Terus Didera Masalah, Pukat UGM: Khawatir KPK Jadi Alat Rezim untuk ‘Membunuh’ Lawan Politik

banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Hajinews – KPK di bawah kepemimpinan Firli Bahuri dkk terus didera sejumlah permasalahan. Belum rampung permasalahan soal tes alih status ASN pegawai yang dianggap bermasalah, kini muncul lagi persoalan terkait diterbitkannya Peraturan Pimpinan yang mengatur soal perjalanan dinas pegawai KPK.

Belum lagi masalah-masalah lain yang mengekor sejak awal kepemimpinan Firli Bahuri dimulai, salah satunya seperti pelanggaran etik. Rentetan permasalahan yang dialami KPK itu seolah kian lengkap tatkala banyak penanganan perkara rasuah yang lagi-lagi mengesampingkan efek jera bagi para pelakunya.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Menanggapi situasi KPK saat ini, Peneliti Pukat UGM Zainal Arifin Mochtar atau kerap disapa Uceng, bicara soal wacana yang dahulu sempat merebak terkait masa depan KPK. Wacana itu adalah membubarkan lembaga antirasuah.

“KPK masih hidup tapi sudah sekarat. Nah makanya satu lesson learn yang harus kita pikirkan menjadi penting ini kita berdiskusi saya belum menyimpulkan. Tapi saya ingin mengatakan bahwa penting saatnya kita untuk mulai mewacanakan mempertahankan KPK atau membubarkan KPK,” ujar Uceng dalam diskusi ICW yang digelar secara daring, Jumat (13/8).

Bila dahulu banyak pihak yang mempertanyakan wacana tersebut, tapi saat ini diskusi mengenai itu dinilai oleh Uceng terdengar lebih masuk akal alias logis, berkaca pada kondisi KPK sekarang. Bahkan, jika seumpama KPK tetap dipertahankan, Uceng khawatir lembaga tersebut tak lagi berkontribusi positif pada pemberantasan korupsi.

“Kenapa? karena kalau KPK hidup tapi kemudian sekarat atau jiwanya sudah terampas saya khawatir KPK tidak lagi menjadi alat pemusnah korupsi tetapi alat pembunuh alat yang dipakai oleh rezim untuk membunuh lawan politiknya, Itu yang paling saya khawatirkan,” ucap dia.

Pandangan tersebut, menurut Uceng terlihat tak lagi mengada-ada jika melihat kerja KPK saat ini. Menurutnya KPK dulu dikenal sebagai lembaga penegak hukum yang tak segan-segan memperkarakan seseorang yang dinilai melakukan tindak rasuah dengan berbekal dua alat bukti yang cukup.

Akan tetapi KPK saat ini tak melakukan hal itu lagi. KPK yang sekarang, menurutnya cenderung lebih mengedepankan kepentingan politik yang ada dibalik suatu penanganan perkara.

“Gejalanya sebenarnya sudah ada, gejala ke arah sana sudah ada. bagaimana KPK itu mau disetir ke arah ya bukan lembaga pemberantas korupsi yang tebang pilih itu berdasarkan kasus yang matang atau tidak matang tapi sekarang tebang pilihnya itu berdasarkan kepentingan politik atau bisa jadi berdasarkan pesanan,” ungkap Uceng.

Kendati demikian, Uceng mengatakan hal ini semuanya murni hipotesa berdasarkan situasi dan kondisi yang terjadi pada KPK saat ini.

“Itu yang paling saya khawatirkan, makanya saya mengatakan mari sebelum menuju ke arah sana mungkin boleh jadi wacana untuk membubarkannya lebih baik mulai kita bicarakan. Lagi-lagi ini bukan kesimpulan ini adalah hipotesis, jadi mari kita bicarakan,” kata Uceng.

Pentingnya Independensi Internal
Uceng juga menyoroti pentingnya independensi pegawai internal KPK dalam bekerja. Sebab, kata dia, bila bertumpu pada pimpinan, tak pernah ada yang bebas dari masalah.

Dia mengatakan, tak ada satu pun pimpinan yang pernah memimpin KPK yang tak tersandung masalah sama sekali. Menurutnya hampir di tiap jilid kepemimpinan di lembaga antirasuah itu, selalu ada satu dua pimpinan yang dianggap bermasalah.

“Hampir setiap jilid KPK itu komisioner-nya ada yang bermasalah enggak pernah enggak. Bahwa sekarang mayoritas bermasalah itu soal lain, tapi bahwa dari tahun ke tahun kita selalu punya problem komisioner bermasalah, iya,” ujar Uceng.

Kendati terus diberikan ujian dengan hadirnya beberapa pimpinan bermasalah, tetapi hal itu menurut Uceng, tak menjadi halangan bagi KPK untuk tetap menunjukkan performanya.

Independensi internal, disebut Uceng jadi rahasia yang selama ini dimiliki KPK secara lembaga guna memastikan mereka tetap dapat bekerja meski dipimpin oleh orang yang dinilai bermasalah.

“Saya tidak punya penjelasan lain tapi karena begini ya keberhasilan KPK kalau kita lihat dari KPK jilid 1 sampai jilid 5 sekarang itu separuh dipengaruhi karena independensi internal,” beber Uceng.

“Saya mohon maaf ya KPK jilid I siapa yang anggap tidak bermasalah dipimpin oleh Polisi kok pensiunan polisi ada orang yang dianggap bermasalah, tapi KPK jilid I dianggap ya kita banyak melakukan pemaafan. KPK jilid II Antasari Azhar coba bayangkan, orang yang paling ramai kita tolak,” lanjut dia.

Konsolidasi berupa penguatan internal melalui adanya penyidik internal, kata Uceng, jadi salah satu resep keberhasilan KPK bertahan dari gempuran sejumlah masalah yang menggelayuti mereka di tiap jilid masa kepemimpinan.

“Ya karena independensi internal khususnya waktu KPK melakukan konsolidasi dan penguatan yang namanya penyidik internal. Saya merasa ikut membantu itu karena saya yang, saya ada beberapa orang itu yang membuat kajian akademiknya ketika merancang konstruksi penyidik independen di KPK kita membuat laporannya waktu itu dan itu akhirnya dipakai oleh KPK sehingga menghasilkan berbagai seleksi,” ungkap Uceng.

Sehingga permasalahan apa pun terkait pimpinan, menurut Uceng jelas tak akan berpengaruh apa pun terhadap internal KPK.

“Jadi relatif selalu ada masalah enggak pernah enggak, tapi independensi di internal itulah yang menarik,” kata Uceng.

Diketahui, saat ini keberadaan pegawai internal di KPK terancam. Hal tersebut dikarenakan adanya TWK. Setidaknya 51 orang mulai dari Novel Baswedan hingga Ambarita Damanik terancam dipecat pada 1 November 2021 karena tak lulus TWK yang merupakan syarat alih status menjadi ASN. (*).

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *