Blak-blakan, Wapres Ma’ruf Amin: Ada Orang Ingin Lakukan Pengacauan

banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Jakarta, Hajinews – Pandemi Covid-19 terus melanda Tanah Air, meski waktu telah berjalan satu setengah tahun. Namun masih ada kelompok masyarakat hingga tokoh agama yang tidak mempercayai virus corona. Sementara itu Wakil Presiden (Wapres) RI KH Ma’ruf Amin mengatakan fenomena yang dialami Indonesia merupakan pengaruh daripada fenomena global.

Pemerintah, kata dia, telah melakukan berbagai upaya, dari edukasi hingga penjelasan dari pihak-pihak terkait ke masyarakat.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Ma’ruf juga turun tangan untuk bersinergi dengan seluruh ulama secara virtual, demi memberikan pengertian kepada kelompok masyarakat hingga tokoh agama yang tak percaya corona.

“Saya sendiri tentu bicara dengan seluruh ulama di daerah melalui virtual. Kemudian saya juga mengumpulkan ormas-ormas Islam, dan semua ormas yang sekian ratus itu semua sepakat bahwa ini harus ditanggulangi dan ini adalah sesuatu yang nyata. Jadi kami dalam tataran ormas itu hampir tidak ada yang berpikiran seperti itu,” ujar Ma’ruf, saat wawancara khusus dengan Direktur Pemberitaan Tribun Network Febby Mahendra Putra dan News Manager Tribun Network Rachmat Hidayat, Kamis (12/8/2021).

 

Berikut wawancara khusus yang dikutip dari Tribun Network bersama Wakil Presiden RI KH Ma’ruf Amin :

Pandemi sudah berjalan 1,5 tahun, namun masih ada kelompok masyarakat bahkan tokoh agama yang tidak percaya Covid-19, tidak bersedia menggunakan masker dan menolak divaksin. Bagaimana cara pak Wapres melakukan pendekatan kepada mereka?

Wapres: Pertama, fenomena tidak percaya Covid-19 itu bukan hanya kita yang alami. Ini fenomena global, di Amerika Serikat juga menurut survei ada 30 persenan, di Perancis juga ada. Jadi apa yang terjadi di kita itu juga pengaruh daripada fenomena global itu.

Untuk itulah pemerintah terus melakukan edukasi, berbagai penjelasan oleh presiden, wakil presiden, para menteri, kemudian juga dilakukan oleh para satgas dibantu oleh media secara masif. Kontranarasinya itu sebenarnya sudah dilakukan dengan baik.

Saya sendiri tentu bicara dengan seluruh ulama di daerah melalui virtual. Kemudian saya juga mengumpulkan ormas-ormas Islam dan semua ormas yang sekian ratus ormas itu. Semua sepakat, sama, bahwa ini harus ditanggulangi dan ini adalah sesuatu yang nyata. Jadi kami dalam tataran ormas itu hampir tidak ada yang berpikiran seperti itu.

Bahkan saya melalui berbagai kegiatan di pesantren, istighozah, haul, saya sebutkan bahwa persoalan Covid-19 ini bukan sesuatu yang diduga. Ini menurut ajaran agama begitu, kita harus bersiap terhadap bahaya yang diduga akan datang. Sesuatu yang diduga akan datang, kita harus siap diri. Padahal Covid-19 ini bukan diduga, tapi sesuatu yang diyakini adanya, nyata.

Kedua, persoalan ini kan bahaya yang mengancam negara. Manakala ada bahaya yang mengancam negara, itu menjadi tanggung jawab seluruh rakyat Indonesia, terutama ulama. Ulama itu punya tanggung jawab negara. Ulama itu selalu saya ingatkan bahwa cinta tanah air itu merupakan bagian dari iman. Sekarang ada bahaya mengancam yaitu Covid-19 ini, maka itu adalah bagian tanggung jawab ulama.

Tetapi Covid-19 itu bukan hanya tanggung jawab kenegaraan dan kebangsaan, tapi juga keagamaan. Sebab menjaga jiwa atau diri dari wabah ini wajib, maka saya menggunakan istilah penanganan Covid-19 itu masalah agama sesuai syariat, dalam upaya melakukan perlindungan kepada masyarakat dan juga penjagaan pada masyarakat, ini tanggungjawab ulama. Oleh karena itu, kita harus secara bersama-sama menghadapinya.

Tetapi saya melihat sudah tinggal sedikit. Buktinya ketika saya bertemu dengan gubernur-gubernur, saya tanyakan mana masyarakat yang masih tidak percaya. Ya memang masih ada sedikit, dan itu juga digarap. Buktinya sekarang mereka minta divaksin dimana-mana. Sampai di daerah kurang vaksin, seluruh daerah menyatakan masih minta vaksin. Sehingga pemerintah terus menyiapkan vaksin supaya mereka bisa divaksin sampai akhir 2021. Ini akhir 2021 (diharapkan vaksinasi) ini selesai.

Vaksinnya ini sudah kita siapkan, masyarakat juga sudah siap, tapi kecepatan memvaksin ini juga jadi masalah yang kita hadapi. Ini bukan masalah gampang memvaksin sekian banyak masyarakat dengan daerah yang terpisah-pisah. Mungkin seperti DKI Jakarta itu gampang, tetapi untuk daerah-daerah itu menjadi persoalan. Karena itu kita mengerahkan petugas kesehatan, dinas-dinas, puskesmas, TNI, Polri, BKKBN, ini pun kita masih bertanya apakah 2021 ini sudah tervaksin semua dua kali suntikan. Ini mudah-mudahan (selesai), kita kejar.

 

Selain adanya Covid-19, beredar pula hoax di masyarakat. Seperti orang yang dirawat di rumah sakit justru meninggal, kemudian yang disuntikkan rumah sakit ke masyarakat itu racun, hingga vaksin itu sesuatu yang bisa mengganggu tubuh. Menurut pak Wapres bagaimana kita bisa mengatasi isu-isu hoax yang masih dipercaya sebagian masyarakat itu?

Wapres: Jadi kalau berita bohongnya itu sudah dilakukan klarifikasi-klarifikasi bahwa itu tidak benar. Klarifikasi dilakukan oleh Kementerian Kesehatan dari aspek kesehatan, dari Kominfo bahwa berita itu bohong dan dijelaskanlah bahwa yang meninggal itu bukan karena vaksin tapi karena memang ada penyakit yang dibawa. Itu dijelaskan secara masif.

Tapi memang karena ada orang yang ingin coba melakukan pengacauan, di setiap masa pasti ada. Kalaupun bukan isu Covid-19 ya isu lain, agar membuat tidak percaya kepada pemerintah. Nah sekarang ini masalah Covid-19 dan kesulitan ekonomi yang dijadikan isu yang diblow up terus.

Kelompok-kelompok ini memang yang pada dasarnya tidak suka dengan pemerintah. Ini yang terus kita lakukan, klarifikasi, edukasi.

Saya bertemu dengan tujuh gubernur di Jawa dan Bali, saya minta kalau di daerah masih ada kelompok tersebut, supaya dilakukan pendekatan dengan baik, dirangkul, didekati secara humanis, diberi pengertian sehingga dia bisa kembali. Ini terus dilakukan kita tidak bosan-bosan. Karena kita beranggapan bahwa kelompok ini akan terus ada. Hanya sekarang memperoleh momentum karena ada medsos. Jadi ada sarananya untuk membuat kegaduhan.

Karena itu, memang medsos atau era digital ini di satu sisi menguntungkan, di sisi lain isu negatif juga bisa berkembang dengan cepat. Jadi ini masa terjadinya keserupaan, kesamaran antara yang benar dan salah. Nah ini yang saya kembangkan terus kepada masyarakat dan saya minta kiai-kiai juga menyampaikan bahwa jangan terkecoh, karena ini sedang terjadi masa terserupakan antara yang benar dan salah ini samar. Sehingga kita harus hati-hati.

 

Adanya gelombang kedua Covid-19, pemerintah menerapkan PPKM Darurat Jawa-Bali, tapi muncul fenomena bendera putih, apakah kita perlu memberi kelonggaran?

Wapres: Pertama di Jawa kan sudah mengalami penurunan kasus Covid-19. Walaupun belum signifikan betul namun sudah turun. Tetapi di luar Jawa ada kenaikan di beberapa daerah. Untuk jawa karena banyak kabupaten yang sudah mulai menurun dari level 4 ke level 3 maka diberikan kelonggaran.

Seperti UMKM dan pedagang kaki lima (PKL) mereka bisa berdagang yang tadinya agak ketat sekarang dilonggarkan yang sangat terbatas karena dikhawatirkan masih akan terjadi kenaikan kasus.

Untuk mengatasi bendara putih kami meminta pemda menangani supaya tidak banyak dan memonitor apa yang dibantu. Kita juga terus memberikan motivasi bahwa dalam situasi seperti ini semua negara mengalami. Orang Jawa mengatakan pagebluk.

Masyarakat kita kan punya watak tabah dan sanggup menghadapi goncangan. Nah ini dimotivasi lagi. Isu Indonesia tangguh menjadi salah satu tagline kita merayakan HUT RI ke-76.

Pemerintah memberikan bantuan sesuai dengan anggaran yang kita miliki tapi juga kita terus memotivasi. Jadi sedikit demi sedikit dilakukan pelonggaran untuk memberikan kesempatan UMKM dan PKL.

Kalau sudah stabil penurunannya artinya melandai tentu akan terjadi pemberian kelonggaran yang lebih luas lagi atau istilahnya secara gradual. Yang kita jadikan ukuran pengalaman kita sendiri yang kedua standar dari WHO.

Jadi tidak bisa kita asal melonggarkan. Seperti di India setelah melandai, stabil, mereka baru mulai melakukan pelonggaran.

Memang ini menjadi problem kita di masyarakat. Semua negara melakukan hal yang sama jika ada kenaikan kasus terpaksa dilakukan pengetatan, begitu sedikit turun akan dilonggarkan.

Masyarakat yang kurang sabar harus ditangani oleh pemda dengan pendekatan persuasif, humanis, dan dengan cara yang baik. Kalau memang harus dibantu ya dibantu bisa melalui anggaran dana desa dan banyak sekali sektornya.

Kemudian ada juga padat karya. Kerjaan yang biasanya dikerjaan perusahaan besar sekarang dikerjakan oleh masyarakat dengan bahan-bahan lokal.

 

Soal PPKM, pemimpin di daerah itu masih sporadis, belum semua melakukan sentuhan kultural. Bagaimana pemerintah pusat mendorong pemda hingga pemerintah desa untuk menggerakkan kekuatan tokoh-tokoh kultural di lingkungannya membantu masyarakat yang terdampak kebijakan Covid-19?

Wapres: Pertama, pemerintah sudah melakukan berbagai arahan-arahan petunjuk dalam rakor untuk melakukan. Makanya disebutkan PPKM itu kan artinya pembatasan sampai ke tingkat mikro, itu mikro sampai ke tingkat RT, jadi ini pengawasannya sampai ke tingkat RT. Sebenarnya program itu supaya pemda kemudian melakukannya sampai ke tingkat bawah.

Adanya berbagai di daerah-daerah isolasi-isolasi mandiri, itu memang ada, Jateng ada jogo tangga, Jogja ada jaga warga, di Bali juga ada, sebenarnya itu dalam rangka mengembangkan dan memanfaatkan kearifan lokal ini.

Memang saya dari pertemuan-pertemuan saya dengan tujuh gubernur pulau jawa itu semua memiliki program-program itu, karena memang mereka menghadapi sendiri. Persoalannya kalau tidak ada bantuan warga, pemerintah akan berikan solusi. Sehingga perlu adanya kemudian seperti yang terjadi di satu RW kemudian RW mengisolasi warganya yang terkena Covid-19, kemudian warga yang lain membantu, karena dia tidak bisa mencari penghidupan selain bansos, tetapi warga urunan jadi membantu, ini memang di Jawa itu terjadi ya.

Saya memang belum bertemu dengan para gubernur di luar Jawa, tetapi dari program PPKM itu sebenarnya di tingkat mikro pembatasan perlu adanya upaya kearifan lokal, jadi kalau memang di Jambi belum terasa itu, saya akan sampaikan kepada provinsi yang masih belum untuk perlu diberikan solusi-solusi.

Saya bertemu dengan gubernur-gubernur dengan semua bupati dan walikota sehingga kalau ada masalah-masalah yang kesulitan itu kita pecahkan dalam pertemuan itu, menjadi rangkaian kita, dengan kementerian dalam negeri, menkes, menkoperasi, menyangkut masalah koperasi, ini rakor seperti itu sangat dinilai. Nanti saya akan laporkan ke mendagri bahwa di luar jawa masih ada pemdanya kurang peduli seperti di jambi terhadap situasi lingkungannya.

 

Soal baliho politik marak dari menteri tertentu, bagaimana tanggapan Pak Wapres? Sebab menteri-menteri ini punya tanggung jawab yang sangat besar mengatasi masalah pandemi.

Wapres: Baliho ini memang ini nggak dilarang. Tapi ini sebenarnya memang tanggung jawab kita sendiri ya. Kalau sebagai pejabat, tanggung jawab itu bagaimana dia melaksanakan jabatannya itu.

Sebenarnya masih terlalu dini (kampanye 2024) tapi sekarang ini sudah mulai dimana-mana politik, jadi pada takut ketinggalan kereta.

Sebenarnya yang bikin masalah itu media juga sih, media sudah mulai memancing-mancing, akhirnya pada keluar semua itu dipancing oleh media. ‘Oh si ini surveinya sekian’, akhirnya kan yang ketinggalan nyoba. Jadi ini sudah sesuatu yang memang harus kembali kepada masing-masing tokoh masyarakat itu sendiri. Kalaupun dia mau, mestinya yang dia jual itu kinerjanyalah, kalau kinerjanya baik kan tidak usah pasang baliho kan.

Saya kira nanti akan ditertibkanlah soal baliho supaya jangan mengganggu pemandangan, harus ditertibkan, (tapi) pada saatnya (akan) dibuka, kalau belum saatnya sebaiknya tidak dulu.

Yang kita sekarang ini mestinya fokus bagaimana menghadapi Covid-19, apa yang kita pikirkan, omongkan, langkahkan itu bagaimana mengatasi Covid-19. Ini kan bukan hanya tanggung jawab pemerintah, tapi seluruh dan semuanya bicara Covid-19, bagaimana bisa memberikan kontribusi di dalam rangka penanggulangan Covid-19. Jadi harus digalakkan di dalam masyarakat dan harus dibantu oleh pers dan media.(dbs)

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *