Sejarah Kata “Arab”

Sejarah kata "Arab"
Sejarah kata "Arab"
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Oleh Hasanuddin (Ketua Umum PBHMI 2003-2005), Redaktur Pelaksana Hajinews.id

Hajinews.id – Dalam Al-Quran terdapat banyak ayat yang menginpormasikan bahwa Al-Quran diturunkan dalam bahasa “orang Arab” atau “arabian”. Namun istilah “Arab” ini cenderung dirancukan oleh pemahaman sempit yang menisbahkan kata “Arabian” sebagai hanya terbatas pada penduduk yang mendiami Mekah, Madinah dan sekitarnya, atau lebih sempit lagi dibatasi oleh batasan negara Kerajaan Saudi Arabia, yang umurnya belum seberapa lama itu.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Karena itu, istilah ini telah menarik perhatian banyak ilmuan untuk meneliti, dan ulasan berikut ini semoga dapat memperjelas pengertian “arabian” yang terdapat dalam sejumlah ayat dalam Al-Quran, serta implikasi dari pengetian tersebut terhadap pemahaman kita atas makna yang terkandung dalam ayat-ayat Al-Quran.

Etimologi “Arab

Sebagaimana kata “Ibrani” pada ahli filologi mengajukan sejumlah hipotesis tentang asal-usul kata “Arab”.

Pertama-tama para ahli linguistik berusaha menarik kata “Arab” dari akar kata yang berkaitan dengan bangsa Semit, yang mungkin diterjemahkan sebagai “Barat”. Secara linguistik, sulit untuk memahami bagaimana usulan transformasi dan perkembangan etimologi ini bisa muncul. Tambahan lagi, “arab” sebagai “barat” menunjukkan hubungan geografis, sehingga orang Arab menggambarkan diri mereka sebagai “orang barat”. Kedua, “Arab” mungkin berasal dari bahasa Ibrani “arabha”, yang diterjemahkan sebagai “dataran gelap” atau “padang rerumputan”, dan dengan demikian menyiratkan suatu bangsa pengembara. Ketiga, “Arab” mungkin merupakan pengembangan dari bahasa Ibrani “Erebh”, yang diterjemahkan sebagai “tercampur” atau “tidak teratur” yang lagi-lagi menggambarkan sebuah gaya hidup pengembara. Keempat, “Arab” mungkin merupakan perkembangan dari kata “Abhar”, yaitu “bergerak” atau “melintasi”, yang kembali menyiratkan gaya hidup mengembara dan merupakan akar kata yang sama dengan asal-usul kata “ibrani”. Kelima, sebagian pihak melontarkan pandangan bahwa kata “arab” berasal dari kata kerja bahasa Arab yang berarti “mengekspressikan” atau “mengungkapkan”. Masalahnya dengan gagasan ini adalah bahwa hipotesis tersebut kemungkinan merupakan penjelasan pos hoc yang justru memutarbalikkan proses asal-usul yang sebenarnya. Maksudnya, kata kerja bahasa Arab tersebut kemungkinan yang justru berasal dari “kata Arab”, bukan sebaliknya.

Terlepas dari berbagai pandangan diatas, kemungkinannya bahwa kata “Arab“, seperti halnya kata “Ibrani”, sangat mungkin terlepas dari identitas etnis atau suku, dan sebenarnya lebih terkait denfan konsep masyarakat pengembara. Atas dasar ini, kita dapat menolak gagasan bahwa kelompok etnis atau kesukuan Nabi Ibrahim dapat dirangkum dengan kata “Arab“. Atau kita dapat menolak gagasan bahwa istilah “arabian” dalam Al-Quran menunjuk pada satu etnis tertentu, melainkan ditujukan bagi para pelintas batas, para pengembara.

Sejarah “Arab”

Penggunaan kata “Arab” pertama kali digunakan oleh penduduk asli belahan utara Semenanjung Arab di Namara Apitaph pada awal abad ke 4 M. Penjelasan ini merujuk kepada Imru’l Qais sebagai “Raja semua orang Arab”. Penggunaan bahasa arab oleh penduduk Semanjung utara ini bisa dilacak hingga sebelum kelahiran Nabi Isa atau Yesus. Namun penjelasan belakangan memperjelas pemahaman bahwa istilah “Arab” digunakan untuk mendefenisikan Badui (nomaden) sebagai kebalikan dari masyarakat yang tinggal menetap.

Di luar Semenanjung Arab, penggunaan kata “Arab” dapat dilihat dalam banyak versi cerita. (1) penggunaan istilah “arab” sebagai nama tempat, muncul dalam promatheus Yunani buatan Aechylus. (2) Istilah “Arabaya” muncul dalam dokumen huruf kuno Persia yang berbentuk Baji yang berasal dari sekitar tahun 530 SM. (3) Antara abad ke-9 SM dan ke-6 SM, istilah “Arabi”, “Arabu”, dan “Urbi”, muncul lumayan sering dalam prasasti bangsa Asyiria dan Babilonia. (4) namun penggunaan paling awal kata “Arab” diketahui muncul dalam sebuah prasasti Asiria buatan tahun 853 SM. Prasasti ini mencatat kemenangan Raja Shalmaneser III atas banyak raja lainnya, termasuk “Gindibhu the Aribi”.

Kata “Arab” atau “Arabs” muncul di sembilan tenpat dalam naskah Yahudi-Kristen yang tercakup dalam Kitab Perjanjian Lama.

  1. Tiga kali di Kitab Nehemiah yang dibuat pada abad ke 4 SM;
  2. Empat kali di Kitab Il Tawarikh yang dibuta abad ke-4 SM;
  3. Sekali dalam Kitab Yoshua yang dibuat abad ke 7 SM atau awal abad ke 6 SM, di mana kata ini muncul sebagai nama sebuah Kota; dan
  4. Sekali dalam Kitab Yesaya yang dibuat pada abad ke delapan SM atau sesudahnya.

Kata “Arabia” muncul lima kali dalam Kitab Perjanjian Lama (1) sekali dalam Kitab Il Tawarikh, abad 4 SM (2) dua kali dalam Kitab, Yehezikel abad ke 6 SM (3) sekali dalam Kitab I Raja-Raja yang dibuat pada abad ke 6 SM; dan (4) sekali dalam kitab Yeremia yang dibuat pada abad ke-6 SM.

Sebelumnya, sebuah kata “arab” mungkin telah digunakan dalam Taurat, Bagian J (Abad 10 SM), Kitab Keluaran 12:38 merujuk kepada “kumpulan campuran” sebuah terjemahan untuk kata “Erev”. Namun huruf ibrani awal tidak memiliki simbol huruf hidup. Sehingga jika kata Ibrani tersebut “Erev” sebenarnya adalah “Arab”.

Penjelasan diatas menunjukkan bahwa penggunaan kata “Arab” atay “Arabs” untuk menunjukkan suatu etnis tertentu, tidak mungkin dimulai sejak awal abad ke-9 SM. Selain itu, penggunaan kata “arabia” belum terlacak hingga abad ke 6 SM. Oleh karena itu, jelaslah bahwa penggunaan kata “Arab” untuk menggambarkan ssseorang hidup di akhir milenium ke-3 SM.

Dalam Al-Quran surah ali Imran ayat 65, juga 67 dikatakan:
“Wahai Ahli Kitab, mengapa kamu memperdebatkan tentang Ibrahim padahal Taurat dan Injil tidak diturunkan sebelum Ibrahim. Apakah kamu tidak berpikir? Ibrahim bukan orang Yahudi dan bukan orang Nasrani akan tetapi dia adalah orang yang lurus, berserah diri, dan tidal termasuk golongan orang-orang musyrik.

Ayat ini menununjukkan adanya penolakan anakronisme yang muncul dalam peng-klaiman Ibrahim sebagai orang Yahudi atau
Orang Nasrani. Ibrahim adalah Hamba Allah yang sejati, karena beliau hidup jauh sebelum hukum Musa atau Injil Yesus diturunkan.

Dengan demikian, sebagaimana penolakan Al-Quran terhadap elemen anakronisme kepada Ibrahim, dapat dikatakan bahwa pada kata “Arab” yang menunjuk kepada “kaum pengembara” atau nomaden (Badui), terlepas dari anakronisme etnis atau suku bangsa tertentu. Sehingga memberi isyarat bahwa Alquran diturunkan menggunakan bahasa yang memang diperuntukkan bukan bagi etnis atau suku tertentu.

Ibnu Abbas salah seorang sahabat Nabi, mengatakan bahwa ketika ada istilah-istilah dalam Alquran, yang kurang dia pahami, maka ia mencari akar kata itu pada masyarakat Badui, atau pada penyair arab, dan di pasar-pasar. Yang pada intinya menyampaikan bahwa bahasa Alquran itu, adalah bahasa pergaulan sehari-hari yang digunakan orang-orang awam. Dialeg yang banyak digunakan para pelintas batas wilayah. Karena itu, dalam memahami Alquran, tata bahasa Arab yang baku, bukanlah solusi. Karena dalam banyak hal, Alquran itu tidak dapat dijelaskan dengan tata bahasa Arab. Justru tata bahasa arab, kosa kata bahasa Arab itu mengalami perkembangan pesat pasca di wahyukannya Alquran. Jadi Alquran lah yang mempengaruhi tata bahasa Arab, dan bukan sebaliknya.

Dalam percakapan para pengembara, atau pelintas batas wilayah, yang terpenting adalah “memahami makna”, dan bukan pemahamanan terhadap tata bahasa (grammer). Anda akan mengalami hal yang sama, jika memasuki suatu perkampungan atau kota yang anda belum banyak menguasai bahasa percakapan yang mereka gunakan, apalagi tata bahasa mereka. Saat seperti itu, yang terpenting adalah anda dapat menangkap makna percakapan dengan penduduknya. Dan demikiannlah maksud dari Alquran diturunkan dengan bahasa Arab, atau bahasa para pengembara.

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *