Guru Besar UNIMED: Pendidikan Awal Mula Persoalan Stunting

Guru Besar Universitas Negeri Medan (UNIMED) Prof. Dr. H. Syawal Gultom
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Jakarta, Hajinews — Guru Besar Universitas Negeri Medan (UNIMED) Prof. Dr. H. Syawal Gultom, mengatakan jika penyebab stunting pada konteksnya sudah tidak bisa diperbaiki lagi. Sumber semua persoalan tersebut adalah pendidikan.

Pada acara Webinar yang digelar oleh PP-IPHI dan BKKBN, Jumat (16/7/2021). Prof Syawal mengungkap, meski WHO membuatnya sejajar dengan politik, ekonomi, kesehatan, dan kultur. Tetapi, Pendidikanlah awal mula dari semuanya. Sehingga terjadi maternal faktor di keluarga, dalam jangka pendek dan jangka panjang.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Bila di satu negara banyak stunting, maka akan timbul pertanyaan;

1. What’s wrong in our class room di luar kelas sekolah.

2. Apa yang salah di keluarga

3. Apa yang salah di masyarakat

“Artinya begini, bila stunting banyak miskin banyak maka yang salah itu pendidikan. Bukan ingin menyalahkan orang. Tapi mungkin pendidikan di keluarga tidak efektif. Pendidikan di sekolah tidak efektif. Pendidikan di masyarakat tidak efektif,” kata Prof Syawal.

Ia pun menyebut, di samping soal pembiayaan, yang paling efektif adalah mendorong pendidikan itu sendiri.

Pendidikan di keluarga yang naik nantinya akan mengatasi berbagai persoalan. Seperti kemiskinan akan teratasi, miskin bermula dari pendidikan, miskin mental, miskin kehidupan, miskin semuanya. Jika pendidikan buruk, maka persoalan jangka pendek kesehatan terancam, pembangunan kognitif dan kemampuan motoriknya terancam. Dan untuk masalah jangka panjang, kesehatan dalam level itu semuanya menjadi buruk. Artinya, kata Prof Syawal, ini tidak bisa lagi diatasi dengan cara yang biasa. Tapi memerlukan sinergi dan kolaborasi lintas sektoral.

Merujuk pada pendidikan—belajar. Semuanya harus belajar. Dari imam syafii “Jika kamu tidak tahan dengan lelahnya belajar maka, kamu harus tahan dengan perihnya kebodohan. Atau Barang siapa yang tidak mau merasakan pahitnya belajar, akan merasakan hinanya kebodohan selama sisa hidupnya.

Atau kata Nelon Mandela, “Education is the most powerful weapon which you can use to change the world”. Hanya Pendidikan yang bisa merubah tak ada yang lain. Tak ada kemajuan negara meliputi kemajuan pendidikan. Tidak ada kemajuan pendidikan melebihi kemajuan para orang tua para gurunya, papar Prof Syawal.

 

 

Prof Syawal mengajukan arsitektur kolaborasi sinergi yang dimotori IPHI.

Pertama dengan Sekolah, Bagaimana stunting diintegrasi di pendidikan formal in formal dan dimotori oleh IPHI. Kedua gandeng LSM. Ketiga IPHI menggandeng orang swasta. IPHI masa depan Indonesia. Keempat bersinergi dengan BKKBN, Kepala BKKBN merupakan bagian dari IPHI. Menurut Prof Syawal IPHI-lah yang akan memotori lintas sektoral ini, semakin solid kerjasamanya.

“Di antara 5 juta kelahiran bayi kata pak Hasto. Oleh IPHI diambil satu bayi oleh 4 orang Haji. Kebutuhan sudah dihitung baik-baik. Berapa kebutuhan anak stunting itu supaya tidak stunting. 12 juta per tahun. Di tanggung 4 orang haji. Satu orang 3 juta, 250 ribu per bulan, dua ribu saja per hari. Kira-kira IPHI ini akan mensponsori pilar-pilar. Ini akan bergerak, keluarga, masyarakat sekolah dunia kerja. Di dunia semua ini, IPHI hadir. Dan sekolah memang salah satu yang amat sangat penting. Pendidikan itu bisa diintegrasikan pada keluarga pada Sekolah pada lembaga-lembaga haji, pada lembaga-lembaga yang lain,” katanya.

Lebih jauh Prof Syawal menjelaskan, proses integrasi akan dilakukan sejak di kandungan. Pada usia tiga bulan Allah memberi desain, memberi bakat dan segala macam kepada manusia. Mestinya anak berhak dididik sejak tiga bulan itu.

Semua ibu-ibu sebelum menikah harus dipastikan mengerti tidak mendidik anak dalam kandungan, dan mengerti setelahnya.

Di Belanda, perawat di kirim ke rumah saking tingginya kepedulian terhadap generasi sebab, maha karya pemimpin adalah generasi. Dosa terbesar seorang pemimpin pun, tidak melahirkan generasi yang lebih cerdas dari pada dia.

Caranya bisa mulai dari standar-standar yang diterapkan seperti di finlandia, begitu bayi lahir diberi buku anak, buku si Ibu, dan buku ayah sebagai ayah. Dibuatkan narasi audio, videonya, begitu lengkap.

Dalam menyelenggarakan pendidikan Prof Syawal mengingatkan untuk tidak main-main, sebab dengan kualitas penyelenggaraan pendidikan yang rendah, apakah itu di rumah, di sekolah di keluarga akan berakibat pada cara berpikir anak yang tidak memadai, tidak analitik, tidak mengerti cara menganalisis masalah. Dan mengakibatkan indeks global rendah, miskin, tidak literated. Musuh abadi bangsa ini miskin. Bahkan cara berpikiran rendah. Kadang-kadang bisa membuat orang menjadi miskin. Bermula dari pendidikan di keluarga, pendidikan di sekolah. Desain kemiskinan itu ada pada pendidikan.

Jumlahnya di Indonesia ada 24,79 juta sangat paradoks dengan kelapa sawit nomor 1, karet nomor 2. Timah, penghasil beras, 25 persen ikan dunia.

Mengirim anak ke sekolah dengan untuk belajar kreatif supaya menjadi anak yang berguna merupakan gagal berpikir. Kreatifitas itu hanya dibangun cara berpikir yang hebat. Kreatifitas basisnya, berpikir, berkomunikasi, bekerja sama dalam pikiran yang tajam hati yang bening, atau abstraksi algoritma.

“Jadi kita gagal mengintegrasikan ini, mulai dari keluarga sampai ke sekolah. Bagaimana kita akan hadir mulai dari TK. Betul-betul kita sadar betul, bahwa kita sekarang harus sama-sama dengan orang tua. Rumahku sekolahku, sekolahku rumahku, ibuku guruku, guruku ibuku, orangtuaku guruku, guruku orangtuaku, harus seperti itu sebetulnya, kesadaran itu. Sehingga apapun masalah kita nanti, covid kah, mengintegrasikan hal penting tidak pernah gagal kita nanti dengan itu.”

Di mana pun proses pendidikan itu terjadi. Di rumah atau di sekolah. Tujuannya adalah sebaik-baik orang itu berguna atau kontributor peradaban yang efektif, dalam bahasa ilmiahnya.

Ada 7 kata yang digunakan al-qur’an menyatakan akal pikiran, dan katanya, dalam bentuk kata kerja, berati akal di sini ini menyatakan proses berpikir, bahkan akal itu katanya di al-qur’an ada 49 ayat yang menjelaskannya. Betapa mahalnya menjadi pembelajar dalam islam, konstruksinya seperti itu, selalu bicara iman taqwa, ahlak mulia, begitu bicara di pendidikan itu, sejak di keluarga mestinya. Itu yang hilang, pada pendidikan di keluarga.

Strateginya, Sentuh ulang keluarga, TK SD lalau kita integrasikan dalam berbagai kegiatan. TK perkuat dengan apa yang mestinya diberikan, idealnya 95 persen belajar tentang sikap, tentang ahlak, bertanggungjawab, tentang berterima kasih, peduli, maaf.

Lalu strategi lainnya berikan buku orang tua oleh IPHI, buku guru, buku anak.

“Tidak ada cara lain untuk mengatasi masalah stunting ini, lebih dini kecuali pendidikannya kita perbaiki,” tandasnya. (ingeu)

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *