Habib Luthfi: Kunci Menjadi Orang Besar dan Hidup Berkah itu Ada 2?

Habib Luthfi: Kunci Menjadi Orang Besar dan Hidup Berkah itu Ada 2?
Habib Luthfi: Kunci Menjadi Orang Besar dan Hidup Berkah itu Ada 2?
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Hajinews.id Maulana Habib Luthfi dalam kajiannya menjelaskan tentang kunci hidup berkah dan menjadi orang besar.

Ra’is ‘Am Jam’iyah Ahli Thariqah al-Mu’tabarah an-Nahdliyah (JATMAN) tersebut menyebutkan salah satu kunci-Nya adalah tidak melupakan jasa guru.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Habib Luthfi pun menyampaikan bahwa jasa kiai kampung jangan pernah dilupakan dan harus dihormati.

Dilansir dari iqra.id, Habib Luthfi menjelaskan: Kunci menjadi wali, kunci menjadi orang besar, hidup berkah, dan sebagainya, itu cuma ada 2;

1. Taat kepada kedua orang tua dan

2. Taat kepada guru. Ini kunci akan menjadi pangkat auliya’ yang besar.

‘Alim ilmunya setinggi langit, mau pintar seperti apa, tapi sama orang tua ‘hah’ (durhaka), jangan diharap ilmunya manfaat, (karena) kuncinya di situ.

Sama gurunya, ya mohon maaf mungkin kritik saya terlalu pedas, kita belajar di kyai yang disebut “kiai kampung”, tempatnya saja kampung tempatnya kota, tapi status keutamaannya العلماء ورثة اللأنبياء itu titik. Adapun tempatnya di kampung monggo, di kota monggo.

Yang (kiai) kampung itu hebat perjuangannya, mulai mengajar dari orang awam: A lam mati di jabar Al, kha’ mim mati di jabar kham, dal apes du, “alhamdu”.

Ditelateni (ditekuni) oleh para kiai, bagaimana cara menghadapi orang awam dengan ‘tidak keras’, dari mulai mengajar itu sudah ditunjukkan rahmatan lil ‘alamin, bagaimana Rasulullah membimbing orang awam, itu hebatnya.

Lha terkadang kita belajar sama beliau sampai khatam Al-Qur’an atau Juz ‘Amma, sampai mengerti kitab Safinah hingga mengerti tentang shalat, wudhu, arkanul wudhu, mubthilatul wudhu.

Setelah itu, belajar di pesantren jauh, pulang hafal Imriti, Ibnu Aqil, Jurumiyyah, hafal di luar kepala. Terkadang juga lancar hafalan Al-Qur’annya.

Ketika pulang ke kampungnya, apakah ingat mereka (kiai kampung) yang mengajarkan alif ba ta sehingga kamu hafal Al-Qur’an yang atas jasa kiai itu? Apakah terus ziarah (kiai yang sudah meninggal)? Lupa..!!

Ketika diingatkan umpamanya, “Le, kamu kenal tidak sama kiai itu? Kan di tempatmu ada kiai itu masya Allah”.

Anak itu menjawab, “Oh ya, saya tahu kenal kiai itu, itu bekas guru saya”.

Ternyata (dianggap) “bekas”!!

Jadi, (menurut anak itu) ada “bekas kiai” dan “bekas guru”. Hebat akhlaknya!! Gitu kok ingin bermanfaat ilmunya..!!

Tidak sekarang, tidak dahulu, “guruku yo tetap guruku”, walau sudah menjadi insinyur dan sebagainya, guru SD tidak ada bekas guru SD, itu guruku zaman aku sekolah di SD.

Sumber: sukabumi

 

 

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *