Hoax di Zaman Nabi

Hoax di Zaman Nabi
Hoax di Zaman Nabi. Foto/ilustrasi
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Oleh Prof Syafiq A. Mughni, Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah dan Guru Besar UIN Sunan Ampel Surabaya.

Hajinews.id – Hoax berarti kebohongan atau penipuan yang dilakukan untuk tujuan atau keuntungan tertentu. Perilaku buruk itu sudah ada sejak zaman dulu. Di zaman Nabi Muhammad SAW pun sudah ada. Peristiwa itu tercatat dalam sejarah sebagai peristiwa penting. Tujuannya menjatuhkan reputasi Aisyah, isteri Nabi Muhammad SAW.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Pada suatu hari Aisyah pergi untuk membuang hajat di tempat yang agak jauh dari perkemahan. Onta dan tandu telah disiapkan untuk membawanya. Tapi Aisyah tidak ada.

Ketika kembali ke kemah, Aisyah sadar kalungnya hilang, tertinggal. Aisyah kembali untuk mencari kalungnya itu. Setelah mendapatkannya dan kembali ke kemah, onta dan tandu sudah dibawa pergi oleh pasukan Muslim karena mengira bahwa Aisyah sudah ada di dalamnya. Aisyah tertinggal. Beliau menunggu hingga tertidur.

Ketika itu, Shafwan bin Mu’aththal al-Sulami al-Dhakwani memacu untanya mendekati beliau kerana melihat seolah-olah terdapat suatu sosok tubuh seperti bayangan hitam. Ketika makin mendekat, Shafwa lantas mengenali orang tersebut adalah Aisyah.

Maka, Shafwan turun dan menundukkan untanya agar Aisyah menaiki unta itu dengan segera. Lalu mereka pun berangkat dan Shafwan di depan menuntun unta tersebut sampai ke tempat tentara muslimin berehat pada satu pagi yang terik.

Dari peristiwa itu, tersiar berita hoax bahwa Aisyah telah berlaku serong dengan Shafwan. Peristiwa itu dikenal sebagai hadits al-ifk (berita hoax).

Hoax al-Walid bin ‘Uqbah

Masih pada zaman Nabi Muhammad SAW, hoax lain juga sempat terjadi. Berita ini hampir saja membawa pertumpahan darah. Pada suatu ketika Rasulullah SAW kedatangan seorang tamu bernama al-Harits.

Beliau mengajaknya untuk masuk Islam. al-Harits akhirnya berikrar masuk Islam, mengucapkan kalimat syahadat. Kemudian, Rasulullah SAW mengajaknya untuk mengeluarkan zakat.

Al-Harits pun menyanggupi kewajiban itu, dan berkata: “Ya Rasulullah, aku akan pulang ke kaumku untuk mengajak mereka masuk Islam dan menunaikan zakat. Akan kukumpulkan zakat orang-orang yang mengikuti ajakanku. Apabila telah tiba waktunya, kirimlah wahai Rasul utusan untuk mengambil zakat yang telah ku kumpulkan itu.”

Ketika al-Harits telah banyak mengumpulkan zakat, dan waktu yang telah ditetapkan telah tiba, tak seorang utusan pun menemuinya. Al-Harits mengira telah terjadi sesuatu yang menyebabkan Rasulullah marah kepadanya.

Ia pun telah memanggil para hartawan kaumnya dan berkata, ”Sesungguhnya Rasulullah SAW telah menetapkan waktu untuk mengutus seseorang untuk mengambil zakat yang telah ada padaku, dan beliau tidak pernah menyalahi janjinya. Akan tetapi saya tidak tahu mengapa beliau menangguhkan utusannya itu. Mungkinkah beliau marah? Mari kita berangkat menghadap Rasulullah.”

Tetapi Rasulullah SAW, sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan, mengutus al-Walid bin ‘Uqbah untuk mengambil dan menerima zakat yang ada pada al-Harits. Ketika al-Walid berangkat, di perjalanan hatinya merasa gentar, lalu ia pun pulang sebelum sampai ke tempat yang dituju.

Ia melaporkan (laporan hoax) kepada Rasulullah bahwa al-Harits tidak mau menyerahkan zakat kepadanya dan bahkan mengancam akan membunuhnya.

Kemudian Rasulullah mengirim utusan berikutnya kepada al-Harits. Di tengah perjalanan, utusan itu berpapasan dengan al-Harits dan sahabat-sahabatnya yang tengah menuju ke tempat Rasulullah SAW.

Setelah berhadap-hadapan, al-Harits menanyai utusan itu, “Kepada siapa engkau diutus?”

Utusan itu menjawab, “Kami diutus kepadamu.”

Dia bertanya, “Mengapa?“

Mereka menjawab: ”Sesungguhnya Rasulullah telah mengutus Al-Walid bin ‘Uqbah. Namun, ia mengatakan bahwa engkau tidak mau menyerahkan zakat, bahkan bermaksud membunuhnya.”

Al-Harits menjawab, “Demi Allah yang telah mengutus Muhammad dengan sebenar-benarnya, aku tidak melihatnya. Tidak ada yang datang kepadaku.”

Ketika mereka sampai, Rasulullah bertanya, ”Mengapa engkau menahan zakat dan akan membunuh utusanku?”

Al-Harits menjawab, ”Demi Allah yang telah mengutus engkau sebenar-benarnya, aku tidak berbuat demikian.”

Maka turunlah ayat al-Hujurat 6:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنْ جَاءَكُمْ فَاسِقٌ بِنَبَإٍ فَتَبَيَّنُوا أَنْ تُصِيبُوا قَوْمًا بِجَهَالَةٍ فَتُصْبِحُوا عَلَىٰ مَا فَعَلْتُمْ نَادِمِينَ

“Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.”

Hikmah dari Dua Peristiwa

Ayat itu menjadi peringatan agar kaum mukminin tidak serta-merta menerima keterangan dari satu pihak karena kemungkinan hoax. Perlu ada klarifikasi atau check and recheck. Kalau tidak, akan terjadi malapetaka.

Menyikapi hoax perlu akal sehat dan kehati-hatian. Keputusan yang diambil berdasarkan hoax akan menimbulkan masalah yang berkepanjangan, apalagi jika terjadi hoax di atas hoax.

Peristiwa hadits al-‘ifki hampir saja menghancurkan reputasi Aisyah dan Nabi Muhammad SAW. Peristiwa al-Harits juga hampir saja mengakibatkan pertumpahan darah. Untung saja Allah segera menurunkan ayat dan di sana ada kearifan dan tabayyun (klarifikasi)

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *