Memburu Kenikmatan

Memburu Kenikmatan
Hasanuddin (Ketua Umum PBHMI 2003-2005), Redaktur Pelaksana Hajinews.id
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Oleh Hasanuddin (Ketua Umum PBHMI 2003-2005), Redaktur Pelaksana Hajinews.id

Hajinews.id – Memburu kenikmatan, itulah yang setiap saat dilakukan semua orang. Tapi tidak semu orang tahu bagaimana caranya memburu kenikmatan itu.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Kenikmatan itu tidak ada habisnya untuk diburu, karena jenisnya amat banyak, jumlahnya tidak terbatas. Oleh sebab itu, semua orang dapat menemukan kenikmatan itu kapan dan dan dimanapun. Tapi ada orang yang tidak kunjung merasa puas oleh satu kenikmatan, dan terus mengejar satu kenikmatan itu saja. Sehingga tidak terbuka baginya kenikmatan yang lain, yang sangat banyak itu. Hal itu karena ia tidak memiliki apa yang disebut syukur.

Jika saja syukur itu telah dimiliki, maka tat kala ia memperoleh satu kenikmatan maka ia akan segera menerimanya dangan rasa syukur. Dan ketika ia menerima satu kenikmatan itu dengan rasa syukur, artinya ia telah mengakhiri untuk satu jenis kenikmatan itu, yang berarti ia telah siap untuk memperoleh jenis kenimatan yang lain. Dan itulah maksud firman Allah swt.,

وَاِذْ تَاَذَّنَ رَبُّكُمْ لَىِٕنْ شَكَرْتُمْ لَاَزِيْدَنَّكُمْ وَلَىِٕنْ كَفَرْتُمْ اِنَّ عَذَابِيْ لَشَدِيْدٌ

wa iż ta’ażżana rabbukum la’in syakartum la’azīdannakum wa la’in kafartum inna ‘ażābī lasyadīd

“Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu memaklumkan, “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka pasti azab-Ku sangat berat.” Q.S Ibrahim [14] : 7

Allah swt berjanji, dan DIA tidak pernah ingkar dengan janji-Nya, bahwa siapa yang mensyukuri suatu nikmat yang diberikan-Nya, maka DIA akan memberikan nikmat yang lain, atau menambahkan jenis kenikmakatan yang lain. Namun, jika seorang itu tidak mensyukuri akan satu nikmat yang Allah berikan, maka ia tidak akan pernah terpuaskan dengan satu nikmat itu saja, dan terus akan memburunya, sehingga nikmat itu tidak akan pernah memberinya kepuasan, bahkan akan menghabiskan seluruh potensinya mengejar kenikmatan itu, tanpa pernah diraihnya, sekaligus tidak memberi ruang bagi terbukanya jenis nikmat Allah yang lain. Dengan demikian pemberian Allah yang mestinya jadi nikmat baginya itu, justru berubah jadi azab baginya. Karena pemburuannya atas nikmat itu tidak akan pernah berhasil dia selesaikan sebelum mampu mensyukurinya.

“Syukur” kepada Allah, dengan demikian adalah tujuan yang ingin dicapai oleh setiap kenikmatan yang diberikan oleh Allah. Dan jika sebuah kenikmatan belum mencapai tujuannya berupa “syukur”, maka sebuah kenikmatan tidak akan memberikan rasa puas.

Lalu apa yang menjadi penghalang seseorang itu tidak mampu atau memiliki rasa syukur?

Pertama, tidak memiliki rasa terima kasih atas pemberian yang diterimanya. Hal ini dikarenakan oleh paham bahwa segala yang diterimanya karena usahanya sendiri, dan bukan karena kasih sayang Allah kepadanya. Ia merasa apa yang diperolehnya sepadan dengan apa yang telah dikerjakannya. Sebab itu jika menerima hasil yang tidak sesuai dengan kerja keras yang telah dilakukannya ia merasa rugi, dan perasaan rugi itu membuatnya tidak bisa menerima apa yang ia peroleh.

Kedua, ketamakan. Akibat dari pemikiran yang pertama diatas, menimbulkan sikap tamak dalam dirinya. Ia akan melakukan apa saja asalkan kalkulasi akalnya terpenuhi. Maka tat kala ia menjadi pedangang ia akan melakukan semua strategy dagang yang menurutnya dapat melipatgandakan hasil perdagangannya. Dan jika tahun ini ia misalnya mencapai targetnya, ia akan menaikkan target untuk tahun berikutnya. Dan sebaliknya jika ia rugi, maka ia berkesimpulan bahwa strateginya gagal dan mesti memperbaiki strategy untuk mencapai target. Demikianlah pola pikir yang diajarkan oleh teori-teori dan para ahli dibidang perdagangan. Tidak ada rumus dalam kepala mereka untuk menempatkan syukur sebagai suatu strategy dalam memajukan ushaanya, karena menurutnya semua yang dia capai adalah atas usahanya sendiri. Dengan pola itu ia tidak pernah dapat memahami bahwa segala jenis kenikmatan berupa keuntungan perdagangan yang ia peroleh atau sebaliknya kerugian yang ia peroleh tidak lebih dan tidak kurang hanya ujian dari Allah apakah ia mampu bersyukur atas pemberian Allah atau sebaliknya kufur atas nikmat yang Allah berikan. Allah swt berfirman:

وَبَلَوْنٰهُمْ بِالْحَسَنٰتِ وَالسَّيِّاٰتِ لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُوْنَ

wa balaunāhum bil-ḥasanāti was-sayyi’āti la‘allahum yarji‘ūn

Dan Kami uji mereka dengan (nikmat) yang baik-baik dan (bencana) yang buruk-buruk agar mereka kembali (kepada kebenaran). Q.S Al-A’raf [7] : 168

Nikmat yang baik, dan bencana yang buruk, dalam semua aspek kehidupan manusia itu adalah ujian Allah, yang bertujuan agar manusia kembali atau senantiasa berada dijalur yang benar. Dan oleh karena itu, keuntungan dan atau kerugian dalam perdagangan, dalam setiap usaha semuanya adalah nikmat Allah yang seharusnya di syukuri.

Syukur atas nikmat berupa keuntungan dan kerugian ini, akan membawa kita kepada penerimaan akan takdir qadha dan qadhar Allah yang akan membawa kita terhindar dari kemusyrikan, disebabkan karena kita menisbahkan sesuatu kepada selain Allah atas apa yang kita peroleh.

Dalam suatu percakapan dengan Allah, Abu Yazid (sebagaimana yang dikisahkan oleh Jalaluddin Rumi) telah berkata: “Tuhan aku tidak menyekutukanmu.” Lalu Allah menjawab: “Wahai Abu Yazid, kamu sudah syirik sejak malam itu ketika kamu miminum susu, kamu berkata: “susu ini membahayakanku”, padahal Akulah yang memberi kemudharatan dan kemanfaatan (kepada susu itu)”.

Allah memberitahu Abu Yazid, bahwa bukan susu itu yang membahayakanmu, tapi Aku-lah yang dapat mendatangkan bahaya atau mudharat melalui susu itu, jika Aku menghendakinya. Artinya syirik disini adalah menganggap susu yang hanya “sebab” sebagai “penyebab”. Padahal hanya Allah “penyebab” yang mengadakan semua “sebab”.

Allahlah penyebab kamu untung atau kamu rugi dalam setiap perniagaan. Dan ini yang dimaksud dengan “kembali kepada kebenaran”. Jika hal ini dapat dipahami dan senantiasa disadari, maka syukur atas segala nikmat yang diperoleh akan dimiliki. Dan jika satu nikmat telah disyukuri, maka Allah segera akan memberikan nikmat jenis yang lain, sebagai ujian baru, dan jika itu kembali disyukuri, nikmat yang baru lainnya akan diberikan dan demikianlah seterusnya hingga seseorang memperoleh tambahan tambahan nikmat yang berlipatganda.

Semoga Allah swt memberikan kemampuan bagi kita untuk selalu syukur atas setiap nikmat-Nya.

Selamat menunaikan ibadah jumat.

Depok, Jumat 3 September 2021

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *