Tafsir Al-Quran Surat Ghafir 53-55: Menghiasi Diri dengan Kesabaran

Tafsir Al-Quran Surat Ghafir 53-55: Menghiasi Diri dengan Kesabaran
Tafsir Al-Quran Surat Ghafir 53-55: Menghiasi Diri dengan Kesabaran. Foto/ilustrasi
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Oleh KH Didin Hafidhuddin
Ahad, 11 Juli 2021

Disarikan oleh Prof Bustanul Arifin

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Hajinews.id – Alhamdulillahi rabbil a’lamin. Kita berjumpa lagi secara virtual untuk melanjutkan Pengajian Tafsir kita. Semoga kita semua mendapat manfaat dan pahala dari kegiatan ini. Pada hari ini Ahad tanggal 1 Dzulhijjah 1442H bertepatan dengan tanggal 11 Juli 2021. Insya kita akan membahas Surat Ghafir ayat 53-55. Mari kita buka Al-Quran sama-sama, kita awali dengan membaca Ummul Kitab, Surat Al-Fatihah, dilanjutkan dengan membaca bersama-sama Surat Ghafir ayat 53-55. Artinya adalah, “Dan sungguh, Kami telah memberikan petunjuk kepada Musa; dan mewariskan Kitab (Taurat) kepada Bani Israil, untuk menjadi petunjuk dan peringatan bagi orang-orang yang berpikiran sehat. Maka bersabarlah kamu, sesungguhnya janji Allah itu benar, dan mohonlah ampun untuk dosamu dan bertasbihlah seraya memuji Tuhanmu pada waktu petang dan pagi. Sesungguhnya orang-orang yang memperdebatkan ayat-ayat Allah tanpa alasan (bukti) yang sampai kepada mereka, yang ada dalam dada mereka hanyalah (keinginan akan) kebesaran yang tidak akan mereka capai; maka mintalah perlindungan kepada Allah. Sungguh, Dia Maha Mendengar, Maha Melihat”.

Pada pertemuan sebelumnya kita sudah membahas bahwa janji Allah untuk memberikan pertolongan kepada para nabi dan orang yang beriman adalah benar. Tidak ada keraguan tentang itu. Allah melarang kita ummat islam untuk bercerai-berai, apalagi hanya karena berbeda pendapat saja sampai saling hujat sesama ummat isalam. Perhatikan Al-Quran Surat Ali Imran 103-104. “Dan berpegangteguhlah kamu semuanya pada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa jahiliah) bermusuhan, lalu Allah mempersatukan hatimu, sehingga dengan karunia-Nya kamu menjadi bersaudara, sedangkan (ketika itu) kamu berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari sana. Demikianlah, Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu agar kamu mendapat petunjuk. Dan hendaklah di antara kamu ada segolongan orang yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung”. Kita harus saling menjaga, saling mengingatkan, untuk taat kepada Allah dan kepada Rasulullah. Jangan sampai terjadi perpecahan di antara ummat islam. Jika hal itu yang terjadi, maka kita akan gagal dalam memperjuangkan agama Allah.

Jika terjadi perbedaan pendapat di antara kita, usahakan untuk ishlah. Lakukan silaturrahmi, walau secara virtual, rundingkan segala bentuk perbedaan pendapat itu. Setelah itu, maka bersabarlah. Sabar dalam kita bersama ummat, memperjuangkan kepentingan umma. Dalam ibadah secara bersama-sama, menjalani musibah (cobaan) perlu sabar dan ekstra kesabaran. Perhatikan Surat Al-Kahfi 28, “Dan bersabarlah engkau (Muhammad) bersama orang yang menyeru Tuhannya pada pagi dan senja hari dengan mengharap keridaan-Nya; dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka (karena) mengharapkan perhiasan kehidupan dunia; dan janganlah engkau mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingat Kami, serta menuruti keinginannya dan keadaannya sudah melewati batas”. Kita memang diperintah untuk bersabar, terutama ketika bersama-sama orang yang berdoa atau memohon kepada Allah, pada waktu petang dan waktu pagi. Jangan engkau mengikuti orang yang lalai hatinya. Sabar dalam menjalani musibah, seperti saat ini. Sabar untuk mencari ikhtiar yang maksimal. Kita juga perlu ulet, tabah, dan menyerahkan semuanya kepada Allah, setelah segala ikhtiar kita jalankan. Sikap seperti ini insya Allah akan mendapatkan hidayah dari Allah SWT.

Selain bersabar, kita juga diperintah untuk membiasakan istighfar pada waktu pagi dan petang. Mohon ampun dan tawakkal, mengembalikan semua persoalan kepada Allah SWT. Kita dianjurkan untuk membaca Sayyidul Istighfar. Tuannya istighfar atau Pohonnya istighfar. “Allahumma anta rabbii laa ilaaha illaa anta khalaqtanii wa anna ‘abduka wa anaa ‘alaa ‘ahdika wa wa’dika. Mastatha’tu a’uudzu bika min syarri maa shana’tu abuu u laka bini’ matika ‘alayya wa abuu-u bidzanbii faghfir lii fa innahu laa yagfirudz dzunuuba illa anta.” Artinya: Wahai Tuhanku, Engkau Tuhanku. Tiada tuhan yang disembah selain Engkau. Engkau yang menciptakanku. Aku adalah hamba-Mu. Aku berada dalam perintah iman sesuai perjanjian-Mu sebatas kemampuanku. Aku berlindung kepada-Mu dari kejahatan yang kuperbuat. Kepada-Mu, aku mengakui segala nikmat-Mu padaku. Aku mengakui dosaku. Maka itu ampunilah dosaku. Sungguh tiada yang mengampuni dosa selain Engkau.” (H.R. Bukhari, Shahih Nomor 6306). Kita juga diperintah untuk membaca tasbih atau mensucikan dan memuji Tuhan, kemudian bertakbir atau mengagungkan Tuhan. “Subhanallah wal hamdulillah wa laa ilaaha illallah allahu akbar”. Kita gunakan itu sebagai dzikir, setidaknya pagi dan petang. Ucapan yang ringan di lisan, tabi berat timbangannya di mizan (kelak). Insya Allah kita akan mendapatkan kemenangan.

Menjawab pertanyaan tentang semakin banyak kyai dan ulama’ yang akhir-akhir ini meninggal dan dipanggil Allah, kita tentu yakin bahwa para ulama’ itu senantiasa berdakwah dan memperjuangkan agama Allah. Kita bersaksi bahwa mereka orang baik dan insya Allah diampuni dosa dan kesalahannya oleh Allah SWT. Barang siapa yang di ujung hidupnya mengucapkan kalimat tauhid, “Laa ilaaha illallah”, maka ia akan masuk surga. Kita memang kehilangan dengan wafatnya para kayi dan alim ulama’ itu. Jika kita tidak terlibat dalam melakukan kaderisasi para ulama’, tentu hal itu akan berpengaruh pada masa depan dakwah islamiah dan perjuangan membangun ummah ke depan.

Menjawab pertanyaan tentang keadilan hukum yang tidak berpihak pada ummat islam, apakah kesabaran itu masih ada batasnya? Kesabaran tidak ada batasnya. Kita perlu yakin bahwa kedzaliman itu akan ada ujungnya. Di sinilah kita diperintah untuk besabar. Sabar dalam konteks terus berbuat, sesuai dengan kemampuan dan profesi kita dan berkontribusi pada pengembangan ummat. Orang yang benci terhadap kegiatan islam mungkin maunya kita ini berhenti berdakhwah. Tentu hal itu tidak bisa begitu saja. Kita pasti akan terus berbuat, melakukan dakhwa terus menerus. Kita diminta untuk bersabar, sambil terus berbuat, aktif menjadi pemain, bukan penonton. Sabar itu adalah sumber energi. Sabar adalah kunci kenerhasilan. Ma’iyyatullah atau kebersamaan Allah akan terus muncul bersama orang-orang yang sabar. Kita ummat islam dianjurkan berbicara dan membahas politik islam, politik untuk kebaikan, politik untuk perjuangan memajukan islam. Kita ummat islam dilarang berbicara politik kotor, politik adu domba, yang mengarah riswah (korupsi), ketikdakadilan, dsb. Ibadah adalah amal shalih dengan ilmu. Bukan sekadar ikut-ikutan, apalagi tanpa ilmu.

Menjawab pertanyaan tentang apa saja do’a tolak bala’ atau dijauhkan dari bencana, kita diminta untuk memperbanyak do’a yang dibaca oleh Nabi Yunus ketika ditelan ikan besar, “Laa ilaha illa anta, subhanaka inni kuntu minadz dzalimin”. Kemudian, kita diminta untuk memperbanyak banyak Al-Quran. Apalagi dalam kondisi pandemi seperti sekarang. Kalau perlu bacaan itu agar di-zhaharkan (dikeraskan), sekalian untuk melatih pernapasan. Ada ulama’ yang menganjurkan agar kita menarik nafas dalam-dalam, kemudian membaca ayat-ayat Al-Quran terus dan tidak berhenti jika bukan menghadapi tempat berhenti. Ini memang berat bagi yang jarang berlatih. Oleh karena itu, maka teruslah perbanyak membaca Al-Quran. Dan perbanyak shadaqah. Shadaqah itu menolak bala’. Kondisi pandemi seperti sekarang ini mengajarkan pada kita untuk tidak sombong, tidak takabbur, tidak berburuk sangka kepada Allah SWT. Kita tidak baik mempertanyakan “mengapa Allah begini, mengapa Allah begitu?” Tapi, kembalikan semua persoalan ini kepada Allah. Bayangkan, dengan virus kecil ini saja telah dapat mengguncang dunia. Virus ini adalah “tentara” Allah SWT. Kita semua berada dalam “genggaman” Allah. Kita terus berikhtiar untuk menjaga diri, memenuhi persyaratan atau anjuran: mencuci tangan, menjaga jarak, menghindari kerumunan, dll. Kita juga tidak lupa berdo’a agar pandemi ini segara diangkat oleh Allah SWT.

Mari kita tutup pengajian kita dengan doa kiffarat majelis. “Subhaanaka allahumma wa bihamdika. Asy-hadu an(l) laa ilaaha illaa anta. Astaghfiruuka wa atuubu ilaika”. Demikian catatan ringkas ini. Silakan ditambahi dan disempurnakan oleh hadirin yang sempat mengikuti Ta’lim Bakda Subuh Professor Didin Hafidhuddin tadi. Terima kasih, semoga bermanfaat. Mohon maaf jika mengganggu. Salam. Bustanul Arifin

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *