Ayo Sekolah! UNICEF dan WHO Sarankan Sekolah Tatap Muka di Indonesia Digelar

banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Jakarta, Hajinews.id – Hampir 18 bulan sekolah-sekolah di Indonesia ditutup. Dalam upaya menekan laju penularan COVID-19. Kini, UNICEF dan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mendorong. Agar semua sekolah di seluruh Indonesia dibuka kembali dengan aman. Agar pembelajaran tatap muka (PTM) dilanjutkan bagi semua anak sesegera mungkin.

Menurut data pemerintah, lebih dari 60 juta murid di Indonesia terdampak penutupan sekolah yang dilakukan pada bulan Maret 2020. Saat ini, baru 39 persen sekolah yang telah kembali dibuka dan menyelenggarakan PTM secara terbatas sejak 6 September 2021, sejalan dengan panduan nasional dari pemerintah.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Mengingat tingkat penularan varian Delta yang tinggi, protokol kesehatan sangat penting ditegakkan untuk menurunkan penularan komunitas di semua lingkungan, termasuk lingkungan sekolah.

Di wilayah dengan angka kasus COVID-19 yang tinggi sekalipun, WHO tetap menyarankan agar sekolah kembali dibuka dengan menerapkan protokol kesehatan untuk mencegah penularan. Dengan aturan kesehatan yang ketat, sekolah dapat menawarkan lingkungan yang lebih aman bagi anak-anak dibandingkan dengan keadaan di luar sekolah.

“Saat hendak membuka kembali sekolah, hal pertama yang perlu diperhatikan adalah cara menerapkan protokol kesehatan yang esensial. Seperti menjaga jarak minimal satu meter dan memastikan murid dapat mencuci tangan dengan sabun dan air secara teratur. Namun, kita pun harus ingat bahwa sekolah tidak berada di ruang vakum. Sekolah adalah bagian dari masyarakat,” ujar Dr. Paranietharan, Perwakilan WHO untuk Indonesia dalam rilisnya, Rabu 15 September 2021.

“Dengan demikian, saat kita memutuskan untuk kembali membuka sekolah, kita harus pastikan penularan di masyarakat tempat sekolah berada juga dapat dikendalikan.”

Penutupan sekolah tidak hanya berdampak terhadap pembelajaran, tetapi juga terhadap kesehatan dan kesejahteraan anak yang sedang berada di dalam tahap penting perkembangannya. Serta dengan konsekuensi jangka panjang.

Dalam survei yang dilakukan baru-baru ini oleh Kementerian Kesehatan RI dan UNICEF, ditemukan bahwa 58 persen dari 4.374 puskesmas di 34 provinsi melaporkan kesulitan menyediakan layanan vaksinasi di sekolah.

Anak di luar sekolah juga lebih berisiko menjadi korban eksploitasi ataupun kekerasan fisik, emosional, dan seksual. Indonesia telah mencatat kenaikan yang memprihatinkan dari angka perkawinan usia anak dan kekerasan sejak pandemi bermula. Di pengadilan-pengadilan agama, permohonan dispensasi nikah naik tiga kali lipat dari 23.126 pada tahun 2019 menjadi 64.211 pada tahun 2020.

Pemerintah pusat dan daerah telah melakukan berbagai cara untuk mendukung pembelajaran jarak jauh. Meskipun sebagian di antaranya terbukti efektif, tak sedikit anak yang masih menghadapi hambatan signifikan dalam belajar.

Dalam sebuah survei yang dilakukan pada kuartal terakhir tahun 2020 di 34 provinsi dan 247 kabupaten/kota, lebih dari separuh (57,3 persen) rumah tangga dengan anak usia sekolah menyebutkan koneksi internet yang andal sebagai kendala utama.

Sekitar seperempat orang tua yang disurvei juga menyatakan mereka tidak memiliki waktu ataupun kemampuan untuk mendampingi anak melakukan pembelajaran jarak jauh. Sementara itu, tiga dari empat orang tua menyatakan khawatir bahwa anak akan mengalami kehilangan kompetensi.

“Bagi anak-anak, makna sekolah lebih dari sekadar ruang kelas. Sekolah adalah lingkungan tempat belajar, berteman, mendapatkan rasa aman, dan kesehatan,” kata Perwakilan UNICEF Debora Comini.

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *