. Tapi urusan OK Lim sekarang ini sangat berbeda. Bahkan sisa umurnya pun tidak akan cukup untuk menjalani hukumannya.

Bisnis itu juga soal waktu. Yang mengalahkan perjudian OK Lim juga waktu. Ia tidak berhasil melewati waktu terburuknya. Padahal kalau saja semua itu terbongkar enam bulan kemudian ceritanya bisa lain. Harga minyak belakangan naik lagi. Bahkan bulan lalu sudah USD 79 barel. Sudah USD 20 di atas harga saat ia mulai menimbun.

Terlambat. OK Lim sudah telanjur jadi tersangka.

Harta dua anaknya juga dibekukan. Untuk hidupnya sehari-hari pengadilan menjatuhkan putusan bulan lalu: hanya boleh menghabiskan USD 10.000/minggu per orang. Sekitar Rp 120 juta/minggu/orang.

Yang dimaksud per orang adalah: OK Lim, istri, anak (dua orang), menantu (dua orang), dan cucu-cucu. Masing-masing boleh menghabiskan USD 10.000/minggu untuk keperluan hidup mereka.

Mereka juga masih boleh menggunakan uang untuk membayar pengacara –asal tarifnya harus wajar.

Sebenarnya masih ada satu keinginan OK Lim yang belum terpenuhi. Yakni membangun kilang BBM terbesar di Asia. Kapasitasnya 600.000 barel.

Lokasinya pun sudah ia pilih: di sebelah pusat penimbunan minyak mentahnya itu. Agar efisien.

Sejak tahun 2010, OK Lim berjuang mewujudkannya: belum berhasil. Dari empat kilang yang dimiliki empat perusahaan di sana, Singapura sudah memiliki kilang 1,4 juta barel. Kalau saja kilang milik OK Lim berhasil Singapura punya kapasitas kilang 2 juta barel.

OK Lim lahir di Kabupaten Putian, Fujian. Dulunya kabupaten ini amat miskin. Letaknya di antara kota Xiamen dan Fuzhou.

Ketika masih kecil ia ikut orang tua pindah ke Singapura. Waktu itu Singapura masih semiskin Indonesia.

Setelah remaja, OK Lim mengerjakan apa saja di Singapura. Terutama mengirim bahan bakar dalam jumlah kecil-kecil ke perahu-perahu yang ada di pantai Singapura.

Dari situ OK Lim berkembang menjadi raja minyak. Dan kini harus mengenang semua itu dari atas kursi rodanya.

Ia susah sekali. Tapi rasanya masih lebih susah yang terkena Covid, yang tidak mendapat kamar di rumah sakit, yang tidak bisa dapat obat dan kalau pun akhirnya didapat harganya mahal sekali. (Dahlan Iskan)

Sumber: disway

banner 800x800